Bermasalah, ini Ditemukan BPK di Sistem Non Tunai BI Fast

Selasa, 04/10/2022 15:40 WIB
Bank Indonesia. (Liputan6)

Bank Indonesia. (Liputan6)

Jakarta, law-justice.co - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menyoroti sistem pembayaran ritel non tunai Bank Indonesia Fast Payment atau BI Fast yang diluncurkan sejak 2021. Adapun biaya transfer antarbank dalam BI Fast saat ini sebesar Rp 2.500, lebih murah dibandingkan biaya transfer online Rp 6.500.


Dalam laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2022, BPK menyebut BI belum memiliki pedoman baku untuk menghitung biaya transfer dana dan belum memiliki peraturan mengenai tata cara pengenaan biaya transfer dana sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana.

"Akibatnya, biaya transfer BI Fast tidak transparan dan akuntabel," tulis laporan IHPS I 2022 BPK seperti dikutip, Selasa (4/10/2022).

Atas hal tersebut, BPK merekomendasikan agar Gubernur BI memerintahkan Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran (DKSP) berkoordinasi dengan Kepala Departemen Hukum (DHK) untuk menyusun kebijakan harga sistem pembayaran termasuk transfer dana, sesuai dengan amanat Pasal 68 UU Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana.


Selain itu, dalam Peraturan Dewan Gubernur (PDG) Nomor 18/9/PDG/2016 menyebutkan bahwa untuk pengadaan barang dan jasa dengan nilai lebih dari Rp 250 juta, penyedia wajib memberikan jaminan pelaksanaan sebesar 5 persen dari nilai kontrak induk dan untuk pengadaan dengan nilai penawaran lebih rendah dari 80 persen harga perkiraan sendiri (HPS), maka nilai jaminan dihitung lebih dengan menggunakan dasar penghitungan sebagaimana diatur dalam PDG Nomor 18/9/PDG/2016.


"Sehingga jaminan pelaksanaan atas pekerjaan pengembangan dan pemeliharaan BI-CBS (core banking system) dan pekerjaan pengembangan dan pemeliharaan BI Fast masing-masing kurang sebesar Rp 1,14 miliar dan Rp 4,26 miliar. Akibatnya, BI berisiko tidak terpenuhi haknya apabila penyedia wanprestasi," tulisnya.

Untuk itu, BPK merekomendasikan Gubernur BI agar memerintahkan Kepala Departemen Audit Intern (DAI) untuk memvalidasi kekurangan penetapan nilai jaminan pelaksanaan sebesar Rp 5,40 miliar sesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan memerintahkan Anggota Dewan Gubernur (ADG) Bidang untuk memberikan pembinaan kepada Kepala Departemen Pengelolaan Strategis yang tidak mematuhi ketentuan dalam penetapan jaminan pelaksanaan pekerjaan.

BPK juga menilai, penyusunan HPS pekerjaan pengembangan dan pemeliharaan aplikasi 3-Commercial Off The Shelf (3-COTS) dan BI-Fast tidak memperhitungkan klasifikasi skala perusahaan penyedia. Selain itu, penyusunan HPS atas pekerjaan tersebut mempertimbangkan inflasi untuk komponen biaya jasa personel yang tidak memiliki dasar rujukan.

"Akibatnya, nilai HPS pekerjaan pengembangan dan pemeliharaan aplikasi 3-COTS dan BI-FAST tidak sepenuhnya mencerminkan kewajaran harga," tulisnya.

BPK merekomendasikan Gubernur BI agar memerintahkan ADG Bidang untuk memberikan pembinaan kepada Kepala Departemen Pengelolaan Strategis yang tidak mematuhi ketentuan dalam penetapan HPS dan penetapan Juknis Perencanaan dan Pelaksanaan Pengadaan yang tidak mempedomani PDG Nomor 18/9/PDG/2016.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar