Mengapa Singapura Punya Andil Besar Jadi Penentu Harga BBM Dunia?

Jum'at, 14/10/2022 07:00 WIB
Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar (Foto: Merdeka)

Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar (Foto: Merdeka)

Jakarta, law-justice.co - Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar menjelaskan salah satu titik penting alur terbentuknya harga BBM di konsumen adalah Singapura sebagai pusat perdagangan minyak dunia. Sebelum merdeka pada 1965, kata dia, Singapura sudah dipilih perusahaan minyak Shell Belanda menjadu pusat distribusi BBM di kawasan Asia.

“Shell membangun tempat penyimpanan (storage), pencampuran (blending) dan pengisian BBM (bunkering) untuk kapal-kapal yang lewat Selat Malaka dan sekitarnya. Secara geografis letak Singapura memang sangat strategis. Kapal-kapal yang berlayar dari Eropa dengan tujuan Asia Timur akan melintasi Singapura,” tulis Arcandra melalui akun Instagram resminya @arcandra.tahar, dilihat Jumat (14/10/2022)

Menurut Arcandra, sebagai pusat distribusi BBM, peran sebagai penyedia storage, blending dan bunkering sudah cukup bagi Singapura untuk menarik kapal-kapal yang lewat untuk singgah. Namun, satu peran yang tercecer untuk mendapatkan nilai tambah yang optimal adalah belum adanya kilang minyak atau refinery. Oleh sebab itu, sejak tahun 1961 hingga 1973, Singapura membangun lima refinery sekaligus.


Soal kebutuhan minyak mentah yang diolah oleh refinery itu, lanjut Arcandra, Singapura mendatangkannya dari negara negara Timur Tengah. Misalnya, Arab Saudi, Kuwait, UAE dan Qatar. Setelah diolah oleh refinery, BBM yang dihasilkan kemudian dijual ke negara-negara sekitar, seperti Jepang, Hongkong, China, Australia dan Indonesia.

“Pertanyaan menariknya, bagaimana Singapura bisa membangun 5 refinery dalam kurun waktu 12 tahun?” ujar Arcandra. Dia menilai, ada banyak faktor yang saling mendukung pembangunannya saat itu. Di antaranya, kejelian Singapura dalam melihat peluang di kawasan Asia.

Akan tetapi, lanjut Arcandra, faktor demand tidak cukup untuk mempercepat pembangunan refinery di Singapura. “Menurut literatur yang kami pelajari, kunci utamanya adalah insentif pajak yang diberikan negara kepada investor yang membangun kilang ini,” kata dia.

Adapun Singapura membebankan pajak selama lima tahun pertama beroperasi. Praktis, pengembalian modal akan jauh lebih cepat sehingga keekonomian projek menjadi sangat baik.

Setelah semua peran sebagai pusat distribusi BBM di Asia tercapai dan terjadi beberapa kali harga minyak yang jatuh dalam, Singapura melihat peluang lain untuk memajukan sektor energi mereka dengan membangun pusat perdagangan minyak dunia di negeri singa tersebut.

Sampai pertengahan tahun 1980-an, pusat perdagangan BBM sudah terbentuk di Singapura. Namun pusat perdagangan minyak mentah (crude) masih dipegang oleh Tokyo.

“Dengan tingginya biaya untuk berbisnis di Tokyo waktu itu dan diperparah oleh sulitnya mendapatkan likuiditas (uang) dari Bank, maka pusat perdagangan minyak mentah perlahan berpindah ke Singapura,” ujar Arcandra.

Akan tetapi, menurut Arcandra, berpindahnya trader minyak ke Singapura bukan hanya lantaran situasi di Tokyo yang kurang mendukung. Kunci utamanya tetap campur tangan pemerintah Singapura untuk kembali memberikan insentif pajak. Di sana, aktivitas perdagangan minyak dan BBM hanya dikenakan pajak 10 persen.

“Dengan kebijakan ini, ditambah dengan kemudahan dan kepastian berusaha maka berbondong-bondonglah trader pindah ke Singapura. Kesulitan dalam hal likuiditas di Tokyo mampu dicarikan jalan keluarnya di Singapura,” kata dia

Arcandra pun menilai campur tangan pemerintah Singapura menjadi kunci utama dalam pembangunan sektor energi. Pemerintah yang jeli melihat peluang dan mengeksekusinya dengan baik melalui kebijakan yang tepat.

“Kesuksesan kebjikan di satu sektor tergantung juga dari dukungan dari sektor lain, terutama sektor keuangan dan perpajakan. Indahnya sebuah sinergi,” kata dia

Melalui ekosistem bidang perdagangan minyak dan BBM yang terbentuk itulah, kata Arcandra, lahirlah pusat perdagangan komoditi lain, seperti bahan tambang dan mineral. “Selanjutnya kita menjadi saksi tumbuhlah Singapura menjadi pusat industri keuangan, IT dan pendidikan,” ujarnya.

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar