Copot Status Perlindungan Eliezer, LPSK Dinilai Lakukan Langkah Tepat

Minggu, 12/03/2023 14:31 WIB
Alasan Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E mengeksekusi Yosua karena tidak bisa menolak perintah Ferdy Sambo yang saat itu menjabat Kadiv Propam Polri, jenderal bintang 2. Richard Eliezer Pudihang Lumiu mendengarkan dakwaan dari jaksa penuntut umum dalam sidang perdana kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua Hutabarat di PN Jaksel, Jalan Ampera Raya, Jaksel, Selasa (18/10/2022). Robinsar Nainggolan

Alasan Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E mengeksekusi Yosua karena tidak bisa menolak perintah Ferdy Sambo yang saat itu menjabat Kadiv Propam Polri, jenderal bintang 2. Richard Eliezer Pudihang Lumiu mendengarkan dakwaan dari jaksa penuntut umum dalam sidang perdana kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua Hutabarat di PN Jaksel, Jalan Ampera Raya, Jaksel, Selasa (18/10/2022). Robinsar Nainggolan

Jakarta, law-justice.co - Tindakan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mencabut perlindungan Richard Eliezer (RE) usai wawancara dengan Kompas TV adalah langkah tepat.

Penilaian itu terlontar dari anggota Kajian Pusat Kajian Permasyarakatan di Politeknik Ilmu Pemasyarakatan (Poltekip), Reza Indragiri dalam pernyataan resmi, Sabtu (11/3).

"Terhadap seorang JC (justice collaborator) yang telah salah membawa diri, status JC-nya memang sudah sepatutnya dicabut," ujar Reza.

"Dengan sikap salah kaprah yang dia peragakan, RE sama sekali tidak layak lagi memperoleh perlakuan istimewa. Jadi LPSK mengambil langkah tepat," katanya.

Menurut Reza, secara hukum status Richard adalah terpidana pembunuhan berencana dan masa hukuman pidana dia masih berlangsung. Meskipun di sisi lain, dia mendapat peringanan hukuman bahkan status JC.

Reza juga tidak melihat Richard sebagai polisi ideal dan belum memiliki prestasi yang gemilang.

"Dia belum layak menjadi sosok penegak hukum yang menginspirasi. Sebaliknya, RE adalah potret anggota kepolisian yang lemah dan berperilaku salah," imbuhnya.

Status dan kondisi yang melekat di Richard seharusnya membuat dirinya melihat dunia dengan kacamata narapidana.

Orang-orang di sekitar Richard, kata Reza, juga perlu terus mengingatkan akan status eks anak buah Ferdy Sambo itu hingga masa pemenjaraannya berakhir.

"RE harus selalu berpikir tentang bagaimana membayar kerugian yang telah masyarakat tanggung akibat memiliki aparat kepolisian yang ironisnya sekaligus pernah berstatus sebagai narapidana," ucap dia.

Reza kemudian mempertanyakan motivasi Richard yang bersedia tampil di media. Tak hanya itu, dia juga membandingkan insiden ini dengan eks polisi yang sempat viral karena joget, Norman Kamaru.

Norman, menurutnya, masih sempat memberikan kegembiraan ke banyak orang meski dianggap mengambil jalan yang keliru.

"Jadi, apa yang RE bayangkan ingin dia capai dengan muncul di media selagi masih berstatus narapidana? Apa pula yang pantas dia bagikan kepada pemirsa?" tutur Reza.

LPSK sebelumnya resmi mencabut perlindungan terhadap narapidana kasus pembunuhan Richard Eliezer karena wawancara dengan Kompas TV.

Tenaga Ahli LPSK Syahrial mengatakan tindakan itu bertentangan dengan perjanjian LPSK dengan Richard. Hal tersebut juga dinilai bertentangan dengan aturan dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban.

LPSK telah menyurati pihak Kompas TV agar tak menayangkan wawancara tersebut. Mereka menilai ada bahaya yang bisa diterima Richard saat tayangan itu rilis.

Sementara itu, Pemimpin Redaksi Kompas TV Rosiana Silalahi menegaskan wawancara dengan Richard sudah sesuai prosedur.

Dia mengatakan, Kompas TV telah mengantongi izin dari kuasa hukum Richard dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

 

 

 

 

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar