Dinno Patti Djalal: Perang Rusia Ukraina Dorong Tatanan Dunia Baru

Rabu, 17/05/2023 20:40 WIB
Mantan Wakil Menteri Luar Negeri, Dino Patti Djalal (IG @dinopattidjalal)

Mantan Wakil Menteri Luar Negeri, Dino Patti Djalal (IG @dinopattidjalal)

Jakarta, law-justice.co - Eks Wakil Menteri Luar Negeri Dino Patti Djalal menilai perang Rusia Ukraina menunjukkan ada perbedaan sudut pandang di antara negara-negara melihat tatanan dunia. Dia menekankan celah ini dapat dimanfaatkan negara kekuatan menengah, seperti Indonesia, Turki, Brasil, Australia, hingga Korea Selatan.


“Perbedaan pandangan, akan membuat kekuatan negara menengah mengembangkan dinamika kerja sama mereka,” kata Dino saat dalam diskusi bersama think-tank Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) soal peran negara menengah di Jakarta Selatan, Rabu (17/5/2023)

Rusia mengumumkan operasi militer pada Februari 2022, untuk membasmi apa yang disebutnya sebagai nasionalis ekstrem di Ukraina. Moskow juga menyalahkan aliansi militer Barat yang diyakininya terus berekspansi sampai mengancam pertahanan Rusia.

Barat menyebut invasi Rusia ke Ukraina tidak dapat dibenarkan. Negara-negara seperti Amerika Serikat dan Inggris membantu Ukraina dengan mengirim pasokan senjata serta memberlakukan sanksi ekonomi kepada pelaku bisnis dan elit yang terkait dengan Kremlin.

Dino mencontohkan Turki sebagai negara dengan kekuatan menengah dalam perang Rusia Ukraina. Yang dimaksud mantan menlu era presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu adalah upaya Ankara dalam menengahi kesepakatan panganan di antara Moskow dan Kyiv, bersama PBB.

Peran yang sama dan lebih berkelanjutan juga dapat terus didorong oleh MIKTA adalah kemitraan kekuatan menengah informal seperti MIKTA yang terdiri dari Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki, dan Australia, atau BRICS – Brazil, Afrika Selatan, India, minus Cina dan Rusia.

Asalkan, menurut Dino, negara-negara yang tergabung dalam kerja sama tersebut punya arah tujuan yang jelas, bukan cuma sekedar pelengkap ruang di sela forum G20. “Arah tujuan yang jelas (dalam kerja sama seperti Mikta), bakal menuntut pada kerja sama yang kuat,” kata Dino.

Celah yang sama juga dapat dilihat negara-negara menengah di kawasan dalam menghadapi ketegangan Amerika Serikat dan Cina di Indo-Pasifik. Ketegangan hubungan diplomatik di antara Amerika Serikat dan Cina dalam beberapa tahun ini menyeret potensi konflik ke kawasan.

Sikap kedua negara soal Taiwan jadi pembeda besar. Washington curiga soal dukungan Beijing ke Rusia, yang tengah melancarkan invasi ke Ukraina. Klaim suport itu dibantah Cina.

“Kompleksitas situasi memerlukan gagasan dan partisipasi dari semua negara,” kata Kepala Badan Strategi Kebijakan Kementerian Luar Negeri Yayan Ganda Hayat Mulyana dalam diskusi yang sama.

 

(Kiki Agung\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar