Desmond J.Mahesa, Wakil Ketua Komisi III DPR RI

Agenda Tersembunyi Dibalik Ide Presiden 3 Periode & Cara Mewujudkannya

Kamis, 10/03/2022 05:25 WIB
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Desmond J Mahesa (Ist)

Wakil Ketua Komisi III DPR RI Desmond J Mahesa (Ist)

Jakarta, law-justice.co - Orang yang telah berkuasa akan cenderung untuk memperluas dan mempertahankan kekuasaannya. Karena berkuasa itu enak bisa menjanjikan segalanya; fasilitas, kehormatan dan yang lain lainnya. Itulah sebabnya orang yang telah berkuasa cenderung ingin mempertahankan atau menambah kekuasannya.

Saat ini meskipun pemilu 2024 masih terbilang lama tetapi pembicaraan kearah sana sudah ramai di media. Ada yang mengusulkan supaya jabatan presiden yang resminya dua periode ditambah lagi menjadi tiga periode yaitu untuk tiga tahun berikutnya. Ada juga yang usul supaya pemilu 2024 ditunda saja pelaksanannya.

Apa yang kira kira menjadi tujuan utama sehingga jabatan presiden Jokowi perlu diperpanjang untuk periode berikutnya ?.  Benarkah Presiden yang berkuasa sekarang sudah memberikan sinyal untuk menerima usulan perpanjangan masa jabatannya ?, Bagaimana kira kira peluang untuk mewujudkannya agar tidak sekadar menjadi wacana ?

Agenda Dibalik Wacana

Wacana mengenai penambahan masa jabatan presiden ini sebenarnya sudah berlangsung lama. Pada era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah muncul gagasan serupa, namun tidak berhasil diwujudkan lantaran banyak pihak yang menolaknya.

Kini, isu tersebut kembali menyita perhatian publik bersamaan dengan isu revitalisasi Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), tepatnya pasca tudingan Amien Rais yang menyatakan bahwa pemerintah saat ini tengah menyiapkan skenario untuk melanggengkan kekuasaannya.

Wacana pembahasan perpanjangan masa jabatan presiden timbul tenggelam sejak 2019  dan kembali mengemuka menjadi perbincangan di tengah mulai menurunnya angka kasus penyebaran virus corona.Pihak yang sempat mengusulkan kembali perpanjangan masa jabatan Presiden/Wakil Presiden adalah sukarelawan Joman atau pendukung Jokowi, Jokowi Mania.

Disamping kelompok Joman, Komunitas Jokowi-Prabowo atau disingkat Jokpro JokPro 2024 yang diinisiasi oleh Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari juga mendorong agar Jokowi ditambah masa jabatannya. “Sebagian besar masyarakat menginginkan Jokowi kembali maju dalam Pilpres 2024 berpasangan dengan Prabowo “, begitu katanya. Pernyataan itu, dia kemukakan berdasarkan hasil dari sejumlah survei yang dilakukan belum lama ini yang menunjukkan bahwa rakyat masih ingin Jokowi berkuasa.

Usulan memperpanjang jabatan Presiden, mulai dari penundaan pemilu atau lewat amandemen UUD NRI Tahun 1945 hingga jabatan Presiden bisa menjadi tiga periode, pada akhirnya semakin ramai diberitakan setelah tokoh tokoh partai politik ikut angkat bicara.

PKB lewat Ketua Umumnya, Muhaimin Iskandar, mengusulkan agar pemilu ditunda satu hingga dua tahun ke depan. Sama dengan PKB, PAN juga mengusulkan hal yang sama. Zulkifli Hasan, Ketua Umum PAN, menyebut banyak alasan mengapa pemilu perlu diundur pelaksanannya.

Gayung terus bersambut, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, dengan mengatasnamakan rakyat menyebut jabatan Presiden bisa diperpanjang menjadi tiga periode dengan terlebih dahulu mengamandemen UUD 1945.

Dari lingkungan istana, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, juga ikut bersuara. Katanya  para pengusaha menginginkan pelaksanaan Pemilu 2024 diundur dan masa jabatan Presiden Joko Widodo diperpanjang untuk periode berikutnya

Berbagai macam ragam alasan dikemukakan seputar mengapa presiden yang berkuasa sekarang perlu diperpanjang masa jabatannya. Menurut Ketua Umum Joman Immanuel Ebenezer, perpanjangan masa jabatan Presiden/Wapres diperlukan karena pandemi COVID-19 yang berkepanjangan menyebabkan pemerintahan Presiden Joko Widodo tidak bisa maksimal bekerja untuk rakyatnya.

Selain faktor pandemic Covid-19 yang belum reda, konflik Rusia-Ukraina juga penyebab mengapa pemilu perlu ditunda, demikian alasan yang dikemukakan oleh Zulkifli Hasan Ketua umum PAN dalam pernyataannya.

Alasan ini sejalan dengan  pernyataan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia yang menyebut jabatan presiden perlu diperpanjang karena situasi dunia usaha baru mulai bangkit kembali setelah terpuruk akibat pandemi virus corona.

Sementara itu komunitas Jokpro memberikan alasan mengapa Jokowi harus didukung tiga periode, supaya pembangunan yang tengah berlangsung tidak berhenti di tengah jalan karena bisa bahaya. Alasan lain dikemukakan oleh Ketua PKB Muhaimin Iskandar,yang menyebut presiden perlu diperpanjang masa jabatannya karena Pemilu 2024 berpotensi mengganggu perbaikan ekonomi Indonesia.

Lain lagi alasan Golkar, Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Bidang Kominfo, Nurul Arifin sebagaimana dikutip media menyampaikan bahwa partainya mendukung usulan agar masa jabatan Presiden RI Jokowi diperpanjang karena banyak masyarakat yang menginginkannya.

Begitulah alasan alasan yang dikemukakan oleh mereka yang mendukung agar masa jabatan presiden diperpanjang jangka waktunya.  Tentu saja alasan seperti ini sangat bertolak belakang dengan mereka yang menolaknya.

Alasan alasan yang dikemukakan diatas memang terkesan standar dan nampak wajar wajar saja. Tetapi dibalik alasan alasan tersebut kiranya ada alasan tersembunyi yang bisa jadi justru menjadi alasan yang sebenarnya. Hanya saja alasan ini tidak mengemuka karena mengandung unsur dugaan belaka. Meskipun bersifat dugaan, namun alasan ini  masuk akal alias bisa diterima logika.  Alasan alasan itu diantaranya :

  1. Mengamankan Kepentingan Oligarki

Menurut  Jeffrey A. Winters, Direktur Buffet Institute of Global Affairs , Jokowi adalah produk oligarki di masanya. "Kemenangan luar biasa Jokowi saat Pilkada Jakarta terjadi berkat dukungan dari kalangan mahasiswa hingga asosiasi ibu rumah tangga yang mendoronganya menuju kemenangannya.

Namun, bagian penting kisah demokratis ini dimungkinkan oleh gerakan oligarki di mana kekuasaan kaum berduit menempatkan Jokowi di hadapan para pemilihnya. Meski dia mendapat dukungan akar rumput, dia bertarung dalam pemilihan gubernur bukan karena inisiatif atau gerakan politik akar rumput," begitu katanya seperti dikutip media.

Dalam hal ini Jokowi berhasil menang karena partai politik dan kaum elite memutuskan untuk mengusungnya. Karena itulah hingga dia menjadi presiden dua periode seperti sekarang, dia tidak bisa melawan kepentingan elite dan partai politik yang telah mengusungnya. Dilihat dari latar belakangnya sangat wajar kalau pemerinhtah saat ini dinilai telah berpelukan begitu mesra dengan oligarki karena ia menjadi produknya.

Kaum oligarkh yang telah berhasil mengusung Jokowi saat ini begitu nyaman dengan kondisi yang sekarang dinikmatinya. Situasi dan kondisi nyaman ini tentunya harus dipertahankan dengan cara memperpanjang masa jabatan presiden yang telah di usungnya. Sinyalemen ini antara lain dikemukakan oleh Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menyikapi adanya wacana presiden yang akan diperpanjang masa jabatannya.

"Sudah nyaman sekali posisinya sekarang menurut saya. Maka tentu saja presiden dalam situasi ini menjadi status quo, untuk mereka lebih baik (presiden) tak diganti karena jaringannya sudah rapi," katanya dalam diskusi virtual bertajuk `Ambang Batas Calon dan Pembatasan Masa Jabatan Presiden`, Minggu (27/6/2021).

Bivitri memaparkan, oligarki tak akan pernah puas dan akan terus mengamankan kekuasannya. Dia mencontohkan soal bagi-bagi jabatan yang kerap dilakukan pemerintah yang sekarang berkuasa.Misalnya penunjukkan calon duta besar (dubes) dan komisaris sebuah perusahaan BUMN yang merupakan orang terdekat dari penguasa."Tak hanya dubes, komisaris juga menjadi alat untuk membagi-bagi keuntungan," ujarnya.

  1. Upaya Jegal Prabowo?

Politisi Partai Gerindra Fadli Zon beranggapan bahwa wacana penambahan masa jabatan presiden diikuti dengan adanya deklarasi dukungan kepada Jokowi-Prabowo merupakan salah satu upaya untuk menjegal Prabowo Subianto pada Pilpres 2024. Seperti diketahui, Prabowo hampir pasti akan diusung kembali oleh partai Gerindra.

“Kalau saya tentu sebagai orang Gerindra berharap Pak Prabowo yang maju. Jangan-jangan memajukan Jokowi-Prabowo ini adalah cara supaya Prabowo tidak maju [ke Pilpres 2024]. Bisa saja begitu kita membacanya,” katanya pada Kamis (25/6/2021).

Sebelumnya, relawan yang menamakan diri Komunitas Jokowi Prabowo 2024 atau Jokpro menggelar syukuran dan menyampaikan dukungan agar Jokowi bisa menjabat Presiden untuk ke-3 kalinya berdampingan dengan Prabowo Subianto yang sekarang menjadi salah satu menterinya.

Sejumlah alasan disampaikan oleh relawan Jokpro 2024 dalam deklarasi untuk mendukung Jokowi maju sebagai presiden untuk ke-3 kalinya.Penasihat Komunitas Sukarelawan Jokpro 2024, M Qodari mengatakan majunya jokowi sebagai Presiden pada pemilu mendatang bersama Prabowo Subianto akan mampu menekan ongkos politik dan menghindari benturan warga.

Bisa saja seperti sinyalemen yang disampaikan oleh Fadli Zon bahwa upaya untuk mengusung Jokowi -Prabowo hanya upaya akal akalan untuk menjegal Prabowo menjadi Presiden Indonesia yang saat ini memang besar sekali peluangnya.

  1. Untuk Melindungi Penguasa Lahan

Dilansir dari pikiran Rocky Gerung, pengamat politik tersebut berujar jika usulan mengusung Jokowi memimpin Indonesia untuk tiga periode berkaitan dengan para penguasa lahan yang dinilai berjasa pada pemerintah yang sekarang berkuasa.

Pasalnya, dari penilaian Rocky Gerung, sumber pembiayaan kampanye Jokowi sebelumnya berasal dari penguasa lahan sehingga mereka perlu diamankan kepentingannya."Pendukung yang ingin Jokowi tiga periode adalah penguasa tanah supaya tidak dipersoalkan oleh rezim yang baru. Jadi kalau kita lihat dari segi critical economy, itu sebenarnya berhimpit dengan keinginan untuk memperpanjang kekuasaan," kata Rocky Gerung dalam paparannya.

Keinginan untuk memperpanjang kekuasaan disebutkan Rocky Gerung bisa melalui dua cara yaitu dengan mengusung Jokowi tiga periode secara teknis atau memilih kalangan oligarki untuk menjadi Presiden berikutnya."Itu artinya ada oligarki yang ingin rezim ini diperpanjang demi kepentingan akumulasi yang belum selesai dan pasti tidak akan selesai oleh penguasaan tanah," ujarnya.

  1. Melindungi Pelaku KKN

Wacana untuk  memperpanjang masa jabatan presiden menjadi tiga periode mempunyai korelasi dengan upaya untuk melindungi pelaku korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN)dilingkungan pemerintah yang sedang berkuasa. Sinyalemen ini sekurang kurangnya di ungkap oleh ekonom senior Rizal Ramli melalui pernyataannya.

Ekonom senior Rizal Ramli melihat Presiden Jokowi banyak dikelilingi orang-orang yang terlibat dalam KKN sehingga takut terhadap pergantian kekuasaan yang akan segera tiba.Karena itu Rizal Ramli mengatakan, orang-orang tersebut berusaha mencari cara agar masa jabatan Presiden Jokowi diperpanjang agar lebih lama. Tujuannya untuk mempertahankan kekuasaan agar tetap terlindungi penyimpangan yang dilakukannya.

Menurut Rizal Ramli, kekuasaan tersebut haram secara hukum karena melanggar ketentuan yang ada."Tapi mereka saking rakusnya tetap mau ngangkangin kekuasaan walaupun nggak ada yang milih. Jadi kekuasaan itu betul-betul kekuasaan yang ilegal, ilegitimate, yang haram," kata Rizal Ramli, dikutip dari kanal YouTube Refly Harun pada Jumat, 4 Februari 2022.

Ia mengatakan pemerintah yang tidak becus, yang membiarkan KKN terjadi secara masif dan membuat rakyat susah justru kekuasaannya harus dipercepat."Kalau Presidennya itu nggak becus, pemerintahannya sangat korup, yang ketiga tidak mampu mensejahterakan rakyat, malah bikin rakyat hidup sulit, yang ada Pemilu itu dipercepat, bukan diperpanjang," tegasnya.

  1. Mengamankan Agenda Pindah Ibukota

Memang banyak yang terperanjat ketika Pemerintah di tengah kesulitan ekonomi dan merebaknya virus corona justru memutuskan untuk pindah IKN (Ibukota Negara). Awalnya pindah ibukota dianggap hanya sekadar wacana tetapi ketika kemudian Pemerintah dan DPR memutuskan untuk membuat Undang Undangnya, barulah orang menilai bahwa rencana ini bukan lagi sekadar wacana.

Meskipun agenda pindah ibukota sudah ada landasan hukumnya. Namun banyak yang masih ragu, rencana pindah ibukota ini bisa berjalan mulus sesuai rencana. Karena pindah ibukota tentu bukan suatu kegiatan sederhana.

Diperlukan waktu yang cukup lama untuk membangun  infrastruktur gedung-gedung pemerintahan sehingga bisa difungsikan sebagaimana mestinya. Belum lagi pembangunan sarana dan prasarana penunjangnya. Realisasi fisik sarana dan prasarana perkantoran keperesidenan, kementerian dan lembaga-lembaga tinggi negara dengan konsep kerja massif dan simultan, pasti perlu waktu dan biaya.

Belum lagi soal migrasi para pejabat atau pegawai dan keluarga mereka. Tentu semua agenda ini tidak bakal kelar ketika tahun 2024 tiba disaat pemerintah yang berkuasa sekarang harus berakhir masa pengabdiannya.

Sementara itu terkait soal biaya pembangunan IKN kabarnya belum jelas darimana sumberdananya. Konon Menko Maritim Luhut Panjaitan saat ini kabarnya tengah bersafari ke Timur Tengah dalam rangka pencarian dana. Artinya pembangunan IKN masih harus melalui proses panjang karena banyak hal yang mesti dipersiapkan untuk mewujudkannya.

Bagaimana kalau ditengah upaya untuk mewujudkan pindah IKN itu tiba tiba terjadi pergantian pemerintahan sehingga presiden yang sekarang berkuasa tidak lagi menduduki jabatannya ?. Bisa saja agenda pindah IKN gagal karena presiden terpilih belum tentu akan melanjutkan gagasan pendahulunya.

Kalau hal ini terjadi maka proyek pindah IKN bisa mangkrak menjadi monumen kegagalan pemerintah yang sekarang berkuasa seperti halnya mangkraknya proyek Hambalang ketika presiden SBY bekuasa. Makanya agar ini tidak terjadi, periode kepemimpinan presiden yang sekarang berkuasa perlu diperpanjang jangka waktunya. Paling tidak dengan perpanjangan itu sudah mulai pembangunan fisiknya dan perlahan lahan sudah dimulai kepindahan manusianya.

Demikianlah beberapa alasan “tersembunyi” dibalik agenda untuk perpanjangan masa jabatan presiden yang sekarang berkuasa. Alasan ini tentu masih bisa diperdebatkan tetapi kalau dipikir pikir sepertinya masuk akal juga. Terserah Anda mau menilainya seperti apa karena biasanya dibalik yang tersurat ada yang tersirat, dibalik yang nyata ada agenda terselubungnya.

Sikap Presiden dan upaya mewujudkannya

Menyikapi hiruk pikuk perpanjangan masa jabatan Presiden, Presiden Jokowi ikut angkat suara. Menanggapi persoalan ini Presiden pernah beberapa kali bicara menolak perpanjangan masa jabatannya. Sikap Jokowi itu kembali ditunggu publik setelah muncul wacana penundaan Pemilu 2024 yang dilontarkan 3 pimpinan partai politik koalisi pemerintah yang sekarang berkuasa.

Setidaknya ada tiga momen Jokowi menyampaikan penolakannya. Pertama, terjadi pada 2019 muncul wacana masa jabatan presiden menjadi 3 periode, presiden dipilih MPR, hingga presiden dipilih delapan tahun sekali, Jokowi pun menolak usulan ini dan menyebut pihak yang mengusulkan masa jabatan presiden tiga periode tersebut ingin mencari muka dan menampar mukanya.

Saat live streaming di Channel YouTube Sekretariat Presiden, 2 Desember tahun lalu, Jokowi kembali menyampaikan sikapnya . "Ada yang ngomong presiden dipilih tiga periode. Itu ada tiga menurut saya. Satu, ingin menampar muka saya. Yang kedua ingin mencari muka, padahal saya udah punya muka. Yang ketiga ingin menjerumuskan," katanya.

Kemudian pada momen lain, yakni 15 Maret 2021, Jokowi menyinggung lebih transparan soal penolakan untuk perpanjangan masa jabatannya. Saat itu, Jokowi kembali menegaskan sikapnya yang tak ingin menambah masa jabatannya.

Jokowi kemudian menyinggung bahwa konstitusi yang mengamanahkan presiden dua periode, dan amanah itu yang akan dipatuhinya. "Saya tegaskan, saya tidak ada niat, tidak ada juga berminat menjadi presiden tiga periode. Konstitusi mengamanahkan dua periode, dan itu yang harus kita jaga bersama-sama. Kita bukan hanya taat dan tunduk, tetapi juga patuh pada konstitusi," kata Jokowi di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (4/3/2022), dilansir dari media, Sabtu (5/3/2022).

Meskipun awalnya menolak dengan keras perpanjangan masa jabatanya, namun akhir akhir ini sikap Presiden terkesan melunak tidak tak sekeras pernyataannya sebelumnya. Kali ini, dia menyatakan, wacana penundaan pemilu tidak bisa dilarang karena hal itu bagian dari demokrasi yang berlaku di Indonesia. "Siapa pun boleh-boleh saja mengusulkan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden, menteri atau partai politik, karena ini kan demokrasi. Bebas aja berpendapat. Tetapi, kalau sudah pada pelaksanaan semuanya harus tunduk dan taat pada konstitusi," begitu katanya.

Apakah perubahan sikap Presiden yang terkesan melunak tersebut menjadi tanda bahwa pada akhirnya presiden akan menyetujui perpanjangan masa jabatannya ?. Kalau mengacu pada pengalaman pengalaman sebelumnya bisa saja memang demikian skenarionya. Dahulu ketika mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta, Jokowi pernah menyatakan komitmennya untuk mengabdi di DKI Jakarta sampai akhir masa jabatannya tetapi kemudian berubah meninggalkan Jakarta karena mencalonkan diri menjadi Presiden Indonesia.

Lidah memang tidak bertulang, sehingga pernyataan sebelumnya bisa berubah karena kepentingan menuntutnya.  Sejauh ini banyak kebijakan pemerintah yang berubah ubah sehingga Presiden pada akhirnya harus meralat sendiri ucapannya.Seperti contohnya soal Perpres Nomor 107 tahun 2015 mengatur tidak akan ada pembiayaan langsung dari APBN dalam mega proyek kereta cepat Bandung -Jakarta. Belakangan Jokowi mengoreksi aturan tersebut dengan mengeluarkan Perpres Nomor 93 tahun 2021 mengatur bahwa proyek itu didukung oleh APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara).

Kemudian soal komitmen Jokowi tidak membebani dana APBN dalam pembagunan Ibu Kota Negara (IKN) di Kabupaten Penajam Paser Utara.. Belakangan justru mengumumkan skema pembiayaan pembangunan IKN Nusantara hingga 2024 dimana 53,3 persen anggarannya akan diambil dari anggaran negara.

Apakah perubahan ini juga akan terjadi menyikapi wacana perpanjangan masa jabatannya ?. Sepertinya perubahan sikap itu masih menunggu waktu agak lama karena bisa menimbulkan kegaduhan dunia politik di Indonesia. Saat ini penguasa nampaknya sedang melakukan test the water untuk melihat respons masyarakat jika presiden diperpanjang masa jabatannya.

Sepertinya ada kelompok-kelompok tertentu dilingkaran kekuasaan  yang mencoba mendesain gerakan ini secara sadar dan terencana melalui testing on the water, guna  melihat reaksi publik atas gerakan yang dilakukannya. Gerakan ini misalnya dapat dibaca melalui momen munculnya dukungan penambahan masa jabatan Presiden tiga periode di NTT dan Jakarta. Mereka meminta agar ada perpanjangan masa jabatan presiden dan sekaligus mengusulkan amandemen Pasal 7 UUD 1945.

Akhir akhir ini spanduk yang berisi dukungan untuk perpanjangan masa jabatan presiden menjadi 3 periode juga marak terjadi di Pekanbaru, Sumatera. Sementara ada juga tukang cendol di Sidoarjo yang mengaku di bayar Rp. 200 ribu untuk menyatakan dukungan perpanjangan masa jabatan presiden yang sekarang berkuasa. Belum lagi group group whatshap, insagram maupun facebook yang diduga dimainkan oleh para buzzer untuk menyatakan dukungan serupa.

Gerakan-gerakan tersebut kemungkinan besar dijalankan oleh pihak-pihak yang akan kehilangan kuasa saat jabatan Presiden Joko Widodo mengakhiri masa pengabdiannya. Sudah menjadi hal yang wajar kalau banyak pihak dilingkaran kekuasaan yang merasa akan sangat dirugikan jika Presiden Jokowi lengser dari kursi kekuasaannya.

Pada saat yang hampir bersamaan wacana penundaan pemilu atau penambahan periode masa jabatan presiden ini juga  digulirkan elite partai politik seperti PKB, Golkar, maupun PAN melalui pimpinan partainya. Meskipun wacana penundaan pemilu dan penambahan masaja jabatan presiden itu telah menimbulkan kegaduhan dan berpotensi memberangus praktik demokrasi konstitusional di Indonesia, namun nanya tidak ada teguran atau “penertiban” terhadap mereka.

Adanya pembiaran oleh penguasa yang berujung pada ketidakpastian atas wacana perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan pemilu itu memuncukan dugaan bahwa mereka yang memunculkan wacana tersebut adalah pihak yang memang bagian dari kelompoknya.

Lalu siapa kelompok yang dimaksud itu termasuk siapa kira kira dalangnya ?. Dalam kaitan ini - Ekonom senior Rizal Ramli  mengatakan  wacana tersebut layaknya operasi militer yang  sudah jelas siapa pemimpinnya.

Sebagai informasi, sebelumnya beredar dugaan bahwa Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan merupakan dalang di balik wacana penundaan Pemilu 2024.Luhut Binsar Pandjaitan disebut-sebut melakukan negosiasi kepada sejumlah ketua umum partai politik untuk melancarkan rencana perpanjangan masa jabatan Presiden yang sekarang berkuasa.

Menurut Rizal Ramli, pihak-pihak yang berencana menunda Pemilu 2024 sama saja dengan mengkudeta konstitusi yang menegaskan bahwa masa jabatan presiden adalah lima tahun dan paling lama menjabat dua periode saja. "Mereka coba khianati konstitusi, coba khianati amanat daripada reformasi," kata Rizal Ramli, dikutip dari kanal YouTube Refly Harun pada Jumat, 4 Maret 2022.

Kalau memang benar demikian skenarionya, maka bisa saja penolakan presiden untuk diperpanjang masa jabatannya hanya sekadar basa basi belaka. Kalau ternyata muncul dukungan dari banyak pihak dan rakyat berdasarkan hasil “test water” tidak terlalu massif menentangnya maka wacana itu bisa menjadi nyata sehingga penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden bisa direalisasikan pelaksanaannya.

Saat ini dengan kondisi dimana DPR sudah “dikuasai” oleh koalisi pemerintah yang sedang berkuasa, kiranya segala “titah” penguasa akan bisa mulus diwujudkan tanpa halangan suatu apa. Jika dinilai perpanjangan masa jabatan presiden dianggap melanggar konstitusi negara maka Mahkamah Konstitusi (MK) bisa didorong untuk mengamandemen UUD 1945.

Sepertinya upaya untuk mengamandemen UUD 1945 bukan jalan yang sulit untuk diwujudkan jika penguasa menghendakinya. Sebelum sebelumnya sudah ada preseden buruk yang menunjukkan betapa agenda agenda kontroversial yang semula tidak diduga bakal menjadi menjadi nyata akhirnya terwujud juga.

Kekhawatiran seperti ini rupanya juga dirasakan oleh seorang pakar  hukum tata negara Zainal Arifin Mochtar dari Universitas Gajah Mada. Ia mengkhawatirkan  amandemen masa jabatan presiden tiga periode benar-benar terjadi adanya. Dia menyinggung revisi Undang-Undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang banyak diprotes berbagai kalangan namun akhirnya terealisasi juga.

"Kalau kita belajar dari berbagai wacana, biasanya tidak ada hujan tidak ada api, bisa-bisa saja terjadi. Revisi Undang-Undang KPK saya ingat betul, tiba-tiba dengan jalur cepat, proses cepat, semuanya diterabas. Proses yang bisa makan 60 hari di presiden itu bisa satu hari," kata Zainal dalam diskusi virtual bertajuk `Amandemen UUD 1945 untuk Apa?` Sabtu (11/9/2021).

Dia menyampaikan kekhawatiran masa jabatan presiden tiga periode benar-benar terjadi timbul karena adanya trauma terhadap perubahan yang pernah terjadi dan dilakukan secara cepat, di mana menurutnya demi kepentingan politik semata. Menurutnya, tidak ada yang bisa menjamin amandemen masa jabatan presiden tidak akan terjadi nantinya.

"Jadi yang begini ini terus terang membuat trauma. Kalau yang dikatakan (amandemen masa jabatan presiden) tidak ada, ya itu satu hal yang menurut saya menarik. Tapi selalu ada trauma di kita, di mana ada proses-proses yang, kalau ada kepentingan politik, tiba-tiba semua menjadi speedy, semua menjadi cepat. Perubahan undang-undang ini, berubah ini, dan rasa-rasanya tidak ada yang bisa menjamin juga itu tidak terjadi juga di amandemen," ujarnya.

Memang kalau kita melihat kondisi politik nasional yang terjadi saat ini dimana DPR  sebagian besar sudah masuk koalisi pemerintahan yang berkuasa ditambah kondisi MK yang sudah menjadi  “Mahkamah Kompromi”, rasa rasanya upaya untuk mewujudkan presiden tiga periode bakal menjadi nyata. Kecuali ada tsunami besar kekuatan rakyat yang bergerak massif untuk menentangnya seperti peristiwa reformasi 1998 yang menyebabkan jatuhnya pemerintah Orba. Tapi peristiwa seperti itu saat ini  sepertinya sulit diwujudkan karena elemen utama gerakan seperti mahasiswa sudah jatuh terkulai  tak berdaya. Bagaimana menurut penilaian Anda ?

 

 

(Warta Wartawati\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar