Kisah Buoy Alat Deteksi Tsunami: Disahkan SBY dan Dihentikan oleh BRIN

Jum'at, 03/02/2023 05:09 WIB
Cara kerja alat pemantau tsunami (Ina-Tews) Buoy yang dikembangkan BPPT atau BRIN. (Kompas).

Cara kerja alat pemantau tsunami (Ina-Tews) Buoy yang dikembangkan BPPT atau BRIN. (Kompas).

Jakarta, law-justice.co - Program pemantauan Tsunami (InaTEWS) yang menggunakan alat disebut buoy resmi dihentikan operasinya oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Seperti diketahui, program yang melindungi masyarakat Indonesia dari tsunami itu kini tidak lagi beroperasi karena dihentikan oleh BRIN.

Padahal sistem peringatan dini terhadap bencana tsunami itu merupakan kemajuan dan wujud kesiapsiagaan untuk mengurangi dampak dari bahaya gempa bumi dan tsunami.

Simak fakta-fakta nasib alat peringatan tsunami yang telah dihentikan oleh BRIN berikut ini.

Apa Itu InaTEWS?

Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS) menggunakan alat bernama buoy yang merupakan alat terapung pendeteksi tsunami.

Alat ini berfungsi untuk mengawasi dan mencatat perubahan tingkat air laut di samudera yang dipasang di beberapa titik di Indonesia seperti Laut Jawa, Sumatera, Flores, Maluku dan Banda.

Alat buoy tsunami ini sempat tidak berfungsi karena rusak dan hilang sejak 2012 hingga 2018. Kemudian di akhir 2019, pemerintah meluncurkan Ina-Buoy terbaru yang dilengkapi sensor pendeteksi tekanan bawah air laut.

Ada empat buoy yang kembali dipasang di Pantai Selatan Jawa Timur, Pantai Selatan Jawa Tengah, Selat Sunda dan Pelabuhan Benoa Bali.

Buoy ini sendiri berada dan beroperasi di 13 lokasi di seluruh Indonesia. Salah satunya berada di perairan di dekat Gunung Anak Krakatau (GAK).

Cara Kerja InaTEWS

InaTEWS punya dua sistem pemantauan di darat dan laut. Sistem pemantauan InaTEWS di darat terdiri dari jaringan seismometer broadband dan Global Positioning System (GPS).

Sedangkan sistem pemantauan di laut terdiri dari buoy, tide gauge, CCTV, kabel bawah laut, dan radar tsunami yang sedang dalam tahap pengembangan.

InaTEWS berbagi tugas dengan BMKG untuk mendeteksi tsunami. Pembagian tugasnya adalah BMKG yang akan mengoperasikan jaringan seismometer, akselerometer, CCTV, dan radar tsunami.

Kemudian BIG (Badan Informasi Geospasial) mengoperasikan GPS dan tide gauge. BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) mengoperasikan buoy dan kabel bawah laut.

Setelahnya ada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang akan mengoperasikan radar tsunami.

Dengan menggunakan Decision Support System (DSS), InaTEWS mampu mengolah informasi dari sistem pemantauan darat dan laut tentang resiko tsunami setelah gempa. Setelah data itu diverifikasi, peringatan dini tsunami dapat dikeluarkan oleh BMKG.

BMKG hanya perlu waktu lima menit untuk mengeluarkan peringatan dini ancaman tsunami. Hal itulah yang membuat BMKG mengeluarkan status "awas", "siaga", dan "waspada".

Sejarah InaTEWS

InaTEWS diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk melindungi masyarakat Indonesia dari tsunami. SBY meresmikan Tsunami Early Warning System (TEWS) pada 11 November 2008.

TEWS diciptakan usai Aceh dihantam gempa dan tsunami paling mematikan pada tahun 2004 yang menewaskan lebih dari 200 ratus ribu orang. Setahun setelah itu, Indonesia mencanangkan InaTEWS pada pertengahan 2005.

InaTEWS adalah proyek nasional yang dikoordinasi langsung oleh Kementerian Riset dan Teknologi dengan menggandeng beberapa lembaga seperti BMKG, BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi), LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional), dan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana).

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar