Perpecahan Mulai Terendus di Antara Petinggi Taliban

Jum'at, 17/02/2023 12:20 WIB
Taliban (Net)

Taliban (Net)

Afghanistan, law-justice.co - Perpecahan publik yang jarang terjadi di dalam jajaran Taliban yang berkuasa di Afghanistan muncul dalam beberapa hari terakhir. Menteri Dalam Negeri Sirajuddin Haqqani, seorang tokoh pemerintah yang kuat, memberikan pidato yang dipandang sebagai kritik implisit terhadap pemimpin tertinggi Taliban.


Dalam beberapa bulan terakhir, pemimpin tertinggi Taliban Hibatullah Akhundzada mengambil peran yang lebih kuat dalam mengarahkan kebijakan. Secara khusus, atas perintah Akhundzada, Taliban melarang perempuan dan anak perempuan Afghanistan mengakses universitas dan sekolah menengah.

Larangan itu menimbulkan kegemparan internasional dan meningkatkan isolasi Afghanistan di tengah perekonomiannya yang anjlok, dan memperburuk krisis kemanusiaan. Larangan itu juga bertentangan dengan kebijakan sebelumnya yang dijanjikan Taliban ketika kembali menguasai Afghanistan pada Agustus 2021. Pada 2022 lalu, pejabat Taliban berulang kali berjanji bahwa anak perempuan akan diizinkan masuk sekolah menengah, tetapi keputusan itu tiba-tiba dibatalkan.

Haqqani menyampaikan komentarnya dalam sebuah pidato di acara wisuda di sebuah sekolah agama Islam di provinsi timur Khost. Dalam pidatonya, Haqqani menyoroti tentang monopoli kekuasaan.

“Memonopoli kekuasaan dan merusak reputasi seluruh sistem tidak menguntungkan kami. Situasi ini tidak bisa ditoleransi,” kata Haqqani, menurut klip video pidato yang dirilis di media sosial oleh para pendukungnya.

Haqqani mengatakan, Taliban telah mengambil alih kekuasaan dan memikul lebih banyak tanggung jawab. Menurut Haqqani, untuk mengembang tanggung jawab itu membutuhkan kesabaran dan perilaku yang baik serta keterlibatan dengan masyarakat setempat.

"Taliban harus mengobati luka rakyat dan bertindak sedemikian rupa sehingga orang-orang tidak membenci mereka dan agama," ujar Haqqani.

Pernyataan Haqqani tidak merujuk langsung kepada Akhundzada. Namun banyak warganet berkomentar di media sosial bahwa pidato Haqqani menyentil pemimpin tertinggi Taliban. Haqqani juga tidak menyebutkan masalah pendidikan perempuan, tetapi dia telah mengatakan secara terbuka bahwa perempuan dan anak perempuan harus diizinkan bersekolah hingga tingkat perguruan tinggi.

Juru bicara tertinggi pemerintah Kabul, Zabihullah Mujahed, mengatakan, Haqqani sebaiknya menyampaikam kritik secara pribadi, bukan di ranah publik. "Jika seseorang mengkritik emir, menteri, atau pejabat lainnya, dalam etika Islam mengatakan -bahwa dia harus mengungkapkan kritiknya secara langsung dan diam-diam kepada yang terkait, bukan di depan umum," ujarnya.

Akhundzada, yang merupakan seorang cendekiawan Islam, hampir tidak pernah muncul di depan umum dan hampir tidak pernah meninggalkan jantung Taliban di provinsi Kandahar selatan. Dia keras berkumpul dengan ulama lain dan pemimpin suku yang menentang pendidikan. Akhundzada datang ke Kabul hanya satu kali sejak Taliban kembali berkuasa di Afghanistan. Ketika itu, dia memberikan pidato di majelis ulama pro-Taliban secara tertutup tersebut.

"Taliban biasanya berurusan dengan perbedaan internal di belakang layar, dan komentar Haqqani merupakan eskalasi besar,” kata Wakil Direktur Program Asia dan rekan senior untuk Asia Selatan di Wilson Center, Michael Kugelman.

Kugelman mengatakan, para pemimpin Taliban memiliki visi luas yang sama. Tetapi di Kandahar, mereka adalah pertapa, mereka tidak terlibat dalam kehidupan sehari-hari. Sementara di Kabul, mereka harus memerintah dan memberikan layanan kepada masyarakat. Komentar Haqqanj menunjukkan perbedaan yang jelas antara beberapa senior Taliban, yang harus segera menyesuaikan diri dengan tuntutan pemerintah setelah dua dekade berperang sebagai pemberontak.

Haqqani memimpin faksi Taliban yang dikenal sebagai jaringan Haqqani yang berpusat di Khost. Jaringan itu memerangi pasukan NATO pimpinan AS dan mantan pasukan pemerintah Afghanistan selama bertahun-tahun. Jaringan Haqqani terkenal karena serangan terhadap warga sipil dan bom bunuh diri di Kabul. Pemerintah AS memberikan hadiah senilai 10 juta dolar AS untuk siapapun yang mengetahui keberadaan atau informasi mengenai Sirajuddin Haqqani atas serangan terhadap pasukan Amerika dan warga sipil Afghanistan.

Ketika mengambil alih Afghanistan pada 2021, para pejabat Taliban mengatakan mereka menginginkan hubungan yang lebih baik dengan dunia internasional. Mereka berjanji tidak akan kembali ke pembatasan sosial terhadap perempuan atau hukuman, seperti cambukan di depan umum, yang mereka terapkan saat pertama kali berkuasa pada 1990-an.

Namun selama hampir 20 bulan sejak kembali berkuasa, Taliban telah melarang perempuan untuk bekerja, mengakses sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas serta melarang mereka pergi ke taman maupun pusat kebugaran. Taliban juga memerintahkan wanita untuk mengenakan pakaian tertutup dari ujung kepala hingga ujung kaki di depan umum atau dikenal sebagai burqa.

Wakil Perdana Menteri di bawah Taliban, Abdul Salam Hanafi, secara tidak langsung mengkritik larangan pendidikan bagi perempuan dan anak perempuan. Kritik ini disampaikan dalam pidatonya di Kabul pekan ini.

“Jika kita tidak meningkatkan kualitas dan kuantitas sistem pendidikan dan tidak memperbaruinya, kita tidak akan pernah berhasil,” ujar Hanafi.

Hanafi menambahkan, kewajiban para cendekiawan Islam membutuhkan lebih dari sekadar melarang suatu perilaku atau praktik. Menurutnya, mereka juga harus menawarkan solusi dan jalan ke depan.

Jurnalis veteran berbasis di Lahore yang menulis beberapa buku tentang Taliban, Ahmed Rashid, menyatakan, dia tidak mengharapkan perubahan dari Akhundzada dan para pendukungnya yang berbasis di Kandahar. Rashid mengatakan bahwa persatuan adalah prioritas bagi Taliban dalam menghadapi ancaman AS dan NATO

"Mereka yang berada di kepemimpinan Taliban yang berurusan dengan beban pemerintah telah menyadari bahwa mereka tidak dapat terus seperti ini,” kata Rashid.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar