Selamat Ginting, Direktur Politik Pusat Studi Literasi Komunikasi Politik Universitas Nasional

Analisis Teori Jarum Suntik Anies, Ganjar & Ridwan

Minggu, 10/04/2022 08:42 WIB
Anies Baswedan bersama Ganjar dan Ridwan Kamil (rmol)

Anies Baswedan bersama Ganjar dan Ridwan Kamil (rmol)

Jakarta, law-justice.co - Pengamat komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Selamat Ginting mengungkapkan, tiga gubernur yang akan mengakhiri tugasnya pada 2022 dan 2023 ini

Meraka yakni Anies Baswedan, Ganjar Pranowo dan Mochamad Ridwan Kamil, dalam kajian komunikasi politik, sedang berupaya memengaruhi khalayak pemilih. Mereka sedang berlomba mencuri perhatian publik melalui media sosial (medsos) dan media massa.

Tidak bisa diabaikan, termasuk dalam kegiatan ceramah tarawih ketiganya di Masjid Kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, dalam beberapa hari terakhir ini. Jangan lupa, mereka termasuk yang memiliki peluang untuk pemilihan presiden (pilpres) 2024 mendatang.

“Dalam acara di UGM, Anies dan Ganjar lebih diuntungkan daripada Ridwan, karena UGM adalah almamater Anies dan Ganjar. Anies lulusan sarjana ekonomi dari UGM. Sedangkan Ganjar lulusan sarjana hukum UGM. Sementara Ridwan lulusan sarjana teknik arsitektur Institut Teknologi Bandung (ITB),” kata Selamat Ginting di Jakarta, Sabtu (9/4/2022).

Seperti diketahui, Anies Baswedan adalah Gubernur DKI Jakarta. Sementara, Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah. Sedangkan Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Barat. Ketiga gubernur tersebut lebih menonjol daripada gubernur lainnya.

Dibandingkan misalnya dengan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa. Maupun Gubernur Sumatra Utara, Edy Rahmayadi. Setidaknya dari ulasan-ulasan di media sosial, media massa maupun hasil sejumlah survey, ketiga gubernur tersebut senantiasa dikaitkan dengan kompetisi pilpres.

“Jangan heran kalau dalam beberapa acara, publik meneriakkan jargon-jargon presiden untuk ketiganya. Anies presiden, Ganjar presiden, Ridwan presiden. Inilah perang komunikasi politik di ruang publik,” ungkap Selamat Ginting.

Aktivis mahasiswa

Selain itu, lanjut Selamat Ginting, Ganjar adalah ketua umum keluarga alumni UGM (Kagama) periode 2014-2019. Selama kuliah di UGM, Ganjar adalah aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dan dikenal sebagai demonstran.

Sementara Anies juga dikenal sebagai aktivis mahasiswa UGM. Ia pernah mejadi ketua umum senat mahasiswa UGM, serta aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Anies pun pernah menjadi peneliti di almamaternya.

“Fakta-fakta itu membuat Anies dan Ganjar lebih diuntungkan jika mengadakan acara di UGM. Baik Anies maupun Ganjar memiliki usia yang hampir sama, sekitar 53 tahun.
Sedangkan Ridwan lebih muda, sekitar 51 tahun. Ridwan juga mengakui sebagai anak biologis HMI, karena dahulunya kedua orangtuanya adalah aktivis HMI di Jawa Barat,” ujar Selamat Ginting.

Simbol politik

Direktur Politik Pusat Studi Literasi Komunikasi Politik (Pustera Kompol) Unas itu mengaku tidak terkejut dengan isi ceramah Anies, jauh lebih banyak dilihat di channel youtube ketimbang ceramah Ganjar maupun Ridwan.

Dalam catatan ada sekitar 85 ribu orang yang melihat Anies. Jauh melampaui Ganjar yang ditonton sekitar 14 ribu dan Ridwan sekitar 13 ribu orang.

“Simbol Islam nasionalis atau nasionalis religius lebih melekat dalam diri Anies daripada Ganjar yang lebih dikenal sebagai simbol nasionalis. Begitu juga dengan Ridwan lebih dikenal sebagai simbol nasionalis,” kata kandidat doktor ilmu politik ini.

Selamat Ginting mengungkapkan, target politik ketiganya, tentu saja diharapkan dapat memberikan dukungan dalam bentuk pemberian suara (vote) jika kelak mereka maju dalam kompetisi pemilihan presiden (pilpres).

Sehingga efek komunikasi politiknya dalam acara ceramah terawih di UGM adalah terciptanya pemahaman publik yang akan bermuara pada pemberian suara (vote), kelak dalam pilpres maupun pemilu.

“Jadi, ketiga gubernur itu sedang melakukan kegiatan komunikasi yang bersifat politik, memiliki akibat politik, dan berpengaruh terhadap perilaku politik pemilih atau khalayak pemilih,” ujar Selamat Ginting, mantan wartawan bidang politik.

Terbius

Upaya memengaruhi khalayak pemilih tersebut, menurut Selamat Ginting, antara lain dilakukan melalui media massa, seperti dengan agenda setting politik, analisis retorika politik, serta wacana politik.

Sehingga ceramah mereka secara verbal maupun non verbal, tersembunyi atau terang-terangan, disadari maupun tidak disadari, isinya mengandung bobot politik.

Mereka sebagai komunikator politik, lanjut Selamat Ginting, tentu saja menginginkan masyarakat seperti terbius obat dari jarum suntik, sehingga terbius untuk menentukan pilihannya kepada mereka. Dalam ilmu komunikasi dikenal dengan istilah teori jarum suntik maupun teori peluru.

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar