IMF Tegur BI Kurangi Bantu APBN Usai Beli Rp 831 T Surat Utang Negara

Kamis, 27/01/2022 05:13 WIB
ilustrasi bank indonesia (foto: liputan6.com)

ilustrasi bank indonesia (foto: liputan6.com)

Jakarta, law-justice.co - Dana Moneter Internasional (IMF) menyarankan bank sentral seperti Bank Indonesia mulai mengurangi pembelian surat utang negara.

Seperti diketahui, Bank Indonesia (BI) membantu pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Rp 831,74 triliun selama dua tahun pandemi corona, yakni 2020 dan 2021.

Bank sentral membantu pemerintah membiayai APBN untuk penanganan pandemi Covid-19, lewat pembelian surat utang negara. Ini sebagai pemenuhan atas tiga Surat Keputusan Bersama (SKB) antara BI dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

"IMF mendukung komitmen pihak berwenang untuk keluar dari pembiayaan anggaran moneter sesuai target akhir 2022. Kami merekomendasikan untuk membatasi pembelian di pasar primer lebih lanjut di bawah mekanisme pasar tahun ini," kata Asisten Direktur IMF Cheng Hoon Lim dalam keterangan resmi, Rabu (26/1).

Dalam laporan tahunan, BI membeli obligasi pemerintah dalam rangka pembiayaan APBN dua tahun terakhir Rp 831,74 triliun. Rinciannya yakni:

1. Pada 2020 Rp 473,42 triliun meliputi pembelian di pasar perdana dalam rangka SKB I Rp 75,86 triliun. Pembelian langsung sebagai mekanisme pembagian beban alias burden sharing sesuai SKB II Rp 397,56 triliun.

2. Pada 2021, pembelian obligasi Rp 358,32 triliun. Di pasar perdana dalam rangka SKB I Rp 143,32 triliun dan melalui private placement sebagai implementasi dari SKB III Rp 215 triliun.

Tahun ini, BI masih akan melanjutkan pembelian di pasar perdana sebagaimana SKB I yang sudah diperpanjang sampai akhir Desember 2022.

Selain itu, BI masih memiliki SKB III. Bank sentral bakal membeli surat utang Rp 224 triliun melalui private placement.

IMF sebelumnya sempat memperingatkan sejumlah risiko dari langkah bank sentral negara berkembang memborong surat utang pemerintah. Salah satunya, neraca bank sentral.

"Bank sentral dapat kehilangan uang jika mereka membeli utang negara atau perusahaan ketika suku bunga rendah di seluruh tenor. Kemudian suku bunga kebijakan naik tajam," tulis IMF, Rabu (5/1).

Risiko lainya yaitu dominasi fiskal yang dapat mengganggu independensi bank sentral. Langkah bank sentral menyediakan pembiayaan murah berpotensi membuat pemerintah menjadi terbiasa, sehingga meminta untuk kembali melanjutkan kebijakan ini.

Tidak hanya itu, bank sentral dikhawatirkan lebih berani mengambil kebijakan yang dapat memicu risiko (risk-taking) berlebihan dan mengikis disiplin pasar. Selain itu, peran bank sentral yang lebih aktif dalam market-making dapat menghambat perkembangan pasar keuangan.

Dengan berbagai risiko tersebut, IMF menyarankan agar setiap pembelian yang dilakukan oleh bank sentral harus atas inisiatif sendiri dan untuk menjalankan mandat, bukan memenuhi tujuan pemerintah.

Selain itu, besaran dan durasi pembelian aset harus selaras dengan tujuan tersebut. Pembelian yang dilakukan untuk stabilitas keuangan umumnya harus dalam skala sederhana dan berkurang ketika tekanan keuangan mereda.

"Prinsip ini paling ideal dilakukan dengan memastikan bahwa pembelian aset bank sentral dilakukan di pasar sekunder, dibandingkan pembelian ‘langsung’ melalui pasar primer atau fasilitas dana cerukan (overdraft facility)," ujar IMF.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar