Begini Respons Gibran soal Wacana Kementerian Makan Siang Gratis

Rabu, 08/05/2024 12:28 WIB
Kritik Gimik Gibran di Debat, Yenny Wahid: Kesannya Melecehkan Sekali. (Tangkapan Layar).

Kritik Gimik Gibran di Debat, Yenny Wahid: Kesannya Melecehkan Sekali. (Tangkapan Layar).

Jakarta, law-justice.co - Wakil Presiden Republik Indonesia terpilih, Gibran Rakabuming Raka buka suara menyoroti soal urgensi makan siang gratis dan kementerian khusus yang menangani program utama presiden terpilih Prabowo Subianto itu.

"Program ini harus menjadi atensi khusus," katanya di Solo, Selasa, 7 Mei 2024.

Dia juga menyinggung soal kementerian makan siang gratis yang akan membawahi program tersebut. Menurut dia, masalah itu sudah masuk dalam pembahasan.

"Kemarin sempat dibahas itu, tapi tunggu dulu ya," kata Wali Kota Solo ini.

Dia mengatakan program tersebut membutuhkan perhatian khusus, karena melibatkan anggaran yang besar dan distribusi yang tidak mudah.

"Logistiknya tidak mudah, monitoring juga tidak mudah," katanya.

Meski demikian, Gibran menyatakan ingin program tersebut dapat berjalan dengan baik dan memberikan dampak positif bagi seluruh pihak.

"Ya kami ingin program ini benar-benar bisa berjalan, karena kami ingin program ini benar-benar bisa impactfull, benar-benar bisa dirasakan oleh anak sekolah," katanya.

Program makan siang gratis untuk murid sekolah dari PAUD sampai SMA ini diperkirakan akan menyedot anggaran hingga Rp 460 triliun dengan target 82,9 juta anak sekolah di seluruh Indonesia demi membantu dalam mengatasi kekurangan gizi. Paket makan siang ini dihargai Rp20 ribu per anak per hari.

Perlu Kementerian Khusus

Dosen Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno memandang perlu kementerian khusus yang mengurus program Makan Siang dan Susu Gratis jika pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka kelak menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2024—2029.

"Urusan makan siang dan susu gratis memang penting diurus kementerian tersendiri," ujar Adi saat dihubungi ANTARA, Rabu.

Selain itu, dia menilai bidang pendidikan, kebudayaan, dan riset juga harus menjadi kementerian tersendiri. Pasalnya, selama ini ketiga bidang itu masuk ke dalam Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia.

"Urusan riset, harus jadi kementerian tersendiri, kebudayaan dan pendidikan juga menjadi kementerian tersendiri. Jangan digabung dengan pendidikan, overlapping (tumpang tindih) jadinya," jelasnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman menilai wajar apabila jumlah kementerian diperbanyak karena Indonesia merupakan negara besar sehingga butuh bantuan dari banyak pihak.

Menurut Habiburokhman, makin banyak jumlah kementerian justru baik bagi pemerintahan dan pelayanan publik karena Indonesia memiliki target sekaligus tantangan yang besar untuk diraih.

Adapun jumlah kementerian telah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.

"Jumlah keseluruhan Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 paling banyak 34," bunyi pasal tersebut.

Bagian penjelasan UU No. 39/2008 ini menyebut bahwa undang-undang ini juga bermaksud untuk melakukan reformasi birokrasi dengan membatasi jumlah kementerian paling banyak 34.

"Artinya, jumlah kementerian tidak dimungkinkan melebihi jumlah tersebut dan diharapkan akan terjadi pengurangan," demikian bunyi penjelasan UU itu.

Sebelumnya, Prabowo berencana menambah jumlah kementerian dari yang semula 34 menjadi 40.

Gibran mengatakan, komposisi kabinet saat ini masih dibicarakan dengan berbagai pihak.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar