Temui Eksil 1965, Menko Polhukam Akan Terbang ke Belanda dan Ceko

Rabu, 23/08/2023 10:55 WIB
Rapat Komisi III DPR RI dan Menko Polhukam Mahfud Md membahas transaksi janggal Rp 349 T baru dimulai, namun sudah diramaikan dengan interupsi dari anggota Komisi III DPR. Sebabnya, Menkeu Sri Mulyani tak hadir padahal sudah diundang oleh pihak Komisi III DPR.  Rapat yang juga dihadiri PPATK serta Bareskrim tersembut membahas  transaksi mencurigakan di Kemenkeu dengan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Rp349 Triliun. Robinsar Nainggolan

Rapat Komisi III DPR RI dan Menko Polhukam Mahfud Md membahas transaksi janggal Rp 349 T baru dimulai, namun sudah diramaikan dengan interupsi dari anggota Komisi III DPR. Sebabnya, Menkeu Sri Mulyani tak hadir padahal sudah diundang oleh pihak Komisi III DPR. Rapat yang juga dihadiri PPATK serta Bareskrim tersembut membahas transaksi mencurigakan di Kemenkeu dengan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Rp349 Triliun. Robinsar Nainggolan

Jakarta, law-justice.co - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menyatakan bahwa bakal terbang mengunjungi dua negara di Eropa yakni Belanda dan Republik Ceko untuk menemui warga Indonesia yang menjadi eksil pascaperistiwa 1965.

Sebagai informasi, para warga Indonesia itu menjadi eksil karena tidak diperbolehkan pulang ke Tanah Air imbas peristiwa gerakan 30 September atau G30S 1965.

Mereka dituding rezim yang kala itu dikuasai Orde Baru terindikasi ada kaitan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

"Kalau ke Amsterdam dan ke Ceko, itu akan melanjutkan untuk menemui korban peristiwa 1965 yang eks Mahid--mahasiswa ikatan dinas--yang dulu tidak boleh pulang," kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (22/8).

Dia mengatakan imbas peristiwa tahun 1965, banyak mahasiswa yang bersekolah di Eropa tidak bisa pulang lantaran tidak membuat pernyataan yang mengutuk pemerintah lama.

Mahfud mengatakan kedatangan ke Belanda dan Ceko bukan untuk mengajak warga Indonesia itu pulang, namun untuk menyampaikan hak-hak konstitusional mereka.

"Pada umumnya mereka hanya minta tidak dianggap sebagai pengkhianat, mereka minta bahwa mereka warga negara yang setia kepada Indonesia," kata Mahfud.

"Kita mau tawari pulang, tapi tidak banyak yang mau pulang, karena mereka udah umur 82 tahun, 83 tahun gitu. Nah sehingga kita akan berdiskusi ke sana menyatakan tentang hak-hak konstitusionalnya," imbuhnya.

Perkiraan ada 130 eksil di berbagai negara

Mahfud menyebut mahasiswa itu lalu dicabut paspornyaoleh pemerintah kala itu sehingga terpaksa menetap di luar negeri.

"Pada waktu itu tidak boleh pulang karena tidak membuat pernyataan mengutuk pemerintah lama gitu...karena dia tidak tanda tangan, lalu paspornya dicabut terus enggak bisa pulang dan itu banyak sekali. Sekarang ada kira-kira 130-an di berbagai negara. Itu mau kita datangi," kata eks hakim konstitusi itu.

Dalam sejumlah sumber disebutkan, peristiwa Gerakan 30 September 1965 atau G30S PKI membuat sejumlah orang kehilangan kewarganegaraan. Banyak orang Indonesia terpaksa berada di luar negeri dan tidak bisa pulang ke Tanah Air.

Pasalnya, pada 1966 dilakukan pendataan ulang terhadap warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri. Setelah berhasil merebut kekuasaan dari Presiden Soekarno, Soeharto melakukan `bersih-bersih` secara besar-besaran. Termasuk bagi orang Indonesia di luar negeri yang dilakukan screening.

Kesetiaan WNI di luar negeri diuji kepada rezim Orde Baru. Mereka yang tidak mau mengakui Soeharto sebagai pemimpin negara yang sah, dituduh sebagai kader Partai Komunis Indonesia (PKI) atau simpatisan komunis lalu dicabut kewarganegaraannya.

Banyak dari mereka yang sebelumnya merupakan mahasiswa maupun diplomat di luar negeri juga dicabut paspornya oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) karena tidak mau tunduk pada Soeharto.

Mereka yang jumlahnya diduga ribuan itu pun lantas menjadi eksil yang terkatung-katung di negeri orang tanpa memiliki kewarganegaraan dan harus berpisah dengan sanak saudara di Indonesia.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar