Desak Hentikan Wacana Penambahan Kodam, Imparsial: Boros Anggaran!

Rabu, 24/05/2023 11:23 WIB
KontraS ungkap 227 kasus kekerasan anggota TNI terhadap masyarakat sipil sepanjang 2018 sampai 2021 (Merdeka)

KontraS ungkap 227 kasus kekerasan anggota TNI terhadap masyarakat sipil sepanjang 2018 sampai 2021 (Merdeka)

Jakarta, law-justice.co - Imparsial dengan tegas mendesak rencana penambahan komando daerah militer (kodam) di 38 provinsi di Indonesia dihentikan.

Direktur Imparsial, Gufron Mabruri menilai penambahan Kodam hanya akan menimbulkan sengkarut pengelolaan keamanan dalam negeri dan berdampak buruk bagi demokrasi.

"Lebih dari itu, penambahan Kodam untuk seluruh provinsi di Indonesia juga sebagai bentuk pemborosan anggaran pertahanan negara di tengah terbatasnya anggaran untuk pemenuhan dan modernisasi alutsista kita saat ini," kata Gufron dalam keterangan tertulisnya, Selasa (23/5).

Gufron juga mengatakan penambahan Kodam di semua provinsi lebih menyiratkan adanya sebuah kehendak untuk melanggengkan politik dan pengaruh militer. Hal itu berkaca pada rezim Orde Baru yang fokus memperkuat TNI.

Kata dia, kodam hingga koramil akan lebih banyak disibukkan untuk mengurusi persoalan politik, sosial masyarakat dan isu keamanan dalam negeri, bukan fokus ke tugas pokoknya dalam menghadapi ancaman eksternal dari negara lain.

"Mengingat pengalaman historis di era Orde Baru ia lebih berfungsi sebagai alat politik kekuasaan, bukan untuk pertahanan negara," ujarnya.

Gufron pun mengingatkan agenda reformasi 1998 yang mengamanatkan kepada otoritas politik, dalam hal ini Pemerintah dan DPR untuk merestrukturisasi komando teritorial, yaitu eksistensi kodam hingga koramil di level yang paling bawah.

Penghapusan Koter juga secara tersirat telah diamanatkan dalam Penjelasan Pasal 11 Ayat (2) UU TNI menyatakan:

"Dalam pelaksanaan penggelaran kekuatan TNI, harus dihindari bentuk-bentuk organisasi yang dapat menjadi peluang bagi kepentingan politik praktis. Pergelarannya tidak selalu mengikuti struktur administrasi pemerintahan."

"Dengan dasar tersebut, eksistensi komando teritorial mestinya dihapuskan, bukan ditambah dan disesuaikan mengikuti jumlah provinsi di Indonesia," kata Gufron.

Oleh sebab itu, kata Gufron, Pemerintah dan DPR harus segera melakukan restrukturisasi komando teritorial (Kodam hingga Koramil) dan digantikan dengan model postur dan gelar kekuatan militer yang lebih kontekstual dengan dinamika ancaman dan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan.

Dia juga menilai pemerintah harus mereformasi sektor keamanan. Imparsial mendesak agar Presiden Joko Widodo juga turut memperhatikan permasalahan tersebut dengan mengevaluasi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

"Presiden harus mengevaluasi Menhan mengingat banyak kebijakan yang dibuat Menteri Pertahanan memundurkan agenda reformasi TNI 1998, termasuk salah satunya rencana penambahan Kodam di seluruh provinsi," tuturnya.

Sebelumnya, Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman mengungkapkan wacana penambahan kodam berkaca pada keberadaan kepolisian daerah (daerah) di tiap Provinsi seluruh Indonesia.

Dudung mengaku rencana penambahan kodam itu diperoleh usai dirinya bertemu dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

"Menyampaikan kepada Kepala Staf AD, ini perlu dibuat kodam karena polisi kan dulu ada tipe A, tipe B, tipe C. Tipe C itu (dipimpin) kolonel, tipe B brigjen, tipe A itu mayjen. Sekarang (kepala) polisi di setiap provinsi sudah bintang dua semua. Nah sementara angkatan darat masih kolonel, danrem-nya itu," ujar Dudung kepada wartawan di Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Bantul, DIY, Senin (22/5).

Mantan Pangdam Jaya itu mengatakan bahwa wacana tersebut menyesuaikan dengan tuntutan perkembangan zaman.

 

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar