Konsultan Disalahkan, Hakim Cium Kelicikan dalam Tender BTS Kominfo

Rabu, 09/08/2023 07:04 WIB
Sidang perdana Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) nonaktif Johnny G Plate dalam kasus dugaan korupsi penyediaan menara base transceiver station (BTS) 4G dan infrastuktur pendukung 1, 2, 3, 4 dan 5 Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tahun 2020-2022 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (27/6/2023). Robinsar Nainggolan

Sidang perdana Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) nonaktif Johnny G Plate dalam kasus dugaan korupsi penyediaan menara base transceiver station (BTS) 4G dan infrastuktur pendukung 1, 2, 3, 4 dan 5 Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tahun 2020-2022 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (27/6/2023). Robinsar Nainggolan

Jakarta, law-justice.co - Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Fahzal Hendri mengaku mencium ada gelagat pelelangan tender proyek BTS 4G dan infrastruktur pendukung 2, 3, 4 dan 5 BAKTI Kominfo hanya akal-akalan.

Konsultan Hukum Asenar yang menjadi saksi dalam kasus tersebut mengklaim semua konsorsium saling bersaing dan memenangkan tender per wilayahnya saja.

"Nyatanya semua konsorsium menang di situ, kalah di sini. Makanya saya bilang itu jatah-jatah kerja, enggak murni pelelangan itu. Boleh pelelangan seperti itu?" ujar Hakim Fahzal dalam lanutan sidang dugaan tipikor Bakti Kominfo di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (8/8).

Fahzal lantas menilai tak perlu ada tender apabila pembagian wilayah tersebut sudah ditetapkan untuk memenangkan semua konsorsium.

"Untuk apa ditenderkan? Kan harus ada yang menang dan kalah, semuanya kan dapat paket? Siapa pesaingnya yang kalah dan enggak dapat kerja kalau begitu?" lanjutnya lagi kepada saksi.

Konsorsium Fiber Home, PT Telkominfra, dan PT Multi Trans Data (PT MTD) menjadi pemenang untuk paket 1 dan 2. Kemudian Konsorsium PT Lintas Arta, PT Huawei dan PT Surya Energy Indotama (SEI) untuk paket 3. Lalu Konsorsium PT Infrastruktur Bisnis Sejahtera (IBS) dan PT ZTE Indonesia paket 4 dan 5.

Menurut Hakim Fahzal, lelang itu seperti bagi-bagi jatah saja bagi konsorsium untuk membagi pekerjaan di Indonesia bagian Timur, Tengah, dan Barat. Padahal, kata dia, pelelangan harusnya dilakukan agar negara tak keluar banyak uang.

"Prinsip lelang itu kan bagaimana uang negara tidak keluar banyak. Tidak selalu juga yang paling bawah menang, tidak. Kami tahu itu. Tetapi umumnya kalau persyaratan lainnya sama, di penawaran bisa di kalah kan, bisa dibikin," kata dia.

Dirinya menduga tiga konsorsium itu punya kemampuan teknis dan finansial yang sama. Sehingga, kata dia, seharusnya pelelangan bisa dilakukan dengan membedakan penawaran dari para konsorsium.

"Semua tiga-tiganya sama. Yang membedakan adalah penawarannya, bisa membuat dia kalah. Benar enggak? Kamu biar kalah di paket 1 harus penawaran tinggi, kalah kamu itu. Bisa diakal-akalin enggak tuh? Lah nyatanya menang semua tiga konsorsium itu," ucapnya.

Mempertanyakan kapasitas konsultan BTS Bakti Kominfo

Fahzal lantas menyalahkan Asenar sebagai konsultan hukum proyek BTS dan bisa diarahkan dalam menyusun dokumen prakualifikasi.

"Akibatnya apa? Karena dari awal saudara sudah main-main sama itu. Itulah. Nyatanya saudara tidak bisa bekerja di luar arahan orang, tak bisa memberi advice yang sesuai keahlian saudara," ujar Fahzal.

Menurut dia, hal tersebut berdampak kepada terbatasnya peserta sehingga tidak ada persaingan dalam lelang.

"Jadi percuma saudara jadi konsultan hukum ndak ada gunanya. Untuk apa? Lebih pintar yang punya pekerjaan daripada konsultannya, karena saudara diarahkan, gitul oh. Betul?" tanya Fahzal.

"Betul yang mulia," jawab Asenar.

Hakim lantas mengakhiri perbincangannya dengan Asenar yang mengakui kapasitasnya sebagai konsultan hukum proyek BTS tidak memberi saran terbaik.

"Sudahlah kalau betul, buat apa saya tanya lagi kalau betul," kata Fahzal.

Konfrontasi Kadiv Lastmile Bakti Kominfo

Hakim Ketua Fahzal Hendri menilai Kepala Divisi Lastmile dan Backhaul BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Muhammad Feriandi Mirza pintar berkelit.

Hal itu dia ucapkan dalam sidang terkait kasus dugaan korupsi penyediaan menara base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung 2, 3, 4 dan 5 BAKTI Kominfo.

Awalnya Hakim Fahzal mengonfrontasi Mirza terkait kode keep silent atau pembicaraan diam-diam antara Kadiv Lastmile itu dengan Tenaga Ahli Project Manager Unit (PMU) Bakti Maryulis sesuai sidang pekan lalu.

"Yang saudara ngomong sama Maryulis apa?" ujar Hakim Fahzal di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (8/8).

Menanggapi pertanyaan itu, Mirza bercerita soal dirinya yang meminta Maryulis dan Roby untuk tak bercerita kepada orang lain soal keduanya yang dijadikan tim pendamping kelompok kerja (Pokja).

"Saya ngomong, `minta diam-diam jangan memberi tahu tim PMU lain`. Karena Maryulis sebagai tim pendamping Pokja. Karena ada 14 orang sementara yang saya minta hanya 2 orang," tuturnya.

Hakim Fahzal lantas mempertanyakan soal PT Huawei Tech Investment dan PT ZTE yang menjadi pemenang tender dalam pelelangan penyediaan menara base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung 2, 3, 4 dan 5 BAKTI Kominfo.

"Nyatanya dia perusahaan itu Huawei dan ZTE jadi pemenang tender enggak?" tanya Fahzal.

Mirza pun mengonfirmasi bahwa dua PT itu menjadi pemenang tender pada akhirnya.

"Haaayy Mirza kamu itu pintar berkelit kamu itu ya. Okelah kalau begitu. Sementara, saudara, kehadiran saudara itu hanya untuk mengonfrontir aja ya," ucap Hakim Fahzal.

Mirza sebelumnya memberi keterangan soal pertemuan antara PT Huawei dan OT ZTE sudah dimulai sejak 10-11 September 2020 dan dirinya belum menjadi Kabag Lastmile.

"Kemudian, saat menjabat ada kebiajakan arahan dari Direktur Utama BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif untuk membentuk tim teknis pendamping pojka yang lain atau di luar dari PMU," kata dia.

Dia mengaku minta bantuan di luar PMU yakni, Maryulis dan Roby dan meminta keduanya tak cerita kepada tenaga ahli lain karena dilibatkan. Atas pernyataan itu, Hakim Fahzal menilai Mirza pintar berkelit.

Dalam perkara dugaan tipikor Bakti Kominfo ini ada enam orang yang terjerat sebagai terdakwa. Para terdakwa adalah eks Menkominfo, Johnny G Plate; eks Direktur Utama BAKTI dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Anang Achmad Latif; Tenaga Ahli pada Human Development Universitas Indonesia (HUDEV UI), Yohan Suryanto; Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan.

Lalu, Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak; Account Director PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali; Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera, Windi Purnama; dan Direktur PT Basis Utama Prima, Muhammad Yusrizki Muliawan.

Dalam perkara ini, kerugian keuangan negara diduga mencapai Rp8 triliun. Jumlah itu berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Nomor: PE-03.03/SR/SP-319/D5/02/2023 tanggal 6 April 2023 yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar