Sejumlah Milisi Taliban Dilaporkan Perkosa Gay Afghanistan

Selasa, 01/02/2022 08:37 WIB
Milisi Taliban (AFP)

Milisi Taliban (AFP)

Jakarta, law-justice.co - Sejumlah anggota milisi Taliban dilaporkan pernah memperkosa pria gay di Afghanistan sejak kelompok itu berkuasa pada Agustus 2021.

Seperti melansir cnnindonesia.com, informasi ini disebutkan dalam laporan organisasi Human Rights Watch dan OutRight Action, yang berjudul `Even If You Go to the Skies, We`ll Find You,` dan dirilis pada Rabu (26/1) lalu.

Ramiz S, pria 20 tahun yang menggunakan nama samaran, bercerita bahwa ia pergi ke kantor lamanya untuk mengambil gaji beberapa pekan setelah Taliban berkuasa.

Dalam upaya mengambil gaji, Ramiz harus melewati beberapa pos pemeriksaan Taliban. Ramiz berhasil lewat di pos pertama dengan aman, tetapi tak di pos kedua.

Di pos itu, salah satu pria bersenjata berteriak kepadanya, mengatakan: "Kamu adalah izak (istilah untuk menghina kelompok gay)!"

Kemudian, ada satu pria yang memukul tenggorokan Ramiz agar diam, memukul perut pria itu, dan menendang tubuh belakangnya. Mereka kemudian membawa Ramiz ke lokasi lain dengan sebuah mobil.

Sampai di lokasi, empat pria mencambuk Ramiz dan memperkosanya selama delapan jam.

"Mulai saat ini, kami bisa menemukan kamu kapan pun. Dan kami akan melakukan apa yang ingin kami lakukan padamu," kata Ramiz menirukan kembali perkataan milisi Taliban itu kepadanya, dikutip dari laporan tersebut.

Tak lama setelah serangan ini, Ramiz mengetahui ada dua pria yang datang ke kantornya dan meminta catatan identitasnya. Ramiz bersembunyi, tetapi anggota Taliban kerap mengunjungi rumah kedua orang tuanya untuk mengetahui keberadaan Ramiz.

Bahkan, pasukan Taliban menghuni rumah keluarga Ramiz selama tiga hari dan memukuli saudaranya.

Seorang sumber lain, Baran B, yang juga menggunakan nama samaran, mengatakan ada seseorang yang mendapatkan nomor teleponnya dan mengancam Baran sampai ia setuju untuk bertemu.

Baran, pria 23 tahun, kemudian diperkosa oleh pria itu yang mengaku sebagai anggota Taliban. Pria itu juga bersumpah akan membunuh Baran jika ia membeberkan apa yang terjadi.

"Saya akan mengatakannya pada atasan saya, dan kami akan mengatakan pada semua orang, dan kami akan membunuhmu," ucap Baran mengingat apa yang dikatakan pria itu.

Setelah itu, keluarga Baran mengetahui pemerkosaan ini dan mengusir Baran. Baran kemudian meninggalkan kota tempat tinggalnya.

Dalam laporan HRW ini, sebanyak 60 warga LGBT Afghanistan diwawancarai. Banyak dari mereka mengatakan kelompok Taliban menyerang dan mengancam mereka karena identitas seksual dan gendernya.

Beberapa orang melaporkan mereka mendapatkan kekerasan dari keluarga, tetangga, dan pacar. Beberapa lainnya pergi dari rumah dan kerap menjadi target karena identitas seksual dan gender mereka.

Sejak Taliban berkuasa, kelompok LGBT+ Afghanistan kerap mengalami ancaman dan kekerasan. Banyak dari mereka harus sembunyi dan tak dapat menghasilkan uang karena krisis ekonomi di negara itu.

"Banyak orang aneh kehilangan pekerjaan," kata Nihan, seorang wanita transgender yang meninggalkan pekerjaannya di toko percetakan kala Taliban berkuasa pada Agustus lalu.

"Meski mereka bersembunyi dengan baik, masalah yang muncul adalah mereka perlu memberi makan diri mereka," lanjutnya.

Pekerja seks, penari, dan penghibur pesta merupakan pekerjaan umum yang dilakukan wanita transgender di Afghanistan. Namun, aktivitas seperti itu berkurang dan semakin membahayakan di bawah kepemimpinan Taliban.

Masyarakat LGBT+ menilai pos pemeriksaan Taliban menjadi tempat berbahaya. Banyak pasukan Taliban yang mengecek telepon genggam masyarakat untuk mengecek sesuatu yang bisa membuka identitas seksual maupun gender mereka.

Banyak narasumber mengatakan mereka harus menghapus akun media sosial mereka, foto, dan pesan. Beberapa lainnya menuturkan anggota Taliban ataupun informan masuk ke grup pesan LGBT+ ataupun aplikasi kencan untuk menjebak mereka.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar