Dugaan Korupsi dan Kolusi Waskita Karya Grup

Pengawasan Dibuat Lemah, Waskita Digilir Penegak Hukum

Sabtu, 18/06/2022 11:01 WIB
Ya Ampun! Anak Usaha BUMN PT. Waskita Karya Digugat Pailit. (Tribun).

Ya Ampun! Anak Usaha BUMN PT. Waskita Karya Digugat Pailit. (Tribun).

Jakarta, law-justice.co - Dugaan korupsi di BUMN kembali terkuak. Kali ini anak perusahaan PT Waskita Karya, PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP) menjadi incaran Kejaksaan Agung.

Korps Adhyaksa tersebut menduga ada tindak pidana korupsi dan atau penyelewengan dana perusahaan tersebut, dalam kurun waktu 2016-2020.

Tak tanggung-tanggung, penyidik Kejagung menyebut total kerugian negara bisa mencapai Rp1,2 triliun.

Bahkan dari catatan Law-Justice, dalam kurun waktu 10 tahun ini PT Waskita Karya dan anak perusahaanya kerap tersandung kasus dugaan korupsi dan proyek fiktif.

Apakah ini menandakan pengawasan internal BUMN itu lemah? Lantas mengapa Waskita Karya kerap digilir penegak hukum?

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana mengatakan, angka tersebut didapat penyidik setelah menelusuri pelaksanaan penggunaan dana oleh WSBP yang tidak sesuai dengan ketentuan.


Gedung Bundar Kejaksaan Agung

Dana tersebut digunakan dalam sejumlah proyek, selama kurun waktu 2016=2020, yakni

a. Proyek pembangunan Tol Kriyan Legundi Bunder dan Manyar (KLBM).
b. Pekerjaan untuk memproduksi Tetrapod dari PT. Semutama.
c. Terdapat pengadaan batu split dengan penyedia PT. Misi Mulia Metrical (PT. MMM).
d. Pengadaan pasir oleh rekanan atas nama PT. Mitra Usaha Rakyat (PT. MUR).
e. Bahwa terdapat permasalahan atas transaksi jual beli tanah plant Bojanegara, Serang.

Ketut Sumedana menambahkan, jumlah kerugian negara diperkirakan masih bisa bertambah, mengingat hingga kini proses penyidikan masih berlangsung.

"Tunggu perkembangannya , saat ini masih sedang dilakukan pemanggilan-pemanggilan (saksi) untuk mengumpulkan alat bukti," ujar Ketut kepada law-justice.co.

Ia menambahkan, dana yang diduga disalahgunakan oleh PT WSBP berasal dari uang hasil IPO saham anak perusahaan PT Waskita Karya tersebut, pada 2016 lalu, yang berjumlah Rp5,1 triliun.

Dana tersebutlah yang diduga diselewengkan penggunaannya dalam sejumlah sejumlah proyek PT. WSBP.

Jika penyidik Kejagung menemukan kembali dugaan korupsi dan penyalahgunaan dana pada PT WSBP, maka kerugian negara bisa bertambah, setidaknya sampai Rp5,1 triliun, sesuai nominal yang didapat perusahaan tersebut dari IPO saham pada 2016 lalu.

Kejagung kantongi nama sejumlah calon tersangka
Direktur Penyidikan di Direktorat Jamsa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Supardi mengatakan, awal mula Kejagung menyelidiki kasus dugaan korupsi dan penyelewengan dan di PT WSBP, adalah berasal dari laporan masyarakat.

Berdasarkan laporan tersebut, ia dan jajarannya lalu menyelidiki dugaan korupsi tersebut, hingga pada akhirnya menaikkan kasus ini ke penyidikan pada 31 Mei 2022 lalu.

Dan sejak itu, Jampidsus telah memeriksa belasan saksi, termasuk Direktur Utama PT Waskita Beton Precast dengan inisial FRR pada Senin (13/6/2022).

Meski begitu, hingga kini Kejagung belum menetapkan satupun tersangka dalam kasus tersebut.

Supardi beralasan. hingga kini penyidik masih mendalami keterangan dari sejumlah saksi. Meski begitu, ia menyatakan sudah mengantongi sejumlah nama yang berpotensi menjadi tersangka.

Namun ia masih enggan mengungkapnya. Supardi hanya menyebutkan, nama-nama calon tersangka tersebut berasal dari sejumlah saksi yang telah diperiksa.

"Yang berpotensi (menjadi) tersangka rata-rata sudah pernah diperiksa sebelumnya, tapi siapa saja itu nanti," ujar Supardi kepada law-justice.co.

Menanggapi dugaan korupsi dan penyelewengan dana yang diarahkan kepada perusahaannya, PT Waskita Beton Precast tak banyak angkat suara.

Mereka memilih untuk irit bicara dan mengikuti proses hukum yang sedang berjalan.

Dalam keterangan tertulisnya, Corporate Secretary PT WSBP, Fandy Dewanto hanya mengatakan, manajemen WSBP menyatakan mendukung proses hukum yang tengah berjalan di Kejaksaan Agung.

Fandy juga menyatakan, manajemen PT WSBP juga berkomitmen akan kooperatif dalam melewati proses hukum tersebut.


BUMN Waskita Karya

"Manajemen WSBP berkomitmen untuk bersikap kooperatif dengan Kejagung demi penegakan hukum dan perbaikan tata kelola perusahaan menjadi lebih baik," katanya.

Kami berusaha mengorek keterangan lebih lanjut dari PT WSBP mengenai kasusnya yang tengah ditangani Kejaksaan Agung, namun hingga laporan ini disusun Fandy Dewanto tidak membalas pesan WhatsApp yang kami kirimkan. Panggilan telepon kami pun tak juga diangkatnya.

PT WSBP dalam catatan BPK
Tak banyak catatan Badan Pemeriksa Keuangan terhadap PT Waskita Beton Precast yang kami temukan, baik itu melalui Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) maupun Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS), khususnya dalam kurun waktu 2016 hingga 2020.

Nama PT WSBP kami temukan dalam LHP PT Waskita Karya periode 2016-2017 atas Kegiatan Investasi Pengusahaan Jalan Tol.

Namun jalan tol yang dimaksud dalam laporan tersebut adalah pembangunan ruas tol Bekasi Cawang Kampung Melayu (Becakayu).

Tol tersebut tidak terkait dengan lima proyek yang digarap PT WSBP yang didalamnya terdapat dugaan terjadi tindak pidana korupsi dan penyelewengan dana.

Dalam laporan yang lain, nama PT Waskita Beton Precast (WSBP) juga disebut dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas pengelolaan pendapatan usaha, pengendalian biaya dan kegiatan investasi pada PT Waskita Karya, Anak Perusahaan dan instansi terkait di DKI Jakarta, Lampung, Jawa Tengah dan Jawa Timur pada tahun 2016.

Laporan tersebut tidak ada nama lima proyek yang disebut oleh Kejaksaan Agung, yang diduga terjadi tindak pidana korupsi dan penyelewengan dana oleh PT WSBP.

Namun dalam laporan itu disebutkan, PT WSBP memiliki masalah dalam hal pemenuhan kewajibannya dalam membayar utang.

Melalui laporam tersebut diketahui bahwa berdasarkan anak perusahaan PT Waskita Karya tersebut memiliki utang usaha yang jatuh tempo per 31 Maret 2016 sebesar Rp614 miliar.

Utang tersebut terdiri dari utang pemasok, utang sewa alat, utang subkontraktor, utang upah dan utang lainnya.

"Hal tersebut mengakibatkan potensi dan resiko timbulnya masalah hukum dan bisnis dengan pihak-pihak terkait dikemudian hari," demikian bunyi laporan tersebut.

Sementara pada triwulan I 2016 diketahui bahwa arus kas masuk PT WSBP dari aktivitas operasional dan pendanaan sepanjang tahun 2016 sebesar Rp2,1 triliun.

Sedangkan arus kas keluar dari aktivitas operasional sebesar Rp985 miliar dan arus kas keluar untuk investasi sebesar Rp612 miliar. Sementara itu beban pokok pendapatan sebesar Rp507 miliar.

Menurut laporan BPK itu, dalam kondisi tersebut di atas seharusnya PT WSBP bisa mengelola keuangan, termasuk kewajiban (utang usaha) secara efisien sesuai dengan ketentuan dan kebijakan yang berlaku, perjanjian kerja dengan pihak-pihak terkait dan kaidah bisnis yang sehat.

Selain itu, PT WSBP harus dapat membayar setiap utang yang telah jatuh tempo secara tepat waktu.

Dan dalam hal adanya masalah likuiditas atau masalah lain yang dapat dibenarkan secara hukum dan bisnis, PT WSBP dapat melakukan negosiasi pembayaran utang atau mengambil langkah dan tindakan sehingga potensi dan resiko hukum dapat dikendalikan dengan baik.

"BPK merekomendasikan kepada Direksi PT Waskita Beton Precast agar segera menyelesaikan kewajiban kepada pihak-pihak terkait untuk menghindari adanya potensi gugatan secara hukum," demikian bunyi rekomendasi BPK dalam laporan tersebut.

Waskita dalam pusaran korupsi
BUMN PT Waskita Karya pernah terseret kasus dugaan korupsi proyek fiktif yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). JUmlahnya tak sedikit, yakni 14 proyek fiktif sepanjang 2009-2015. Akibatnya negara mengalami kerugian hingga Rp202 miliar. Jumlah ini meningkat dari perhitungan KPK sebelumnya, yakni Rp186 miliar.

Hal itu diungkapkan Ketua KPK, Firli Bahuri, pada Kamis (23/7/2020) lalu di gedung KPK, Jakarta.

Saat itu, Firli mengatakan, selama periode 2009-2015, setidaknya ada 41 kontrak pekerjaan subkontraktor fiktif pada 14 proyek yang dikerjakan oleh Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya.

Sedangkan perusahaan subkontraktor yang digunakan untuk melakukan pekerjaan fiktif tersebut adalah PT Safa Sejahtera Abadi, CV Dwiyasa Tri Mandiri, PT MER Engineering, dan PT Aryana Sejahtera.

Proyek-proyek fiktif itu, yakni:

1. Proyek Bendungan Jatigede (Tipe C tahun 2008-2010 dan Tipe B tahun 2010-2012),
2. Proyek Pembangunan Kanal Timur-Paket 22,
3. Proyek Jasa Pemborongan Pekerjaan Tanah Tahap II Bandar Udara Medan Baru (Paket 2),
4. Proyek PLTA Genyem 2 x 10 MW (Tipe B),
5. Proyek Normalisasi Kali Bekasi Hilir (Tipe B),
6. Proyek Pembangunan Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta Seksi W1 Ruas Kebon Jeruk-Penjaringan Paket 8,
7. Proyek Ramp On/Off Kamal Utara (Tipe C).
8. Proyek Pembangunan Flyover Merak-Balaraja, Proyek FO Tubagus Angke (Rel KA) (Tipe C),
9. Proyek Pembangunan Jalan Tol Cinere-Jagorawi Seksi 1 Timur (Tipe B),
10. Proyek Pembangunan Jalan Layang Non Tol Antasari-Blok M (Paket Lapangan Mabak),
11. Proyek Normalisasi Kali Pesanggrahan Paket 1 (Tipe B),
12. Proyek Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa Paket 2,
13. Proyek Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa Paket 4, dan
14. Proyek Pembangunan Jembatan Aji Tullur Jejangkat.

Dalam kasus tersebut KPK sudah menetapkan lima orang sebagai tersangka, yakni:

1. Direktur Utama PT Waskita Beton Precast yang juga mantan Kepala Bagian Pengendalian pada Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya, Jarot Subana;
2. eks Dirut PT Jasa Marga yang juga mantan Kepala Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya, Desi Aryyani;
3. Mantan Kepala Proyek dan Kepala Bagian Pengendalian pada Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya, Fakih Usman.
4. Kepala Divisi II PT Waskita Karya Tbk periode 2011-2013, Fathor Rachman;
5. Kepala Bagian Keuangan dan Risiko Divisi II PT Waskita Karya Tbk periode 2010-2014, Yuly Ariandi Siregar.

Namun Kejaksaan Agung belum menemukan kaitan kasus yang mereka tangani sekarang, yakni dugaan tindak pidana korupsi dan atau penyelewengan dana perusahaan tersebut, dalam kurun waktu 2016-2020, dengan kasus-kasus yang melilit PT Waskita Karya sebelumnya.

"Kami fokus dengan lima perbuatan atau modus penggunaan uang hasil IPO sebesar Rp5,1 triliun," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana.

Tipikal Korupsi BUMN
Menurut Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), dugaan korupsi di PT Waskita Beton Precast (WSBP) hanya satu contoh dari sekian kasus korupsi yang pernah terjadi di BUMN.

Menurut dia, salah satu penyebab terjadinya korupsi di BUMN adalah sistem pendelegasian pekerjaan atau proyek. Ini artinya, ketika sebuah BUMN diberikan tanggung jawab untuk mengerjakan sebuah proyek, mereka malah meneruskannya kepada subkontraktor.

Boyamin menyebut, model pengerjaan proyek seperti ini justru akan membuka celah adanya permainan atau penyalahgunaan, baik itu dalam hal wewenang maupun anggaran, sehingga terbuka peluang terjadinya korupsi.

"Ketika sebuah BUMN mendapatkan tender mengerjakan sebuah proyek, misalnya infrastruktur, mereka memberikannya kepada subkontraktor yang biasanya harganya lebih murah. Disinilah biasanya terjadi permainan-permainan," ujar Boyamin kepada law-justice.co.

Boyamin juga menyoroti mengenai pengawasan di internal BUMN. Tak ragu ia mengatakan, pengawasan internal BUMN sangat lemah. Hal ini disebabkan komisaris tidak menjalankan fungsi pengawasan yang benar, karena tak sedikit jabatan tersebut diberikan kepada orang yang tidak tepat. Diantaranya orang-orang yang memiliki kepentingan, yang sebenarnya tidak memiliki kemampuan untuk menjalankan fungsinya sebagai komisaris.

Menurut Boyamin, hal ini kemudian bisa mengakibatkan, komisaris tersebut malah terlibat dalam pekerjaan-pekerjaan teknis yang seharusnya dilakukan oleh direksi.

"Oknum komisaris tersebut sudah digaji besar untuk melakukan fungsi pengawasan, tetapi malah menitipkan pekerjaan atau proyek kepada eksekutif, misalnya titip pekerjaan untuk percetakan atau titip supplier untuk konsumsi, hingga untuk vendor-vendor yang lebih besar," terang Boyamin.


Boyamin Saiman MAKI

Menurut dia, hal inilah yang perlu diawasi oleh pemerintah, dimana posisi komisaris harus dikembalikan fungsinya ke semula, yakni sebagai pengawas, sehingga potensi terjadinya korupsi di BUMN dapat ditekan.

ia juga menegaskan, hingga kini korupsi di BUMN masih ada dan terus berulang, karena masih ada saja pihak-pihak yang menganggap BUMN sebagai sapi perah.

Menurut Boyamin, hal ini dianggap sejak dulu, biasanya BUMN "diperah" dalam momen-momen tertentu, mulai dari suksesi, seperti minta sponsor hingga minta pekerjaan atau proyek dari pihak-pihak tertentu yang berkepentingan.

"Biasanya dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kekuasaan, bisa kekuasaan politik, bisa juga kekuasaan dalam jabatan yang lain. Sampai sekarang hal itu masih terjadi," ujar Boyamin.

Pengawasan Internal Bobrok

Waskita Karya kerap kali dipercaya untuk mendapatkan proyek dari pemerintah.

Seperti diketahui sebagian besar proyek di pemerintah Jokowi terutama jalan tol dikerjakan oleh Waskita Karya.

Meski begitu tidak jarang juga bila BUMN karya ini kerap kali mengalami kerugian.

Bahkan kerugian tersebut mengindikasikan terjadinya praktik korupsi dalam korporasi tersebut.

Salah satu yang mempertanyakan penyebab kerugian dari Waskita Karya adalah Anggota Komisi VI DPR RI Achmad Baidowi.

Ia mempertanyakan penyebab Waskita Karya bisa mengalami kerugian yang besar hingga mencapai Rp 7,3 triliun.

Pasalnya, ia menyebut bila seharusnya BUMN Karya tersebut justru bisa meraup untung bukannya rugi.

Berdasarkan data yang diperoleh Law-Justice, laporan Keuangan Waskita Karya pada periode 2015-2020, laba bersih PT Waskita tahun 2017 naik signifikan dari Rp1,8 triliun menjadi Rp4,2 triliun.

Hal tersebut mengalami pertumbuhan sebesar 133,3% di saat yang bersamaan PT Waskita Karya pada saat itu mengalami sentimen negatif karena kasus yang tengah diselidiki Kejaksaan Agung

"Di sini mulai terlihat profitabilitas tidak berkorelasi dengan kualitas dan keamanan proyek konstruksi. Biaya operasional antara 2016-2017 tumbuh 80,3% tidak berbanding dengan kenaikan laba bersih 133,3%," ujarnya kepada Law-Justice.

Politisi PPP yang akrab disapa Awiek ini juga mengatakan bila pengembangan bisnis yang paling signifikan dapat mempengaruhi laba tahun 2017 berasal dari kontrak investasi jalan tol yang dilakukan melalui anak usaha (69%), lalu kontrak dari BUMN dan BUMD (16%), pemerintah (10%), dan swasta (5%).

Sementara itu hampir sebagian besar anak usaha Waskita yang bergerak di bidang tol mengalami kerugian di 2017.

"Misalnya, PT Waskita Transjawa Toll Road rugi Rp412 miliar, PT Cimanggis Cibitung rugi Rp23,9 miliar, PT Trans Jabar tol rugi Rp1,1 miliar, PT Pejagan Pemalang Tol Road rugi Rp151 miliar. Anak usaha jalan tol yang untung PT Pemalang Batang Tol Road Rp928 juta bahkan tidak sampai Rp1 miliar," kata Awiek.

Awiek menuturkan bahwa hal itu diperparah dengan kerugian dari anak usaha Waskita, yakni Waskita Toll Road kerugian pada tahun 2017 naik dari Rp85,2 miliar menjadi Rp352 miliar di saat perusahaan induk mencetak laba yang tinggi.

"Ini artinya tidak ada korelasi antara kontrak investasi jalan tol yang disebut sebagai sumber pendapatan perusahaan sementara anak usaha tol-nya mengalami kerugian yang naik pada periode sama," ungkapnya.

Terkait utang, Awiek menyebut terjadi pelunasan utang obligasi tahun 2017 senilai Rp1,17 triliun padahal sebelumnya di 2016 tidak ada pelunasan utang dari obligasi.

Sementara penerbitan obligasi tahun 2017 nilainya Rp4,6 triliun atau naik hampir dua kali lipat dibanding 2016 (Rp2,9 triliun). Meskipun sebagian untuk membayar utang obligasi di tahun yang sama, masih ada selisih Rp3,43 triliun.

"Jumlah penerbitan utang yang besar dalam satu periode laporan keuangan. Sementara itu, kas dan setara kas terhadap total utang jangka pendek pun menyusut, indikasi manajemen utang yang mulai tidak sejalan dengan ketersediaan cash flow perusahaan," tuturnya.

Angka ini mulai berusaha dinaikkan pada 2018-2019 tapi risikonya menjadi masalah pada 2020 di mana rasio kas dan setara kas terhadap utang jangka pendek langsung turun ke 2,51%.


Mantan Kepala Divisi I PT Waskita Karya periode 2008-2012 Adi Wibowo (tengah) berjalan keluar usai menjalani pemeriksaan (Antara/Aprilio Akbar)

"Kenaikan profitabilitas diasosiasikan dengan revaluasi aset tidak tepat. Pada 2017 surplus revaluasi aset tetap hanya Rp2,3 miliar. Angka ini memang naik dari sebelumnya defisit Rp4,5 miliar. Tetapi surplus dianggap tidak berkontribusi signifikan ke laba perusahaan. Dengan demikian, masalah utama yang dihadapi sehingga membuat BUMN karya ini merugi bukan hanya total utang yang naik, karena sudah terjadi sejak 2015 (Rasio utang) terhadap modal saat itu 212,3%," ucapnya.

Terkait dengan problematika yang kini terjadi di Waskita, ia menyebut ada masalah pada pengelolaan arus kas atau likuiditas jangka pendek.

"Ini perlu diklarifikasi oleh Waskita, apakah profit yang dihasilkan hanya di atas kertas bukan penerimaan dalam bentuk cash ke perusahaan? Atau apakah ada dugaan skandal di balik kerugian Waskita itu?," ucapnya.

Selain rugi besar, dalam laporan keuangan perusahaan tahun 2020, Waskita juga terlilit utang Rp89,011 triliun dan beban bunganya Rp4,7 triliun. Sekarang Waskita malah menargetkan penerimaan pendanaan sebesar Rp15,3 triliun dari pinjaman perbankan maupun penerbitan obligasi atau sukuk.

"Pinjaman ini perlu dipertimbangkan lagi, dihitung secara cermat, agar perseroan tidak gagal bayar utang dan memastikan kerugian sebelumnya tidak terulang lagi," ungkapnya.

DPR Sorot Kinerja Waskita
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Aria Bima mengatakan bila Waskita perlu menyampaikan laporan secara rinci terkait dengan kondisi perusahaan tersebut saat ini.

Aria menyebut bila laporan tersebut menyangkut laporan keuangan, hasil evaluasi right issue, dan laporan bisnis plan penugasan dari pemerintah.

"Ini untuk mengetahui kondisi Waskita saat ini seperti apa," kata Aria saat dihubungi Law-Justice.

Aria menyebut bila ia tidak ingin kelak ada satu target yang itu nanti dianggap karena satu perencanaan yang tidak matang.

Tentu itu sangat penting untuk mengetahui kondisi Waskita seperti apa dan memastikan tidak ada proyek yang mangkrak.

Terkait dengan permasalahan di Waskita, Aria menyebut bila Waskita perlu mempunyai peta jalan (roadmap) pembangunan infrastruktur yang sedang dijalani saat ini hingga November 2024.

Hal itu perlu dilakukan untuk mencegah adanya penilaian proyek-proyek yang mangkrak karena kurang feasible serta tingginya pembiayaan yang digunakan oleh proyek tersebut.

Selain itu, evaluasi juga diperlukan supaya Waskita tidak mengalami kerugian yang besar dan proyek bisa berjalan lancar.

“Jadi sampai November 2024 itu infrastrukturnya sampai di mana yang ditugaskan kepada PT Waskita Karya, Penjelasan perencanaan itu harus disampaikan," jelas Aria.

Politisi PDIP itu menyebut Komisi VI DPR RI ingin adanya legacy dalam hal pengawasan dan pemberian dukungan politik dan anggaran kepada PT Waskita Karya terkait pembangunan infrastruktur sebagai aset yang produktif.

Ia juga mengharapkan bila Waskita bisa segera menyelesaikan beberapa problematika yang terjadi di internal demi kelancaran bersama.

"Kami harapkan semua bisa tuntas dan akan kami kawal terus," harapnya.

Korupsi Sebabkan Kinerja Keuangan Negatif
Sementara itu Pengamat BUMN Toto Pranoto mengatakan untuk menyehatkan kinerja keuangan serta mengurangi beban utang. Waskita mempunyai beberapa opsi untuk hal tersebut.

Ia menyebut permasalahan yang terjadi di Waskita ini memang kerap kali terjadi sehingga perlu pembenahan.

Toto menyebut langkah pertama yakni melakukan divestasi jalan tol. Jika melihat kondisi Waskita Karya saat ini, asset recycling berupa divestasi jalan tol memang mendesak untuk dilakukan.

Kendati begitu, Toto memberikan sejumlah catatan agar kondisi bisnis dan keuangan Waskita bisa pulih secara berkelanjutan.

"Ada beberapa catatan memang bila menginginkan Waskita bisa pulih secara sustain," kata Toto kepada Law-Justice.

Dalam hal ini, Toto merunut bahwa dalam kurun 7 tahun - 8 tahun belakangan, Waskita tidak lagi hanya sebagai kontraktor, melainkan telah bertransformasi menjadi perusahaan investasi.

Dengan konsep ini, Waskita melakukan langkah agresif melakukan banyak investasi dalam pembangunan jalan tol.

"Tujuannya supaya setelah selesai pembangunan ruas jalan tol,maka bisa dilakukan divestasi. Margin dari model bisnis ini dianggap lebih tinggi dibandingkan WSKT hanya sekedar menjadi kontraktor saja," ucapnya.

Masalahnya, proses divestasi ini tak berjalan mulus. Khususnya lantaran kondisi ekonomi dan bisnis juga ikut ambruk dilanda pandemi. Akibatnya, investor relatif tak agresif untuk menyerap divestasi aset jalan tol.

Di sisi lain, sebagian besar belanja modal atau investasi untuk membangun jalan tol dibiayai dengan instrumen utang, yang mana bunga serta pokok jatuh tempo harus dibayar. Dari segi bisnis, kinerja WSKT pun ikut terdampak pandemi.

"Maka semakin berat saja pengelolaan keuangan di korporasi ini. Revenue bisa turun sampai dengan 80%, sementara penurunan delta biaya tidak bisa sebesar itu (terdampak pandemi). Jadi divestasi adalah langkah prioritas yang harus dikerjakan supaya bisa mengurangi tekanan keuangan di WSKT," jelas Toto.

Selain itu, Waskita juga dinilai mesti bisa melakukan diversifikasi produk dan pasar, supaya lebih tahan (resilience) menghadapi berbagai tantangan.

Diversifikasi yang dimaksud bisa dalam bentuk produk untuk memperluas kompetensi perusahaan di luar jasa konstruksi, seperti mulai fokus di bisnis Engineering Procurement Construction (EPC).

"Sementara diversifikasi market untuk melepaskan ketergantungan pada pasar pemerintah/BUMN/atau afiliasinya, sehingga bisnis mereka bisa lebih terjamin going concern-nya," ujar Toto.

Kebijakan Pemerintah Peras Keuangan BUMN
Sementara itu, terkait permasalahan Waskita Karya, Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menyatakan ada beberapa catatan untuk pembangunan infrastruktur di Indonesia.

Agus mengatakan bila pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) menekankan pembangunan infrastruktur sebagai kebijakan utamanya.

Meski begitu, ternyata tidak semua proyek pemerintah di daerah memberikan dampak signifikan terhadap kebutuhan masyarakat sekitarnya.

Pasalnya, masih ada proses pembangunan infrastruktur ternyata di dalamnya terdapat unsur politik. Padahal, seharusnya proyek tersebut dilakukan memang ada kebutuhan masyarakat.

"Perencanaan pembangunan infra masih kental unsur politisnya bukan berdasarkan kebutuhan. Apa enggak bisa dikurangi," kata Agus kepada Law-Justice.

Agus menilai audit pembangunan infrastruktur yang dibangun di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo perlu dilakukan.

Sehingga bisa diketahui seluruh proyek itu memang dilakukan berdasarkan kebutuhan masyarakat.

Menurutnya, pembangunan infrastruktur memiliki peran strategis bagi perekonomian negara.

Bahkan, pembangunan infrastruktur yang sesuai kebutuhan akan berdampak kepada kesejahteraan masyarakat.

"Kayaknya perlu ada audit infrastruktur sebelum kabinet ini selesai supaya bisa dilihat dipertimbangkan dikritisi dan dilanjutkan kabinet berikutnya jadi kita juga bisa tau kinerjanya seperti apa," ujarnya.

Agus juga berharap agar pembangunan infrastruktur yang belum rampung jangan langsung diresmikan oleh Presiden Joko Widodo langsung.

Apalagi setelah diresmikan tersebut, infrastruktur tersebut tidak bisa dipakai atau digunakan.

"Mohon ketika program infrastruktur belum jadi jangan diresmikan lah apalagi melibatkan Presiden yang mencet tombol setelah itu tidak bisa dipakai," pungkasnya.

Law-Justice mencoba untuk meminta konfirmasi kepada Kementerian BUMN terkait kondisi Waskita Karya.

Namun, hingga berita ini diturunkan pihak Kementerian BUMN belum memberikan jawaban.

Kontribusi Laporan : Ghivary Apriman, Rio Rizalino

 

 

 

(Tim Liputan Investigasi\Yudi Rachman)

Share:




Berita Terkait

Komentar