Pekerja Tak Digaji, Direksi & Komisaris Indofarma Berlebih Tunjangan

Sabtu, 27/04/2024 18:09 WIB
Ilustrasi: Karyawan Indofarma merupakan pihak yang paking terdampak dari kerugian BUMN Farmasi ini. (Suara)

Ilustrasi: Karyawan Indofarma merupakan pihak yang paking terdampak dari kerugian BUMN Farmasi ini. (Suara)

Jakarta, law-justice.co - Hingga menjelang akhir April 2024, ribuan pekerja PT Indofarma (Persero) Tbk belum menerima gaji secara penuh. Serikat pekerja perusahaan pelat merah tersebut, lantas mempertimbangkan untuk menempuh jalur hukum. Teranyar, serikat pekerja menempuh langkah tripartit di Kemenaker. Namun, mediasi yang dipimpin Kemenaker dengan mempertemukan pihak manajemen Indofarma dan serikat pekerja belum membuahkan hasil berarti bagi kejelasan gaji pekerja.

“Kami tetap disuruh kerja, (tapi) kami tidak dikasih bensin, tidak dikasih makan (merujuk pada gaji). Ketika kami bicara dengan direksi, putar-putar saja (diskusi tak berarti), enggak ada solusinya. Lalu kemana kami akan teriak bahwa kami baju yang BUMN ini nyatanya sampai detik ini kami lapar,” kata Ketua Serikat Pekerja Indofarma Meida Wati dalam forum tripartit di Kemenaker pada Selasa (23/4/2024).

Selain gaji, Indofarma juga dikatakan Meida telah menunggak tunjangan, asuransi hingga pembayaran BPJS Ketenagakerjaan. Bahkan, BPJS Ketenagakerjaan tidak lagi dibayarkan dalam 3 tahun belakangan. Adapun bicara soal gaji pokok, Indofarma disebut mencicil gaji karyawannya. Pada Januari, perusahaan mencicil hanya 50 persen dari total gaji. Februari, gaji dibayarkan berdasar tingkat golongan pekerja dengan kisaran 50-90 persen. Lain itu, perusahaan juga mangkir bayar dana serikat pekerja dalam 10 bulan terakhir. 

Sedangkan pada Maret, para pekerja harus menelan pil pahit. Sebab, perusahaan tidak sama sekali membayarkan gaji. Hal yang sama juga diprediksi terjadi pada April ini.

Dalam pernyataannya di depan pihak kementerian dan manajemen Indofarma, Meida bilang bakal terus menagih hak pekerja yang dibiarkan terkatung-katung oleh perusahaan. “Di belakang kami 1.100 pekerja Indofarma teriak. Kalau sampai akhir bulan ini (April) ada tindakan, kami akan bersikap. Kami akan teriak bahwa kami berbaju BUMN, faktanya kami tidak bisa makan,” ujarnya.

Dalam rekaman mediasi yang diterima Law-justice, pihak Kemenaker hanya merespons secara diplomatis. “Kami di sini men-support. Momen hari ini bagian dari upaya kami memberikan perhatian. Kami coba menggali lebih dalam, ini yang akan kami laporkan kepada pimpinan. Nanti langkah-langkah apa yang serikat pekerja harapkan, itu akan kami usahakan. Dirjen sudah dengar masalah ini,” ujar seorang perwakilan Kemnaker dalam rekaman.

Di saat ribuan pekerja tak menerima gaji, ternyata direksi dan komisaris Indofarma sempat menerima tunjangan berlebih yang tidak sesuai ketentuan. Hal ini diungkap BPK dalam laporannya. Penerimaan tunjangan yang tak sesuai ketentuan ini terjadi dalam periode 2018-2019 saat direktur utama kala itu dijabat oleh Arief Pramuhanto dan Komisaris Utama dijabat Siswanto serta komisaris independen diemban Teddy Wibisana. Untuk nama yang terakhir disebut masih menjabat sampai kini.

Berdasarkan hasil pemeriksaan atas dokumen pembayaran asuransi purna jabatan pada, BPK menemukan adanya kelebihan pembayaran tunjangan asuransi purna jabatan dewan komisaris dan direksi sebesar Rp498.452.050. Ketidaksesuaian pembayaran tunjangan asuransi ini karena tiga hal, pertama tunjangan dibayarkan berdasar faktor pengkali 13 bulan dalam setahun. Padahal merujuk regulasi, jumlah fakgtor pengali seharusnya hanya 12 tahun karena dasar perhitungannya adalah gaji yang diterima dalam setahun.

Kedua, kelebihan bayar karena pembayaran premi asuransi dibayarkan berdasar gaji yang sebelum dikurangi iuran BPJS. Sehingga menyebabkan tunjangan yang dibayarkan lebih banyak.

Berikutnya, premi asuransi dibayarkan tidak sesuai masa jabatan. Dalam perhitungan auditor negara, terdapat pembayaran kepada direksi dan komisaris di luar masa jabatannya.

Selain direksi dan komisaris Indofarma, BPK juga mengungkap ada kelebihan bayar tunjangan asuransi purna jabatan terhadap direksi maupun komisaris dari anak perusahaan Indofarma, yakni PT Indofarma Global Medika (IGM). Jumlahnya mencapai Rp608.736.798. Sehingga kalau ditotal kelebihan bayar Indofarma dan anak perusahaannya mencapai miliaran rupiah. Pola penyimpangan yang berujung kelebihan bayar tunjangan pun serupa.

Terungkap juga dalam laporan BPK bahwa ada tunjangan transportasi terhadap komisaris dan direksi PT IGM maupun Indofarma, yang semestinya tidak berhak didapat mereka. Jumlah tunjangan yang menyimpang ini mencapai Rp149 jutaan.

(Rohman Wibowo\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar