Bawono Kumoro, Peneliti Indikator Politik Indonesia

Pemilu 2024 dan Penjabat Daerah

Sabtu, 26/11/2022 14:40 WIB
Kotak Suara (Law-Justice/Robinsar Nainggolan)

Kotak Suara (Law-Justice/Robinsar Nainggolan)

Jakarta, law-justice.co - Seiring dengan pengesahan tiga provinsi di Papua sebagai daerah otonom baru, pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia telah melantik tiga orang penjabat gubernur.

Tiga orang penjabat gubernur tersebut adalah Apolo Safanpo sebagai Penjabat Gubernur Papua Selatan, Ribka Haluk sebagai Penjabat Gubernur Papua Tengah, dan Nikolaus Kondomo sebagai Penjabat Gubernur Papua Pegunungan. Sebagaimana diketahui, Papua Selatan, Papua Tengah dan Papua Pegunungan merupakan tiga provinsi baru hasil pemekaran ditetapkan masing-masing melalui UU No. 14/2022, UU No. 15/2022, dan UU No. 16/2022.


Kehadiran tiga provinsi baru itu diproyeksikan juga akan disertakan dalam pemilihan umum legislatif tahun 2024. Untuk itu, saat ini pemerintah dan Komisi II DPR RI tengah melakukan pembahasan peraturan pemerintah pengganti undang-undang untuk mengatur penambahan daerah pemilihan di daerah otonom baru di Papua tersebut beserta penambahan jumlah kursi.

Pelantikan tiga penjabat gubernur itu melengkapi enam pejabat gubernur terdahulu yang telah dilantik oleh menteri dalam negeri. Sebelum ini, pemerintah telah menunjuk dan melantik enam penjabat gubernur di lima provinsi untuk mengisi jabatan gubernur telah habis masa jabatan. Enam penjabat gubernur itu adalah Al Muktabar sebagai Penjabat Gubernur Banten, Ridwan Djamaluddin sebagai Penjabat Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, Akmal Malik sebagai Penjabat Gubernur Sulawesi Barat, Hamka Hendra Noer sebagai Penjabat Gubernur Gorontalo, Paulus Waterpauw sebagai Penjabat Gubernur Papua Barat, dan Heru Budi Hartono sebagai Penjabat Gubernur DKI Jakarta.

Sebagaimana diketahui, 24 gubernur dan 248 bupati/wali kota akan habis masa jabatan menjelang tahun 2024. Lantaran pemilihan kepala daerah baru akan digelar serentak pada tahun 2024, kursi kepala daerah definitif akan dibiarkan kosong dan diisi sementara oleh penjabat kepala daerah. Ketentuan itu tertuang dalam Pasal 201 Ayat (9) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah.

Dalam UU No. 10/2016 juga disebutkan bahwa untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur, diangkat penjabat gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan gubernur definitif. Sementara itu, untuk mengisi kekosongan jabatan bupati/wali kota, diangkat penjabat bupati/wali kota yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi pratama sampai dengan pelantikan bupati dan wali kota definitif.

Tidak kurang dari 101 kepala daerah akan lengser dari kursi kepemimpinan daerah karena telah habis masa jabatan pada tahun ini. Kemudian sepanjang tahun 2023 mendatang tercatat 171 kepala daerah lain akan mengakhiri masa jabatan mereka.

Penjabat kepala daerah yang ditunjuk untuk memimpin daerah-daerah tersebut sudah tentu akan menjadi ujung tombak dari setiap pelayanan publik di daerah. Memang, bukan baru kali ini saja diangkat penjabat-penjabat kepala daerah untuk mengisi kekosongan kepemimpinan daerah.


Namun, selama ini masa jabatan dari penjabat kepala daerah umumnya berlangsung relatif singkat, yaitu sepanjang masa kampanye hingga hari pemilihan. Kali ini penjabat daerah memiliki masa jabatan cukup panjang hingga digelar pemilihan kepala daerah pada tahun 2024 untuk menghasilkan kepala daerah definitif baru. Untuk itu, penting sekali bagi publik untuk mengawasi kiprah kepemimpinan mereka.

Pengalaman di masa lalu memperlihatkan kehadiran penjabat kepala daerah tidak jarang melahirkan kerumitan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah meskipun kehadiran mereka bersifat sementara dengan masa jabatan singkat. Karena itu, tidak berlebihan apabila muncul penilaian dari sejumlah pihak kehadiran dari para penjabat kepala daerah dengan masa jabatan cukup panjang kali ini akan lebih berpotensi melahirkan kerumitan-kerumitan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia selama dua tahun mendatang.

Penunjukan lebih dari 200 penjabat kepala daerah selama 2 tahun mendatang akan menjadi ujian sangat tidak mudah bagi keberlangsungan demokrasi Indonesia di tingkat lokal. Jangan sampai penjabat-penjabat kepala daerah ini justru menjadi sumber masalah baru dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, alih-alih menjadi solusi dari kekosongan kursi kepemimpinan di daerah.

Belum lagi pada tahun 2024 juga akan diselenggarakan pemilihan umum untuk memilih anggota-anggota parlemen di tingkat nasional dan di tingkat daerah serta juga pemilihan presiden. Inilah tantangan besar harus dihadapi bangsa ini dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan daerah dan demokrasi di Indonesia selama 2 tahun mendatang hingga terpilih kepala-kepala daerah definitif hasil pemilihan kepala daerah pada 2024.

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar