Awas Ada Pasal Karet Soal Paham Terlarang di Revisi RKUHP

Sabtu, 03/12/2022 21:19 WIB
Ilustrasi Pasal Karet dalam Aturan Hukum di Indonesia (Kesatu.co)

Ilustrasi Pasal Karet dalam Aturan Hukum di Indonesia (Kesatu.co)

Jakarta, law-justice.co - Menurut Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, menyoroti pasal mengenai paham terlarang di draf Revisi Undang-Undang KUHP.

Menurut YLBHI, pasal itu bersifat sangat multitafsir dan bisa digunakan untuk membungkam suara kritis seperti di era Orde Baru. "Jelas pasal ini sangat karet. Berbahaya sekali," ujar Isnur kepada wartawan, Sabtu (3/12/2022).

Pasal karet yang dimaksud adalah soal Tindak Pidana terhadap Ideologi Negara, yakni Pasal 188. Begini bunyi pasalnya, sebagaimana dimuat di draf dari Kemenkum HAM RI, dalam draf RKUHP (versi tanggal 30 November 2022):

Pasal 188
(1) Setiap Orang yang menyebarkan atau mengembangkan ajaran komunisme/marxisme-leninisme atau paham lain yang bertentangan dengan Pancasila Di Muka Umum dengan lisan atau tulisan termasuk menyebarkan atau mengembangkan melalui media apa pun, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan maksud mengubah atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.

(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) mengakibatkan terjadinya kerusuhan dalam masyarakat atau kerugian Harta Kekayaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.

(4) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengakibatkan orang menderita Luka Berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.

(5) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

(6) Tidak dipidana orang yang melakukan kajian terhadap ajaran komunisme/marxisme-leninisme atau paham lain yang bertentangan dengan Pancasila untuk kepentingan ilmu pengetahuan.

Isnur dari YLBHI mengkritik frasa `paham lain yang bertentangan dengan Pancasila` dalam Pasal 188 ayat (1) dan (6) di atas. Menurutnya, frasa tersebut sangat karet dan bisa ditafsirkan sesuka hati. Salah-salah, pasal tersebut bisa digunakan penguasa, hakim, atau jaksa untuk menjerat pihak yang tidak disukai.

"Istilah `paham-paham lain yang bertentangan dengan Pancasila` ini mengingatkan kita dengan kewajiban `asas tunggal Pancasila` di masa Orde Baru. Saat itu, siapa yang tidak patuh dengan asas tunggal Pancasila maka akan diberangus," kata Isnur.

Menurut Isnur, pasal ini berpotensi menjadi senjata bagi rezim otoriter yang fobia terhadap kritik. Akibatnya, kelompok kritis bisa lebih mudah dituduh bertentangan dengan Pancasila. "Ini secara jelas dan nyata watak otoritarianisme dalam penyusunan KUHP," kata Isnur.

Pihak yang berpotensi rentan kena kriminalisasi pasal ini adalah kelompok-kelompok kritis, juga kelompok keagamaan tertentu yang bisa kena cap militan dan radikal.
 "Ini salah satu contoh pasal yang berbahaya di RKUHP dan mengerikan, memberangus kebebasan orang untuk berpikir," kata dia.

Selain itu, kebebasan pembahasan paham komunisme/marxisme-leninisme dan paham lain demi kepentingan ilmu pengetahuan bisa sulit ditafsirkan di era saat ini.

Demi ilmu pengetahuan, bisa saja orang belajar di internet, di media sosial, menjual buku di tempat umum, atau mengabarkan dalam bentuk berita. Supaya bahaya tidak jadi nyata, maka pasal itu lebih baik dihilangkan saja. "KUHP harus dipertimbangkan kembali dan pasal ini dihapus," tambah Isnur.


(Warta Wartawati\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar