Polemik Impor Kereta Bekas, Siapa Bermain?

Ratusan Miliar Anggaran Belanja Kereta Bekas Rawan Bancakan

Sabtu, 08/04/2023 10:34 WIB
Ilustrasi: Penumpang menunggu KRL Commuter Line. Robinsar Nainggolan

Ilustrasi: Penumpang menunggu KRL Commuter Line. Robinsar Nainggolan

law-justice.co - Ketergantungan ekosistem kereta api listrik (KRL) Jabodetabek dimulai sejak tahun 2000. Mulanya adalah hibah KRL Toei seri 6000 dari Pemerintah Kota Tokyo untuk pemerintah Indonesia.

Tercatat 72 unit kereta yang dihibahkan oleh Jepang. Kereta ini diperuntukkan untuk kereta ekspres. Kereta bekas itu terbukti cukup awet beroperasi hingga belasan tahun di jalur Jabodetabek.

Kereta ini tergolong legendaris, karena merupakan KRL berpendingin (AC) eks-Jepang pertama yang beroperasi di Indonesia. Kereta ini juga menandai dimulainya era modernisasi KRL Jabotabek.

Kereta asal Jepang umumnya didesain untuk masa pakai hingga 50 tahun. Namun, ketika kereta memasuki usia 30 tahun, biaya perawatannya menjadi semakin mahal. Atas pertimbangan mahalnya biaya perawatan operator-operator kereta di Jepang, mereka menghancurkan atau menjual kereta-kereta bekasnya.

Selanjutnya pihak Jepang tak lagi memberikan hibah kereta bekas. Anehnya, justru KAI membeli kereta bekas dari Jepang sejak 2004. Tak heran jika kemudian oleh media Jepang The Mainichi, Indonesia disebut sebagai gudang kereta bekas dari Jepang. Julukan demikian tak terlepas dari relasi ketergantungan Indonesia terhadap Jepang dalam penyediaan KRL di Tanah Air.

Memasuki 2023, wacana impor KRL bekas digaungkan oleh PT Kereta Commuter Indonesia (KCI). KCI menyampaikan rencana impor 29 rangkaian kereta bekas untuk operasional Kereta Rel Listrik (KRL) 2023-2024. Direktur Utama PT KCI, Suryawan mengatakan, 10 rangkaian kereta bekas akan didatangkan dari Jepang tahun ini, dan sisanya 19 rangkaian pada tahun 2024.

"Untuk kebutuhan 2023-2024 yaitu kebutuhan sebanyak 10 trainset di 2023 dan 19 trainset di 2024, PT INKA menyatakan belum sanggup saat itu, karena informasi pada saat kita pembicaraan di awal, 2022, mereka butuh waktu kurang lebih 32 bulan saat itu," kata Suryawan dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI, Senin (27/3/2023).

Meskipun KCI tidak merilis nilai impor secara resmi, namun diperkirakan untuk biaya impor saja bakal menelan Rp12 milyar per trainset. Artinya, KCI harus mempersiapkan dana setidaknya Rp 348 milyar untuk 29 trainset. Tentunya masih ada biaya yang harus keluar dari kocek KCI, seperti misalnya biaya upgrade gerbong. 

Sebelumnya, anak usaha BUMN dari PT Kereta Api Indonesia (KAI) itu diketahui melayangkan surat permohonan impor ke Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada September 2022. Impor KRL bekas diminta PT KCI dalam jumlah besar, sebanyak 348 unit. Ratusan unit digadang-gadang untuk menambal kesediaan armada layak yang menipis, sebab 10 rangkaian kereta akan pensiun pada 2023 dan menyusul 19 rangkaian kereta pada 2024.    

Ratusan KRL bekas Jepang yang minta diimpor berusia 29 tahun atau pembuatan pada 1994 silam, dengan seri E217 buatan produsen besar kereta api dari Jepang bernama East Japan Railway Company (JR East). Dari 348 unit, PT KCI mengklaim butuh kereta bekas tua itu sebanyak 120 unit untuk operasional 2023 dan sisanya untuk 2024. Impor ratusan unit KRL bekas ini disebut KCI sebagai hal mendesak karena menyangkut nasib 200 ribu penumpang yang diklaim terancam tidak bisa terlayani.  

Permintaan impor ini yang kemudian menjadi polemik. Ketika pihak PT KCI bersikukuh ingin impor KRL bekas, tetapi pihak Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tidak mendukung karena dianggap tidak sejalan dengan fokus pemerintah yang ingin meningkatkan produksi dalam negeri serta substitusi impor melalui Program Peningkatan Pengguna Produk Dalam Negeri (P3DN).

Vice President Corporate Secretary PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) Erni Sylvianne Purba mengungkapkan impor KRL bekas Jepang mendesak untuk dilakukan segera. Alasannya, untuk memenuhi kapasitas angkut, di mana pengguna jasa KRL pada tahun 2025 diprediksi bisa mencapai 2 juta orang per hari.

"Nah, yang sangat urgent, bagaimana sebenarnya kapasitas angkut. Karena kita tahu, tahun 2025 pengguna jasa KRL diprediksi bisa mencapai 2 juta (per hari)," kata Anne sapaan akrabnya.

"Adapun jumlah kereta yang akan dikonservasi sebanyak 10 pada tahun 2023, dan 19 pada tahun 2024," kata Anne melalui keterangan pers yang diterima Law-Justice. Anne menuturkan bila KCI telah melakukan Forum Group Discussion (FGD) terlebih dulu dengan melibatkan stakeholders dari kementerian, pengamat dan komunitas pengguna commuterline. 

"Hasilnya, impor kereta bukan baru memang menjadi pilihan utama untuk menggantikan kereta-kereta yang dikonservasi," ujar Anne.

Menurutnya, ada pilihan lain dengan meng-upgrade teknologi pada kereta yang akan dikonservasi. Namun, pilihan tersebut butuh waktu 1-2 tahun untuk pengerjaannya. Selain itu, dia menyebut pihaknya telah berdiskusi dengan PT Industri Kereta Api atau INKA , Jepang, dan Spanyol terkait sharing upgrade teknologi ini. 

KCI telah meneken nota kesepahaman atau MoU dengan PT INKA untuk pengadaan KRL baru produksi lokal. Total 16 trainset senilai Rp 4 triliun itu dipesan KCI ke PT INKA. MoU yang ditandatangani sejak 2022 itu menyepakati kereta akan dapat dioperasikan pada 2025-2026.

Sementara itu, kereta bekas yang akan diimpor tidak akan langsung digunakan untuk operasional commuterline. Namun, akan dilakukan upgrade pada gerbong-gerbongnya. "Misalnya, mengganti AC di dalam kereta, bangku-bangku di setiap kereta, dengan barang-barang yang memiliki tingkat TKDN (Tingkat Komponen Dalam) yang tinggi," tutur Anne.

Menurut hitungan KCI, setelah interior dan eksterior kereta tersebut diganti, TKDN setiap train set kereta menjadi 40 persen. Jumlah ini berada di atas standar yang ada. "Semua produk yang digunakan merupakan produk dalam negeri. Saat ini KAI Commuter masih belum mendapat izin untuk kereta bukan baru tersebut," ungkap Anne.

Selama proses perizinan belum diberikan, KCI akan melakukan optimalisasi rekayasa pola operasi agar operasional perjalanan commuter line tetap melayani para pengguna di seluruh lintas Jabodetabek atau Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Adapun pengguna commuter line per hari mencapai 800 ribu orang.

Penumpang PT KCI tahun 2020. (Annual Report PT KCI Tahun 2020)

Sejak jauh hari, PT KCI diketahui telah mengirimkan Surat Permohonan Dispensasi dalam Rangka Permohonan Persetujuan Impor Barang Modal Dalam Keadaan Tidak Baru kepada Kementerian Perdagangan melalui Dirjen Perdagangan Luar Negeri (Daglu) tertanggal 13 September 2022.

Kemudian pada 28 September 2022, Dirjen Daglu langsung bersurat kepada Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, perihal Permohonan Masukan dan Tanggapan Atas Rencana Impor Barang Dalam Keadaan Tidak Baru oleh PT KCI tertanggal 28 September 2022.

Melalui surat tersebut, PT KCI berencana melakukan impor Barang Modal Dalam Keadaan Tidak Baru (BMTB) berupa 120 Unit KRL Type E217 untuk kebutuhan 2023 dan 228 Unit KRL Type E217 untuk tahun kebutuhan 2024 dengan Pos Tarif/HS Code 8603.10.00. Perlu diketahui bahwa surat tanggapan Dirjen ILMATE berfungsi sebagai Surat Rekomendasi untuk Ditjen Daglu Kementerian Perdagangan melakukan impor KRL bekas pakai yang diminta oleh PT KCI.

Tanpa Surat Rekomendasi tersebut, importasi KRL belum bisa dilakukan. Pada akhirnya Dirjen Daglu mendapatkan surat jawaban dari Dirjen ILMATE Kementerian Perindustrian tertanggal 6 Januari 2023 yang menyatakan, berdasarkan pertimbangan teknis atas rencana impor oleh PT KCI belum dapat ditindaklanjuti.

Salah satu pertimbangan fokus pemerintah adalah meningkatkan produksi dalam negeri serta substitusi impor melalui Program Peningkatan Pengguna Produk Dalam Negeri (P3DN). Dengan kata lain, Kemenperin menolak rencana impor ini dengan alasan KCI harus menggunakan produk lokal buatan PT Industri Kereta Api (Persero) atau INKA.

Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita. (Golkar)

“Jadi dalam lima tahun mereka (KCI) sampaikan ke kami, butuh sekian gerbong, akan kami kawal industri untuk siap," kata Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, kepada wartawan di kantor Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Jakarta Senin (6/3/2023).

Agus mengaku kecewa karena pengajuan impor tersebut disampaikan tidak dari jauh-jauh hari. Dia bahkan mempertanyakan bagaimana sistem perencanaan dilakukan oleh PT KCI. Sebab secara tiba-tiba pihaknya diminta untuk memberikan izin untuk mendatangkan KRL bekas.

“Jangan ujuk-ujuk terus kemudian kami diminta impor barang bekas, terus kami yang disalahkan, kan, gitu. Pertanyaan kami gimana sih perencanaannya? Kok ujuk-ujuk kami dimintain harus segera beri persetujuan impor?" kata dia mempertanyakan.

Agus mengungkapkan Indonesia sendiri sudah melakukan impor kereta bekas sejak 23 tahun yang lalu. Mestinya ini menjadi momentum emas industri dalam negeri untuk mereformasi sektor perkeretaapian nasional, yakni agar produksi dalam negeri bisa berjalan dengan baik.

Soal minimnya perencanaan dan kesan mendadak juga menjadi perhatian Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Gerindra, Andre Rosiade. Dia  menyesalkan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) sebagai penyedia angkutan penumpang KRL Commuter justru minim perencanaan hingga pada akhirnya melakukan impor kereta bekas dari Jepang.

Sebelumnya, sudah diingatkan agar beli kereta bekas disetop dan mengutamakan produk BUMN yakni PT INKA (Industri Kereta Api). Dia menjelaskan, sejak awal Januari 2021 lalu sudah mendapatkan presentasi oleh Dirut INKA kala itu bahwa pabrik INKA di Banyuwangi itu mampu memproduksi.

“Nah katanya kosong, kenapa kosong? Karena memang belum dapat order Pak! Kalau sudah dapat order dari KCI yang ditunggu-tunggu baru mereka beli alat produksi,” kata Andre saat rapat dengar pendapat (RDP) Komisi VI DPR RI dengan PT Kereta Api Indonesia (persero), PT Kereta Commuter Indonesia, PT INKA, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (27/3/2023).

Terlebih, kata legislator Partai Gerindra itu, PT INKA hanya membutuhkan waktu untuk memproduksi selama 18 bulan selesai. Mulai dari membeli alat, mesin hingga suku cadang kereta.

“Tapi, enggak mungkin INKA beli mesin suku cadang kalau order dari KCI enggak (ada). Nah, kalau sudah datang order datang KCI mesin dan semuanya itu bisa selesai,” pungkasnya.

Atas dasar itu menurut Andre, jika pihak INKA dengan jajaran dan direksi baru memprediksi pada tahun 2025 baru bisa berproduksi, masih ada waktu untuk perencanaan tahun 2023 ini. Itu lantaran produksi selesai hanya butuh waktu 18 bulan.

Sementara itu Anggota Komisi VI DPR RI Budhy Setiawan justru menyoroti penerapan tata kelola perusahaan dari PT. KAI yang mengalami keanjlokan dari segi Good Corporate Governance (GCG). Budhy mengatakan salah satu kebijakan yang disoroti adalah terkait wacana impor kereta bekas yang sudah ditetapkan bila pada tahun 2014 kebijakan tersebut dihentikan.

Pasalnya, tentu banyak pertimbangan untuk menghentikan kebijakan tersebut karena diantaranya ada kasus yang melibatkan Dirjen Perkeretaapian saat itu dalam pengadaan kereta bekas dan yang dikorupsi pengirimannya dengan nilainya besar.

"Dari sudut tata kelola perusahaan dimana ada tuntutan untuk menekan belanja impor jadi dimana lisensitifitas para direksi ini untuk mengusulkan kebijakan yang saat itu sudah dihentikan kemudian itu dadakan kembali diusulkan," kata Budhy dalam RDP Komisi VI DPR bersama PT.KAI di Gedung DPR RI, Senin (27/03/2023).

Politisi Partai Golkar tersebut menuturkan bahwa berdasarkan tanggung jawab BUMN ini tentu wajib memenuhi peraturan yang ditetapkan. Namun, Budhy menyebut korporasi ini justru melobi peraturan untuk bisa kembali dibuka kebijakan keran impor tersebut.

"Jadi dimana unsur GCG nya? penerapan GCG ini dari segi transparansi juga ini tidak dijelaskan jadi informasi yang disampaikan ini hanya yang umum saja. dari 5 unsur GCG tiga diantaranya ini jeblok," tuturnya.

Budhy menyatakan dari sudut penerapan tata kelola perusahaan, terutama dari sudut penerapan GCG yakni soal akuntabilitas transparansi dan tanggung jawab dari pengelolaan saham tersebut.

Sebagai mitra dari Komisi VI DPR RI, Budhy menyebut seharusnya perusahaan BUMN terkait harus melaporkan transparansi tata kelola perusahaan ke Komisi VI DPR RI.

"Tentu ini dari sudut akuntabilitas ini tidak memenuhi saya gak tau ini sudah ada perbaikan GCG di era kementerian bumn saat ini mungkin ini indeksnya jeblok, Kami sebagai pengawas dari PT.KAI tentu harus mengetahui setiap detailnya," tutupnya.

BPKP Tolak Impor: Tak Sesuai GCG dan Potensi Mark-up

Menyikapi polemik ini, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan meminta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan audit atau review atas kemauan impor. Tujuanya untuk mengaudit terkait harga KRL bekas dari Jepang dan siapa yang menjualnya.

BPKP bergerak cepat, dua pekan setelah LBP memberikan perintah, hasil audit sudah tuntas. "Yang jelas pada pekan lalu, BPKP sudah menyerahkan hasil audit impor kereta kepada Menkomarves," kata Juru Bicara BPKP Azwad Zamroddin Hakim, Selasa (4/4/2023). 

Merujuk pada hasil audit BPKP yang disampaikan ke Menko Luhut Binsar Pandjaitan pada akhir Maret 2023, juga tidak mendukung kebijakan impor KRL bekas karena sejumlah pertimbangan. 

Pertama, BPKP sepakat dengan Kemenperin dalam kepentingan produksi dalam negeri. BPKP menilai rencana impor KRL bekas dari Jepang tidak mendukung pengembangan industri perkeretaapian nasional sesuai Peraturan Menteri Perhubungan No. 175/2015 yang mengharuskan mengutamakan produksi nasional. Lain itu, BPKP beranggapan, KRL bekas yang akan diimpor dari Jepang tidak memenuhi kriteria sebagaimana barang modal bukan baru yang dapat diimpor sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No. 29 tahun 2021 dan Peraturan Menteri Perdagangan yang mengatur kebijakan dan Pengaturan Impor. 

Faktor berikutnya, menyoal tidak relevannya kebutuhan mendesak penambahan KRL karena alasan lonjakan jumlah penumpang. Menurut BPKP, klaim overload penumpang memang benar, akan tetapi hal itu hanya terjadi saat jam-jam sibuk. Melalui hitung-hitungan BPKP, armada KRL sebanyak 1.114 unit yang kini layak jalan dinilai cukup mengangkut penumpang dengan okupansi tahun 2023 sebanyak 62,75 persen hingga 2025 yang diprediksi okupansi mencapai 83,04 persen.  

Penilaian BPKP berpatokan pada data 2019 yang menunjukkan jumlah armada yang siap pakai sebanyak 1.078 unit, ternyata mampu mengangkut 336,3 juta penumpang. Oleh karena itu, armada sebanyak 1.114 unit semestinya dapat melayani jumlah penumpang yang diperkirakan tembus sebanyak 273,6 juta orang pada 2023. 

Alih-alih kekurangan armada, hasil audit BPKP justru menemukan adanya penempatan rangkaian kereta pada jalur yang tidak sesuai dengan kepadatan penumpang pada jam sibuk. Temuan BPKP merujuk pada tidak sesuainya kapasitas gerbong kereta yang ada di jalur, Bogor dan Cikarang. Ketersediaan gerbong KRL saat jam padat hari kerja di jalur tersebut hanya ada sebanyak 8 gerbong kereta dengan 15 rangkaian kereta. 

Sedangkan, jalur yang relatif tidak begitu padat penumpang pada jam yang sama seperti jalur Serpong dan Tangerang, justru tersedia kereta dalam jumlah lebih banyak, yakni 10 gerbong dengan 26 rangkaian kereta.  

Masalah harga yang kemahalan juga menjadi temuan BPKP. Biaya impor KRL bekas dari Jepang diperkirakan mencapai Rp705,3 juta per keretanya. Jumlah ini sudah biaya keseluruhan yang diterima JR East dengan komponen pekerjaan design, modifikasi, rata-rata nilai buku dan biaya administrasi tanpa biaya transportasi. Dengan asumsi satu unit kereta dimaksudkan untuk satu rangkaian yang berisi 8 gerbong, maka 348 unit kereta menelan ongkos kirim sekitar Rp30,69 miliar. 

Jumlah ongkos kirim tersebut masih bisa lebih tinggi, jika yang menjadi acuannya per unit kereta itu hanya satu gerbong saja. Berarti dibutuhkan dana sekitar Rp245,45 miliar. Biaya bisa lebih besar lagi, jika merujuk temuan BPKP. Sebab kewajaran biaya handling dan transportasi dari Jepang ke Indonesia yang diajukan PT KCI tidak dapat diyakini karena perhitungannya tidak berdasarkan survei harga kekinian. 

Harga pengadaan KRL yang diajukan merujuk biaya tahun 2018, yang hanya ditambah 15 persen. Sedangkan, kapasitas angkut kontainer hanya tersedia dari PT Pelindo dalam ukuran 20 feet dan 40 feet. Sehingga, pengangkutan dan pengiriman kereta harus dilakukan menggunakan kapal kargo khusus yang berarti penghitungan biaya pengiriman seharusnya bukan per gerbong, tetapi kuota angkut per kapal. 

Tak Direkomendasi BPKP, Rencana Impor Batal?

Kemenko Marves melalui Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Septian Hario Seto, sepakat dengan hasil audit BPKP. Jadi, proposal pengajuan KRL bekas Jepang dari PT KCI ditolak. Opsi yang paling rasional selain menunggu KRL buatan INKA, kata Septian, adalah retrofit atas KRL yang ada dan yang akan pensiun.

"Saat ini tidak direkomendasikan untuk melakukan impor. dari hasil reviu BPKP sudah cukup jelas, kita akan mengacu pada hasil reviu," kata Septian pada konferensi pers, Kamis (6/4/2023). 

Menanggapi hal tersebut, Juru Bicara Menteri Perhubungan Adita Irawati menerima rekomendasi dari BPKP tersebut. Dia mengatakan bila saat ini tentu pemerintah harus mencari alternatif lain untuk bisa mengatasi kepadatan penumpang KRL. "Tentu kita harus cari cara lain ya untuk bisa mengatasi itu," kata Adita kepada Law-Justice.

Adita menegaskan bila Kementerian Perhubungan saat ini tetap berfokus pada pelayanan dengan mengutamakan faktor keselamatan. "Ya, bila mengikuti rekomendasi BPKP ini harus dicari juga solusinya,” tegasnya. 

Ia juga menyatakan bila yang terpenting untuk saat ini adalah Stakeholder bisa memaksimalkan prasarana yang tersedia saat ini. Selain itu, Adita juga akan memanggil pihak terkait untuk membahas permasalahan ini secara lebih lanjut. "Jadi kita bisa mengoptimalkan prasarana yang ada dan nanti kita juga akan duduk bareng," ucapnya. 

Pada dasarnya, memang penumpang KRL ini memang terus mengalami kenaikan dan ini tentu harus menjadi fokus bersama pemerintah. Lebih lanjut, Adita menyebut akan membahas permasalahan ini secara lebih lanjut dengan PT KCI. "Jadi kita menyadari kalau penumpang krl juga terus mengalami kenaikan dan ini jadi fokus kita untuk bisa terus melayani masyarakat. kami akan bahas lagi dengan kci langkah kedepannya seperti apa," imbuhnya.

Mendengar adanya hasil audit BPKP yang tidak merekomendasikan impor, pengamat kebijakan publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat satu suara. Menurutnya, produksi dalam negeri melalui BUMN PT Industri Kereta Api (INKA) menjadi kepentingan yang perlu diupayakan. Lantaran hal ini menjadi upaya Indonesia perlahan lepas dari ketergantungan impor KRL bekas Jepang.  

“Kalau kita bisa mengurangi impor, itu KCI bersama pemangku kepentingan lainnya bisa bangga. Kalau masih impor juga ya saya kira tidak ada yang bisa dibanggakan dari KCI ini. Berarti setiap tahun tidak banyak belajar bahwa kita punya pasar yang banyak kebutuhan,” ujar Achmad kepada Law-justice, Rabu (5/4/2023). 

Perlu diketahui, PT KCI dan PT INKA pada Maret 2023 telah menandatangani nota kesepakatan rencana produksi KRL yang diperkirakan rampung pada periode 2025. Dana sebesar Rp4 triliun dianggarkan untuk membeli sebanyak 16 rangkaian KRL. Namun, karena klaim kebutuhan mendesak, maka impor KRL bekas Jepang menjadi opsi pertama PT KCI.

Juru Bicara Menteri Perhubungan Adita Irawati 

Menurut Direktur Asia Tenggara Institute for Transportation & Development Policy (ITDP), Faela Sufa, opsi impor KRL menjadi sebuah keniscayaan di tengah kebutuhan armada yang dianggap kurang dan kapabilitas PT INKA yang dinilai tidak dapat produksi KRL dalam waktu cepat serta masif. Ia mengatakan semangat nasionalisme untuk mandiri, harus diimbangi dengan kemampuan produksi dalam negeri.  

“Kalau pemerintah itu pengen local component atau TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) diprioritaskan, (maka) harus melihat kesiapan kita sendiri. Jangan-jangan memang walaupun sudah dikasih tahu lama, INKA tidak punya kapasitas untuk itu. Pemerintah tidak bisa mengabaikan demand yang sudah ada. Karena harus pertimbangkan juga dampaknya ada sekian juta trip yang terganggu karena ketiadaan armada gerbong KRL,” tutur Faela kepada Law-justice, Selasa (4/3/2023). 

Pemerintah, katanya, hingga kini belum kelihatan visinya dalam menjadikan PT INKA sebagai produsen besar di industri perkeretaapian nasional. Alhasil, berdampak pada kapabilitas dalam memproduksi KRL. Ia tidak melihat pemerintah Indonesia layaknya pemerintah Tiongkok yang fokus pada pembangunan industri secara mandiri. 

“Contoh di Cina, untuk kendaraan listrik, mereka ingin kuasai dunia bahkan 97 persen market itu ada di Cina. Cina memberikan subsidi untuk perusahaan pembuat kendaraan listrik. Jadi kalau memang pemerintah melihat akan ada kebutuhan KRL lebih banyak lagi, maka itu pemerintah harus effort lebih agar PT INKA bisa produksi masif dengan kualitas baik. Jadi Kemenhub pengen punya KRL di berbagai kota di luar Jabodetabek misalnya, itu PT INKA-nya harus disiapkan, mulai dari peningkatan kapasitas produksi, pemberian insentif tertentu biar bisa berproduksi dan bersaing.” urai dia.  

Skeptisme terhadap kemampuan PT INKA, juga datang dari pengamat Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno. Saat dihubungi Law-justice, ia mengatakan opsi impor yang diajukan PT KCI telah melihat berbagai pertimbangan, termasuk kesiapan produksi KRL dalam negeri.

“Melihat kapablitas PT INKA, sanggup tidak, dan itu sudah banyak pertimbangan. Jadi, itu bukan semata pengen impor (KRL) bekas,” kata dia, Selasa. 

Menurut Djoko, hal lain yang perlu diperhitungkan dalam membeli KRL buatan dalam negeri adalah harga yang cenderung lebih mahal dibanding KRL bekas. Semangat nasionalisme boleh saja, akan tetapi harus melihat dampaknya. Sebab, dengan ongkos produksi yang jauh lebih mahal, maka otomatis bakal ada penyesuaian tarif bagi penumpang. 

“Kalau seandainya membeli (dari PT INKA), kemudian itu nanti pemerintah tidak bisa memberikan subsidi, nah nanti yang rugi itu penggunanya karena akan mahal tarifnya. Impor jelas murah, kalau beli baru, kalau tidak subsidi (bisa) 50 ribu” ujarnya. 

Sementara itu, kata Achmad, isu kenaikan tarif KRL karena membeli unit baru bisa jadi akal-akalan belaka. Ada kepentingan di balik isu impor KRL bekas yang seakan dinarasikan tidak berdampak pada kenaikan tarif. 

“Kalaupun nanti akan ada kenaikan tarif KRL, saya kira ini yang mengancam ini punya konflik kepenitngan dari impor KRL. Kalau dia pejabat misal dari KCI, dia seharusnya memikirkan kemandirian ekonomi, kebanggaan produksi dalam negeri. Tapi kalau dia menakut-nakuti, kita perlu periksa, jangan-jangan ada vested of interest dari impor KRL bekas ini,” ujarnya. 

Adapun subsidi KRL pada 2023 ini mengalami penurunan. PT KCI yang mendapat anggaran subsidi 1,8 triliun pada tahun lalu, kini turun menjadi 1,6 triliun. Sehingga muncul wacana kenaikan tarif bagi warga berpenghasilan tinggi. Asumsi yang digunakan PT KCI ialah jumlah penumpang yang semakin naik sehingga tidak dapat sepenuhnya disubsidi.

Pengamat Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno. (RMOL Jawa Tengah)

Menurut Djoko, sejauh ini subsidi KRL oleh pemerintah tidak tepat sasaran. Padahal, subsidi ini bisa dialihkan untuk pengadaan KRL baru alias tidak impor lagi, jika anggaran subsidi bisa efisien. Dalam hitungannya, setidaknya efisiensi anggaran subsidi yang bisa diserap mencapai Rp208,9 miliar hingga Rp496 miliar per tahunnya. Hitungan ini jika mengurangi subsidi pada hari libur atau bukan hari kerja. 

“Tidak perlu hari libur disubsidi karena mereka yang tidak commuter (pengguna harian KRL). Kalau bisa memangkas itu lumayan, bisa sepertiganya subsidinya,” ucapnya. 

Jika dihitung besaran dana subsidi yang dapat diserap, maka setidaknya PT KCI dapat membeli armada baru dari PT INKA kurang lebih 19 rangkaian kereta atau 190 gerbong tiap tahunnya. Merujuk KRL yang akan dibangun PT INKA, disebut satu rangkaian kereta terdiri dari 10 gerbong. Oleh karena itu, harga satu rangkaian keretanya dapat mencapai Rp250 miliar.  

Djoko mengungkapkan ada perbedaan harga yang mencolok antara produksi baru dalam negeri dengan impor kereta bekas. Ini yang menyebabkan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) terus-terusan mengimpor KRL bekas dari Jepang.

"Itu impor cuma ongkos angkut aja kok dari Jepang, cuma Rp 1 miliar/(gerbong) kereta, mudah-mudahan gak naik harganya. Jadi semacam hibah, disana gak dipakai tapi di kita masih bisa kepakai 10 sampai 15 tahun," ungkap Djoko.

Dengan demikian, harga impor 1 rangkaian kereta dari Jepang hanya membutuhkan biaya sekitar Rp 12 miliar. Perbedaannya sangat jauh, namun, kereta tersebut tetap memerlukan biaya tambahan untuk pergantian fasilitas.

Kini, narasi yang berkembang apakah memang benar membeli KRL bekas bakal lebih murah ketimbang produksi KRL dalam negeri. Soal ini, Faela mengingatkan efek turunan dari impor KRL bekas. “Kita beli bekas, lebih murah, tapi berarti biaya maintenance juga ada, mungkin lebih mahal. Jadi mereka (PT KCI) harus hitung secara menyeluruh, operasionalnya juga harus dihitung kalau beli barang bekas,” katanya. 

Senada, Achmad juga menarasikan, “Saya yakin buatan dalam negeri pasti lebih murah karena batas usia kereta bekas ini besar juga dalam operasionalnya. Manajemen KCI ini jangan melihat secara sempit dari price hari ini, tapi kita harus lihat kereta bekas 5 tahun sudah rusak, tapi buatan INKA bisa melebihi dan punya nilai ekonomi lebih murah.”

Rawan Jadi Lahan Bancakan  

Polemik rencana impor PT KCI untuk mendatangkan kereta bekas dari jepang sebagai pengganti 10 rangkaian KRL Jabodetabek pada 2023 ini, dan 16 rangkaian di tahun depan juga mendapat sorotan dari Komisi VII.

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Bambang Haryadi menegaskan bila kebijakan ini tidak sejalan dengan instruksi Presiden Jokowi yang ingin mengutamakan penggunaan industri dalam negeri. 

"Kita punya BUMN produsen kereta PT. INKA, bahkan beberapa negara sudah menggunakan produk mereka. LRT Jabodetabek aja buatan INKA, kok malah ngotot mau beli rongsokan dari jepang” tegas Bambang kepada Law-Justice.

“Ini kendaraan umum untuk rakyat, seharusnya berikan yang terbaik, ternyaman dan teraman. Masa pengadaan kendaran untuk para pejabat aja baru, kok kendaraan umum untuk rakyat dibelikan rongsokan. Ironis sekali,” sambungnya.

Politisi Partai Gerindra tersebut menyatakan mendukung langkah Kemenperin yang belum menyetujui importasi kereta bekas tersebut. Pasalnya, perlu kajian lebih lanjut dari semua aspek keamanan, kelayakan dan juga aspek teknis lainnya karena ini barang bekas. "Jangan sampai baru dipakai sebulan sudah mogok, namanya barang bekas,” ucapnya.

Bambang menyatakan bila sebaiknya memaksimalkan produksi PT. INKA yang notabenenya perusahaan negara dengan memesan jauh jauh hari. "Padahal sudah tahu kebutuhan untuk KRL jabodetabek jatuh tempo tahun ini dan tahun depan. Kok PT. KCI yang juga BUMN lebih ngotot impor kereta bekas dari jepang," imbuhnya.

Iapun tidak heran bila Presiden Jokowi kerap kali jengkel dengan kebiasaan melakukan impor barang. Pasalnya, memang bila Industri di Indonesia ini mempunyai potensi untuk bisa memenuhi kebutuhan yang ada saat ini. “Pantesan Presiden Jokowi sampai gemas dengan  kebiasaan impor barang, yang sebenarnya di Indonesia sendiri sudah diproduksi bahkan sudah dipakai Negara lain. Dan saya lihat dari website PT. INKA produknya sudah dipakai Bangladesh, Filipina, Malaysia, Thailand, Singapura dan Australia dan juga LRT Jabodetabek” pungkasnya.

Anggota Komisi V DPR RI Muhammad Fauzi turut memberikan tanggapan soal wacana untuk melakukan impor kereta bekas oleh KCI. Fauzi mengatakan terkait dengan Kemenhub yang mendukung melakukan impor kereta bekas untuk KCI ini tentu perlu dipertimbangkan secara matang.

Salah satu yang menjadi titik fokus adalah terkait kelayakan dari kereta bekas tersebut apakah masih layak pakai atau tidak. “Soal rencana tersebut tentu pemerintah perlu mempersiapkan secara matang apakah barang tersebut masih layak pakai atau tidak,” kata Fauzi kepada Law-Justice.

Politisi Golkar tersebut menuturkan dalam melakukan impor kereta bekas tersebut jangan melihat karena dari murahnya saja. Pasalnya, bila berbicara soal transportasi asa dua poin penting yang harus menjadi perhatian. Pertama soal kenyamanan masyarakat dan kedua soal keamanan dari barang tersebut.

“Jadi jangan sampai hanya lihat murahnya saja karena bekas karena bicara soal transportasi ada dua faktor yang harus diperhatikan yaitu kenyamanan dan keamanan jadi ini perlu dipertimbangkan,” tuturnya.

Legislator daerah pemilihan (Dapil) Sulawesi Selatan III tersebut juga menyatakan dua aspek tersebut harus terpenuhi. Selain itu, umur dari kereta tersebut juga harus menjadi pertimbangan oleh pihak pihak terkait supaya tidak terjadi polemik di kemudian hari.

Ia pun mengaku tidak mempermasalahkan wacana untuk melakukan impor kereta bekas tersebut asalkan mempertimbangkan dua aspek tersebut. “Soal umur dari Kereta tersebut juga perlu dipertimbangkan. Jadi selama masih layak pakai dan dua unsur tadi terpenuhi ya silahkan saja,” ucapnya.

Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron 

Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron juga menegaskan bila pada intinya Fraksi Demokrat tidak menyetujui impor kereta api bekas. Pasalnya, selain secara ekonomis tidak menguntungkan ini juga tidak memberi keuntungan untuk produksi industri dalam negeri.

"Ini juga soal martabat bangsa masa kita jadi pembuangan sampah sekarang kan banyak barang barang bekas dari luar masuk ke indonesia masa setiap kebutuhan harus pake barang bekas," kata Herman kepada Law-Justice.

Politisi yang akrab disapa Kang Hero ini juga menegaskan sudah ada rekomendasi dari BPKP untuk tidak melakukan impor kereta bekas. Jadi, ujar Hero kalau bisa kereta ini sebaiknya industri bisa melakukan produksi sendiri untuk kedepannya. 

"Jangan sampai kita gak setuju tapi industri dalam negeri juga tidak mempersiapkannya jadi jatuhnya kan lip service," tegasnya.

Politisi Partai Demokrat ini juga menegaskan bila sepanjang negara mampu memproduksi dan mampu menggunakan kereta baru sebaiknya produksi sendiri.

 "Sehingga menurut saya PT KCI harus harus meyakinkan juga bila ada kebutuhan mendesak perlu dipertimbangkan secara matang. Kalau bisa sih yang baru," tutupnya.

Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman. (Tagar)

Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman, dalih kebutuhan mendesak yang digaungkan PT KCI dalam rencana impor KRL bekas ini perlu diwaspadai sebagai gelagat korupsi.

“Rencana pengadaan itu kan bisa beli bekas atau baru, tapi kok ini langsung bilang beli bekas. Berarti kan sebenarnya ada maksud. Dan selalu pada posisi dugaan penyimpangan itu dimulai dari kalimat, bahwa ini mendesak,” katanya saat dihubungi Law-justice, Kamis (6/4/2023). 

Dia menambahkan, mendesak ini seakan-akan menabrak aturan, mengesampingkan segala macam. Justru karena mendesak itu kemudian dipakai sebagai psikologis untuk melegalkan hal-hal yang diduga tidak legal.

Ia juga mengatakan, potensi bancakan bisa saja terjadi, jika dikaitkan dengan momen politik tahun depan yang membutuhkan aliran dana tidak sedikit. “Apalagi ini jelang pemilu, dikhawatirkan ada orang yang mencari anggaran untuk pemilu. Ujungnya ada konflik kepentingan, KKN,” tuturnya.  

Hal senada disampaikan Achmad Nur Hidayat. Dia juga mewanti-wanti adanya potensi bancakan. Ia merujuk kasus korupsi pengapalan KRL hibah dari Jepang pada 2006. Saat itu, eks Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Soemino Eko Saputro, divonis 3 tahun bui karena bersalah menyetujui penunjukan langsung kepada Sumitomo Corporation dalam proyek pengangkutan kereta bekas tersebut senilai Rp48,7 miliar. Dalam kasus ini, adik Menteri Perhubungan, Hatta Rajasa saat itu, Achmad Hafiz Thohir, juga disebut ikut bermain dalam proyek hibah ini. 

“Kalau impor ini, ya pasti ada permainan. Ya saya kira ini rahasia umum bahwa dalam proses impor ini ada orang yang mendapat manfaat. Temuan adanya korupsi di 2006 yang menurut investigasi media melibatkan kerabat menteri, itu jadi salah satu pegangan buat kita, presiden agar mengambil sikap tegas,” ujar Achmad. 

Terlebih, katanya, potensi korupsi bisa saja terendus dalam laporan BPKP sehingga kemungkinan besar menjadi pertimbangan lain mengapa impor tidak direkomendasikan. 

“Ini besar kaitannya ada vested of interest atau bancakan dari berbagai pihak. BPKP ini kan bukan audit barang saja, tapi mengaudit apakah ini ada permainan atau tidak, sebagai langkah pencegahan tindak korupsi,” ucapnya.

Saat dihubungi Rabu (5/4/2023) kemarin, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga kini mengaku belum mengendus adanya potensi korupsi pada impor KRL ini. “Saya belum ada info, nanti saya coba tanya-tanya” kata Plt. Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu yang tidak merespons perkembangan pencarian informasi hingga berita terbit. 

Lebih murah, ternyata tak berarti bebas dari upaya korupsi. Seperti halnya dalam proyek pengadaan kereta impor ini. Proses yang selalu dibuat mepet, sehingga seolah-olah terjadi urgensi dan mendesak segera impor.

Menurut riset, kereta bekas di Jepang yang sudah kadaluwarsa tidak boleh beroperasi. Sehingga pilihan dari opertor adalah memusnahkan (demolish) kereta tersebut alias diperlakukan sebagai limbah. ‘Limbah’ inilah yang kemudian secara periodik diimpor oleh KCI.

Selain berpotensi membunuh industri dalam negeri, impor semacam ini sebenarnya sudah dilarang. KCI selalu berdalih kepentingan penumpang. Ratusan miliar uang kita sudah melintas ke Jepang untuk kereta bekas ini.

BPKP dalam hasil auditnya menemukan bahwa indikasi mendesak tersebut tak beralasan. Audit justru menemukan adanya pelanggaran GCG, sebab dalam perhitungan BPKP armada yang ada ternyata masih mampu untuk mengatasi penumpang. Justru, manajemen yang tidak tertiblah yang menyebabkan adanya fenomena seolah over-capacity.

BPKP dan juga BPK mestinya segera menindaklanjuti Hasil Audit BPKP ini dengan melakukan audit investigasi secara komprehensif terhadap pengadaan kereta bekas dari Jepang ini.

Jika pada saat diberikan hibah saja, ternyata KPK menemukan adanya korupsi untuk pengadaan transportasi dan asuransinya. Tentunya, tak menutup kemungkinan hal serupa juga terjadi setelah keran hibah ditutup diganti dengan impor.

 

 

 

 

(Tim Liputan Investigasi\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar