Ini Alasan soal Bahasa China Jadi Kriteria Tes Pramugari Kereta Cepat

Minggu, 01/10/2023 08:58 WIB
Ilustrasi kereta cepat (Dok.BUMN.info)

Ilustrasi kereta cepat (Dok.BUMN.info)

Jakarta, law-justice.co - Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), Dwiyana Slamet Riyadi menyatakan bahwa bahasa China atau Mandarin bukan menjadi kriteria mutlak yang harus dimiliki pramugari Kereta Cepat Whoosh.

Kata dia, ada alasan lain mengapa pramugari harus bisa bahasa China, yakni persoalan kepemilikan saham.

"Enggak harus kok, kita ajarkan saja supaya familiar. Karena kan sebagian saham kan ada dari BUMN Tiongkok itu saja. Tapi tidak ada keharusan," kata Dwiyana di JCC Senayan beberapa waktu lalu.

Kata dia, total pelamar pramugari KCJB mencapai sekitar 6.000 orang, sementara yang dipilih hanya 12 orang saja. Dwiyana mengatakan angka itu terus akan bertambah.

Dia menambahkan, selain menguasai bahasa China, faktor penampilan juga jadi penilaian.

"Jadi sekarang sudah bertambah terus. Kita enggak ada kekhususan yang penting secara kompetensi kan kita juga penampilan fisik. Jadi enggak keharusan bisa bahasa Mandarin. Mereka malah kita ajarkan secara masif hanya percakapan sehari-hari aja lah,"

Sebelumnya, General Manager Corporate Secretary KCIC, Eva Chairunisa, mengatakan salah satu persyaratan bagi calon pramugari Kereta Cepat Whoosh, adalah harus bisa berbahasa China atau Mandarin.

Karenanya, lanjut Eva, ada kewajiban pelatihan bahasa Mandarin agar para pramugari tidak terkendala bahasa saat bekerja.

"Ya betul. Terkait pelatihan bahasa memang dilakukan agar mereka dapat berkomunikasi juga dengan tenaga ahli dari Tiongkok, karena sementara proses transfer knowledge dilakukan untuk pengoperasian masih dilakukan oleh tenaga ahli Tiongkok," jelasnya.

Proyek Kereta Cepat Whoosh memang hasil kerja sama Indonesia melalui sejumlah BUMN khususnya PT KAI dengan China.


Meski begitu, Eva memastikan, seluruh pramugari Kereta Cepat Whoosh adalah Tenaga Kerja Indonesia (TKI), bukan Tenaga Kerja Asing (TKA).

"Setelah proses transfer knowledge [dari tenaga ahli China] selesai dan TKI sudah memiliki kemampuan, maka akan diambil alih seluruhnya operasional oleh tenaga ahli yang sudah terbentuk dari Indonesia," pungkasnya.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar