Eks Wamenkumham: Keajaiban Dunia Jika Presiden 2 Periode Jadi Cawapres

Kamis, 15/09/2022 13:05 WIB
Politisi Denny Indrayana (RMOL)

Politisi Denny Indrayana (RMOL)

Jakarta, law-justice.co - Pakar Hukum Tata Negara, Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Denny Indrayana menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak bisa mencalonkan diri sebagai wakil presiden pada Pilpres 2024.

Kata dia, wacana itu berbenturan dengan batasan masa jabatan presiden dua periode yang diatur konstitusi UUD 1945.

"Kalau Presiden Jokowi menjadi wapres (2024-2029), maka Pasal 8 ayat 1 UUD 1945 soal wapres yang menggantikan presiden yang berhalangan berpotensi tidak bisa dilaksanakan," kata Denny melalui keterangan tertulis, Kamis (15/9).

Denny menyampaikan bahwa pasal 7 UUD 1945 jelas membatasi masa jabatan presiden dua periode. Jika Jokowi menjabat wapres, lalu presiden berhalangan, Jokowi akan menjabat presiden tiga periode.

Menurutnya presiden bisa menjadi cawapres pada periode kedua. Kemudian, orang itu bisa kembali mencalonkan diri sebagai presiden pada periode ketiga pemerintahan.

"Faktanya, tidak ada seorang presiden yang pada periode kedua mencalonkan diri sebagai wapres. Kalau ada, itu akan menjadi rekor dan keajaiban dunia kedelapan," ujar Denny.

Sebelumnya, wacana Jokowi menjadi cawapres 2024 bergulir setelah pernyataan Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono.

Fajar berkata konstitusi hanya membatasi masa jabatan presiden dua periode. Tak ada ketentuan mengenai presiden dua periode mencalonkan diri sebagai wakil presiden.

"Kalau itu secara normatif boleh saja. Tidak ada larangan, tapi urusannya jadi soal etika politik saja menurut saya," kata Fajar saat dihubungi CNNIndonesia.com.

Namun, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) tak setuju. Peneliti Perludem Fadhli Ramadhanil mengatakan bahwa presiden dua periode sebaiknya tidak kembali ikut konstestasi pilpres meski menjadi cawapres.

Dia mengamini Pasal 7 UUD 1945 masih bisa diperdebatkan. Namun, Fadhli berada di posisi yang menganggap pasal itu melarang presiden dua periode menjadi cawapres di periode berikutnya.

"Secara normatif, memang ketentuan itu bisa diperdebatkan. Nilai yang terkandung di dalam konstitusi tentu tidak hanya teks, tapi juga ada semangat pembatasan masa jabatan, untuk berjalannya sirkulasi kepemimpinan nasional," kata Fadhli.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar