Buntut Sengketa Tanah di Citra Maja Banten

Lahan & Rumah Bisa Disita, Nasib Konsumen Citra Maja Raya

Sabtu, 10/12/2022 12:50 WIB
Lahan di Citra Maja Raya

Lahan di Citra Maja Raya

Jakarta, law-justice.co - Kasus sengketa tanah dan investasi di kawasan Citra Maja, Lebak, Banten berbuntut panjang. Bekas Kepala BPN Lebak pun harus bertanggung jawab dan dibui oleh Kejaksaan Tinggi Banten karena terbukti menerima gratifikasi pengurusan sertifikat tanah dengan nilai belasan miliar.

Sayangnya, kasus ini diduga akan berdampak kepada konsumen yang sudah membeli dan berinvestasi di Perumahan Citra Maja. Karena lahan yang sudah didirikan rumah tersebut akan disita oleh Kejaksaan.

Tak hanya itu, tanah yang digunakan oleh pengembang untuk dijadikan perumahan Citra Maja Raya juga menjadi aset yang dikerjasamakan antara perusahaan PT Harvest Time yang merupakan perusahaan di bawah PT Hanson International Tbk. PT Hanson Intenasional Tbk ini terlibat investasi bodong dengan nilai triliunan dalam kasus PT Jiwasraya dan Asabri yang melibatkan pemiliknya Benny Tjokro.

Akibat sengketa itu, sebagian tanah yang sudah disulap menjadi kawasan Citra Maja Raya, Kecamatan Maja, Kabupaten Lebak, Banten terancam disita.

Pasalnya, Maria Sofiah dan PT Harvest Time kalah dalam proses kasasi di Mahkamah Agung (MA) atas kepemilikan tanah seluas 5.819.378 meter persegi dengan PT Equator Majapura Raya.

Menjelis hakim yang diketuai Syamsul Ma’arif diantaranya memutuskan menghukum Maria Sopiah dan PT Harvest atau pihak lain untuk menghentikan aktivitas atau kegiatan diatas tanah PT Equator Majapura.

Dalam keputusan Mahkamah Agung itu ada belasan lokasi tanah yang terancam disita. Berikut diantaranya blok tanah yang terancam disita yaitu berada Desa Curug Badak dengan nama Blok Binong, Blok Cewak, Blok Ranca Letik, Blok Cirukam, Blok Pangasinan, Blok Makam Gede, Blok Seusepan, Blok Cipining, Blok Dukuh Hangit, Blok Kebon Kopi, Blok Ranca Cabe, Blok Ranca Berem, Blok Sumur Batu, Blok Pasir Cipining, Blok Cadas Konali, Blok Leuwipanjang, Blok Curug Nini, Blok Cipondok.

Sedangkan lokasi lahan di Desa Pasir Kembang berada di Blok Rajab, Blok Cipahet, Blok Ranca Wiru, Blok Ranca Palem, Blok Tajur, Haur Dapung. Dalam blok yang tercatat untuk disita tersebut, sudah berdiri ratusan rumah dan ruko serta sekolah.

Kronologi sengketa tanah Citra Maja Raya
Sengketa antara Grup Equator (PT Equator Majapura Raya, PT Equator Kartika, PT Equator Satria Land Development) dan PT Harvest Time telah berlangsung sejak 2016 lalu di pengadilan.

Grup Equator mengklaim memiliki izin lokasi di wilayah yang disengketakan (di Desa Curug Badak, Desa Mekarsari, Desa Padasuka, Desa Pasir Kembang, Desa Buyut Mekar, dan Desa Cidadap) sejak 1995. Ketiga perusahaan Grup Equator itu memberikan kuasa kepada Maria Sopiah (MS) untuk membebaskan lahan sekaligus mengurus sertifikatnya.

Dalam perjalanannya, Maria Sopiah dituding melakukan wanprestasi karena tidak mempertanggungjawabkan penggunaan dana dari Equator dalam pembebasan lahan. Pada 1997, pihak Equator mencabut kuasa atas Maria Sopiah dan sudah disampaikan kepada BPN dan Bupati Lebak.

Grup Equator lalu menghentikan rencana mengembangkan properti di Lebak karena badai krisis tahun 1998. Grup Equator lalu mengetahui lahan yang dimilikinya tiba-tiba berpindah tangan kepada Hanson usai melantai di bursa saham.

Proses gugat menggugat karena tanah
Pada 14 April 2016 lalu, Grup Equator resmi melayangkan gugatan perdata di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) dengan nomor perkara 250/Pdt.G/2016/PN JKT.SEL pada PT Harvest Time, MS, Kantor Pertanahan Kabupaten Lebak, dan sejumlah kepala daerah di Banten.

Sementara isi tuntutan adalah menuntut pengadilan menyatakan sah atas perbuatan para penggugat (Grup Equator) dalam transaksi jual-beli 1.584 bidang tanah seluas kurang lebih 581,94 ha yang dilaksanakan pada 1997. Tanah itu diketahui terletak di enam desa, yaitu Curug Badak, Mekarsari, Padasuka, Pasir Kembang, Buyut Mekar, dan Cidadap.

Pada 28 Desember 2017, PN Jaksel memenangkan Grup Equator. Dalam keputusannya, PN Jaksel juga menyatakan jual-beli lahan seluas 581,94 ha yang dilaksanakan Grup Equator pada 1997 adalah sah.

Pengadilan juga menyatakan Kepala Kantor Pertanahan Lebak Banten telah melanggar hukum. MS dan PT Harvest Time juga harus membayar kerugian materiil para penggugat senilai Rp 1,16 triliun secara tanggung renteng.

Para tergugat itu kemudian mengajukan banding. Saat proses banding atas putusan PN Jaksel tengah berlangsung, muncul gugatan di PN Rangkasbitung oleh Benny Tjokro terhadap Maria Sophia beserta Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Lebak pada 28 Maret 2018.

PN Rangkasbitung lalu mengabulkan gugatan Benny Tjokro selaku penggugat. Tak terima dengan hal ini, Grup Equator lalu mengajukan banding di tingkat kasasi pada 2020.

Mahkamah Agung lalu mengabulkan gugatan Grup Equator
Pengadilan memutuskan Kantor Pertanahan Kabupaten Lebak untuk menghentikan segala proses pengurusan atau penerbitan sertifikat ke atas nama PT Harvest Time atau atas nama pihak lain yang memperoleh hak dari MS dan/atau PT Harvest Time.

Pengadilan juga memerintahkan MS, PT Harvest Time, atau siapapun yang memperoleh hak ataupun ijin dari MS dan/atau PT Harvest Time untuk menghentikan segala aktivitas atau kegiatan-kegiatan di atas tanah Grup Equator. Keputusan itu sudah inkrah atau mempunyai kekuatan hukum tetap dan karenanya harus dijalankan.

Kejagung Bakal Sita Citra Maja Raya
Di tengah prahara sengketa tanah, tanah yang disengketakan PT Harvest Time dan Grup Equator termasuk dalam aset sitaan Kejaksaan Agung (Kejagung) karena Benny Tjokro. Benny Tjokro tercatat sebagai Direktur Utama PT Harvest Time pada waktu itu. PT Harvest Time juga merupakan cucu usaha PT Hanson International Tbk yang dimiliki Benny Tjokro.

Benny Tjokro juga menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan dana PT Asabri (Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata RI) dan Jiwasraya. Ia diketahui telah dituntut hukuman pidana mati dalam kasus Asabri. Sejumlah asetnya pun telah disita oleh Kejagung karena kasus itu, termasuk kawasan perumahan Citra Maja Raya di Lebak, Banten.

“Sebenarnya tanah itu sudah disita pada saat proses penyidikan. Nah, setelah proses penyidikan sudah ada putusan pengadilan yang sudah inkrah bahwa tanah itu dirampas untuk negara,” kata Direktur Eksekusi, Upaya Hukum Luar Biasa, dan Eksaminasi (Diruheksi) pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Undang Mugopal, pada Law Justice, Kamis, 8 Desember 2022.

“Jadi, masuknya barang rampasan. Nah, putusannya sudah putusan inkrah. Jadi, nggak bisa diapa-apain lagi, harus segera dieksekusi kemudian dilelang,” sambungnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan persoalan gugat menggugat antara PT Harvest Time dan Grup Equitor bukan masalah Kejagung karena termasuk urusan privat.

“Masalah gugat menggugat itu bukan urusan kita. Urusan kita mah urusan pidana. Masalah gugat menggugat kan urusan privat,” jelas Undang, sapaannya.

Undang memaparkan, penyitaan yang dilakukan oleh Kejagung adalah sita eksekusi. Artinya, objek sitaan itu nanti akan dilelang dan hasilnya dipakai untuk membayar uang pengganti pada negara.

Sementara terkait rumah-rumah yang sudah dibangun di tanah itu, menurut Undang akan ada verifikasi lagi oleh Pusat Pemulihan Aset (PPA) sebelum dilakukan lelang. Untuk diketahui, semua aset hasil sita eksekusi akan diserahkan ke PPA untuk proses lelang.

“Nah, sebelum diproses lelang, nanti diverifikasi lagi oleh Pusat Pemulihan Aset, termasuk soal rumah tadi. Bagaimana ini prosesnya? Melanggar aturan atau tidak?” ungkap Undang.

“Nanti tim dari Pemulihan Aset gitu. Jadi, kalau kaitan dengan gugat menggugat itu kan ranahnya perdata. Kalau kita, jaksa, tugasnya melaksanakan putusan pengadilan. Kalau pengadilan bilang harus dirampas ya harus dirampas,” lanjutnya menegaskan.

Terkait aset sitaan, Kejagung ternyata tidak mengawasinya secara langsung. Menurut Undang, Kejagung bakal menitipkan pada pejabat setempat.

“Setiap kita melakukan sita eksekusi, barangnya dititipkan ke pejabat setempat, ke camat atau ke tokoh masyarakat di situ sebagai saksinya. Nanti camat yang mengawasinya terus mensosialisasikan ke masyarakat, terus tidak boleh dipindahtangankan,” pungkasnya.

Nasib Konsumen Pemilik Rumah Citra Maja
Ahli properti Panangian Simanungkalit mengatakan, jika secara hukum sudah inkrah, maka pengembang atau developer harus mengembalikan uang konsumen.

“Kalau secara hukum itu sudah inkrah, sudah diputuskan, ya dia harus kembalikan uangnya,” kata Panangian pada Law Justice, Rabu, 7 Desember 2022.

“Dia harus mengembalikan uangnya karena kan sudah sempat diambil uangnya, tapi ternyata secara legal dia bukan pemiliknya. Dia harus mengembalikan dong,” sambungnya.

Jika pengembang tidak mau mengembalikan uangnya, lanjut Panangian, maka konsumen harus menuntut haknya. Konsumen bisa membuat pengaduan ke Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

Menurutnya, konsumen bisa memakai jasa appraisal untuk menentukan harga rumah. Ini untuk mengantisipasi harga terlalu murah yang ditawarkan pengembang saat mengembalikan uang konsumen.

“Appraisal itu penilai, profesi penilai. Karena gini kalau pengembang yang bayar kan bisa aja harga murah,” ujar Panangian.

“Itu nggak adil. Jadi, si pembelinya yang merasa tanahnya bukan haknya penjual, dia harus menuntut supaya ganti rugi, kasarnya itu adalah hasil penilaian harga pasar hari ini,” lanjutnya.

Namun, ia menjelaskan, secara hukum kasus semacam itu jarang terjadi. Ia pun mencontohkan pengembangan Bumi Serpong Damai (BSD).

“Secara hukum itu nggak pernah terjadi. Karena apa? Karena kan pembebasan hak. Contoh, BSD 6 ribu hektar dibangun tahun `84, kebetulan saya dulu waktu membuka lahan pertama kali saya di situ, sampai hari ini nggak pernah ada sengketa. Jadi, ini jarang terjadi begini-beginian, dalam pengembangan skala besar itu belum terjadi,” tegas Panangian.

“Jadi, mungkin pembelian lahan dan pembebasan lahan waktu dulu itu tidak menggunakan sertifikat yang .... pokoknya tidak secara legal, ternyata ada lapisan tanah di bawahnya,” sambungnya.

Ia melanjutkan, hal ini bukan karena kurangnya pengawasan, tetapi karena peliknya persoalan penguasan tanah di Indonesia dari segi hukum. Oleh sebab itu, lanjutnya, sering ditemui kasus sertifikat dobel.

“Bukan hal aneh kalau di Indonesia itu sering ada serifikat yg dobel. Artinya yang satu asli yang lainnya aspal (asli tapi palsu). Jadi, seketat-ketatnya pengawasan kalau terdapat dua sertifikat kepemilikan tanah yang sah giman dong?” ujar Panangian.

“Berarti memang soal dokumen kepemilikan tanah di Indonesia sangat complicated. Ya, betul persoalannya disana (Badan Pertanahan Nasional selaku penerbit sertifikat),” sambungnya.

Menurutnya, tidak ada unsur kesengajaan dari si pengembang. Si pengembang, lanjutnya, yang sudah membayar uang itu baru tahu karena baru dituntut pada 2016.
“Jadi, artinya tidak ada unsur kesengajaan dari sisi pengembangnya. Tapi, ya itulah sistem hukum tanah di Indonesia kelemahannya,” pungkasnya.

Kepala BPN Lebak Jadi Tersangka Mafia Tanah
Sengketa lahan yang terjadi di Citra Maja Raya ini telah menyeret mantan Kepala BPN Lebak Ady Muchtadi (AM) dalam dugaan gratifikasi.

Hal tersebut membuat dua rumah cluster di Perumahan Citra Maja Raya, Kabupaten Lebak disegel Tim Penyidik Kejati Banten.

Dua rumah yang disegel, pertama berada di Perumahan Citra Maja Raya, Cluster Green Ville, Blok A35, No.30, Kecamatan Maja, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten atas nama tersangka Ady Muchtadi.

Rumah kedua yang disegel berada di Perumahan Citra Maja Raya, Cluster Sanur Blok G19, No.26, Kecamatan Maja, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten atas nama Alia Fitri yang merupakan adik tersangka Ady Muchtadi.

Kejati Banten telah menetapkan 4 orang tersangka dalam perkara penerimaan suap dan atau gratifikasi dalam pengurusan tanah pada Kantor Badan Pertanahan Nasional atau BPN Kabupaten lebak tahun 2018- 2021.

Empat orang yang telah tetapkan sebagai tersangka AM, mantan Kepala BPN Lebak; DER, pegawai honorer; Dra S alias MS serta EHP yang diduga calo tanah.

Dari empat tersangka, ada sosok Dra S alias Maria Sopiah yang diduga calo tanah. Perempuan ini terjerat dalam kasus gratifikasi bersama anaknya EHP.

DPR Pertanyakan Penegakan Hukum Mafia Tanah

Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi III DPR-RI Moh. Rano Alfath mengingatkan Kejati Banten agar berhati-hati dalam mengusut setiap kasus.

Rano mengatakan, pada prinsipnya dirinya selalu mendukung langkah Kejati untuk menindaklanjuti temuan kasus tersebut.

“Kita apresiasi respons cepat dan tindak tegas Kejati Banten atas upaya pendalaman dan investigasi yang telah dilakukan terhadap kasus ini hingga menemukan titik terang,” kata Rano kepada Law-Justice.

Legislator PKB itu juga menuturkan bila setiap seseorang yang melakukan pelanggaran dan dianggap merugikan masyarakat. Lembaga Penegak hukum harus berani bertindak dengan perhitungan matang.

Dia menyatakan masih banyak mafia di berbagai bidang, seperti mafia tanah, mafia pelabuhan, mafia bandara, dan mafia pupuk.

"Para mafia yang merajalela telah menghambat proses pembangunan nasional, bahkan keberadaan mafia tanah telah memicu terjadinya banyak konflik sosial dan lahan yang berujung pertumpahan darah di banyak wilayah," tuturnya.

Ia menyatakan bila persoalan mafia tanah harus menjadi salah satu fokus lembaga penegak hukum yakni Kejagung dan Kejati Banten.

Pasalnya, saat ini masyarakat kecil sangat berharap banyak kepada penegak hukum untuk mengusut kasus tersebut.

“Saya senang karena (persoalan mafia) sudah menjadi perhatian khusus Kejaksaan Agung yang membentuk satgas, tapi ini harus ada penyelesaiannya, mafia tanah contohnya. Sekarang masyarakat kecil banyak berharap kepada para penegak hukum," ujarnya.

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mengungkapkan, banyak masyarakat kecil yang menjadi korban kejahatan para mafia.

"Karena yang menjadi korban adalah masyarakat kecil dan lawannya adalah para korporasi besar. Mafia tanah bekerjasama dengan banyak pihak, ini harus menjadi perhatian satgas mafia tanah," ungkapnya.

Saat ini isu mafia tanah, telah menghambat proses pembangunan nasional, sepak terjangnya dapat memicu terjadinya banyak konflik sosial dan lahan yang berujung pertumpahan darah di banyak wilayah.

Bahkan disinyalir, mafia tanah telah membangun jejaring yang merajalela pada lembaga-lembaga pemerintah.

"Pemberantasan mafia tanah telah menjadi hal krusial karena sudah meresahkan," ujarnya.

Mafia Tanah di Tubuh BPN
Law-Justice mencoba untuk menghubungi Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto untuk dimintai keterangan lebih lanjut terkait persoalan mafia tanah di Citra Maja Raya

Namun, hingga berita ini diturunkan Hadi belum memberikan respon terkait persoalan tersebut.

Juru Bicara (Jubir) Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Teguh Hari Prihatono menjelaskan bila ada pejabat BPN yang terlibat dalam kasus tentu akan menjadi syok terapi atau terapi kejut bagi jajaran Kementerian ATR/BPN lainnya.

“Harapan ke depan apa yang dengan kejadian-kejadian belakangan ini mudah-mudahan ini bisa menjadi shock therapy bagi yang lain,” ujar seperti dikutip dari media pada Juli 2022

Teguh menyatakan bila apa yang dilakukan oknum BPN harus menjadi perhatian untuk seluruh jajaran Kementerian ATR.BPN.

Selain itu, pesan dari Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto menyatakan agar jajaran Kementerian ATR/BPN lainnya tidak melakukan pelanggaran yang merugikan masyarakat.

“(Kementerian) ATR/BPN ini di bawah kepemimpinan Pak Hadi (Tjahjanto) tidak akan segan-segan menindak aparat BPN di mana pun yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang ada dan tidak melaksanakan perintah bapak menteri,” tegasnya kepada wartawan.

Teguh juga menegaskan bila lembaganya berusaha semaksimal mungkin untuk memberantas mafia tanah di sisa pemerintahan Joko Widodo yang masih tersisa dua tahun.

Meskipun, terlihat sangat berat untuk menuntaskan persoalan mafia tersebut, namun Teguh menyatakan bila Hadi akan tetap berupaya untuk membereskan persoalan tersebut.

Untuk melakukan percepatan penanganan mafia tanah, Kementerian ATR berupaya melakukan sinergi dengan kementerian lembaga. Salah satunya adalah Kementerian Dalam Negeri dan beberapa Badan Usaha Milik Negara.

"Beberapa sudah diturunkan dalam bentuk MoU antara Kementerian ATR dengan Kemendagri, (juga) dengan institusi penegak hukum dengan BUMN untuk menyelesaikan masalah berkaitan dengan lahan-lahan yang dikuasai," pungkasnya.

Citra Maja Bungkam
Jurnalis Law-Justice Ghivary Apriman mencoba untuk menghubungi pihak Citra Maja Raya terkait kasus sengketa yang terjadi dan nasib konsumen yang lahannya terancam disita.

Pihak Citra Maja Raya belum memberikan banyak tanggapan terkait permasalahan sengketa yang terjadi setelah putusan Mahkamah Agung yang memerintahkan penyitaan aset dan lahan yang beradai di blok Citra Maja Raya.

"Nanti kami teruskan ke divisi terkait," kata Citra Maja Raya saat dikonfirmasi soal keputusan Mahkamah Agung tersebut melalui akun media sosial kepada jurnalis Law-Justice Ghivary Apriman.

Sebelumnya diberitakan, Kejaksaan Agung menyita sejumlah aset Benny Tjokrosaputro dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi di PT Asabri.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus pada saat itu Febrie Adriansyah mengatakan, penyidik menyita 566 bidang tanah milik Benny Tjokro di Maja, Lebak, Banten.

"Penyitaan tanah (aset Asabri) 566 bidang tanah di daerah Maja, Kabupaten Lebak, luas 194 hektar. Semuanya atas nama Benny Tjokrosaputro," kata Febrie di Jakarta kepada wartawan.

BPKP Awasi Kinerja BPN
Deputi Kepala BPKP Bidang Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Perekonomian dan Kemaritiman Salamat Simanullang bahwa di dua tahun terakhir pengawasan BPKP lebih berfokus pada Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang sifatnya mayor. Adapun pengawasan terhadap agraria/pertanahan dan tata ruang memang relatif minim.

“Namun, untuk tahun 2022, kami sudah merumuskan agenda pengawasan yang salah satunya secara khusus untuk proyek TORA (Tanah Objek Reforma Agraria) dan PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap),” ujar Salamat.

Ia menambahkan bahwa pengawasan di tahun 2022 akan cukup berbeda dengan pengawasan lain pada Kementerian ATR/BPN yang pernah dilakukan sebelumnya. Pengawasan yang sebelumnya hanya berlangsung selama lima hari pengawasan, dikatakan Salamat nantinya akan relatif lebih lama.

“Pendekatan nanti kami akan fokus mendalami dua hal tadi (TORA dan PTSL) dengan waktu pengawasan relatif lebih lama bisa sampai dua bulan dan melibatkan Perwakilan BPKP,” lanjutnya. Masukan dari anggota BAKN DPR RI Bachrudin Nasori yang meminta pengawasan BPKP secara khusus pada Kantor Agraria dan Pertanahan (Kantah) Kota Bandung pun akan menjadi masukan dan perhatian bagi struktur penugasan di tahun 2022.

Disampaikan Salamat, dari hasil reviu berkala BPKP atas tata kelola PSN di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang menghasilkan beberapa catatan. Di antaranya, “SDM yang dimiliki Kementerian ATR/BPN belum mencukupi untuk program agraria,” papar Salamat kepada BAKN DPR RI.

Pengawasan lainnya yang telah dilakukan BPKP adalah identifikasi risiko fraud (fraud risk assessment/FRA) atas Program Reforma Agraria pada 26 kantor wilayah dan kantah kab/kota pada tahun 2019.

Kontribusi Laporan : Ghivary Apriman, Amelia

(Tim Liputan Investigasi\Yudi Rachman)

Share:




Berita Terkait

Komentar