Kasus Proyek Satelit yang Rugikan Negara Hampir Rp1 T Naik Penyidikan

Jum'at, 14/01/2022 13:14 WIB
Kasus proyek pengadaan satelit di Kemhan yang rugikan negara nyaris Rp1 triliun naik ke penyidikan (channel9)

Kasus proyek pengadaan satelit di Kemhan yang rugikan negara nyaris Rp1 triliun naik ke penyidikan (channel9)

Jakarta, law-justice.co - Proyek pengadaan satelit di Kementerian Pertahanan tahun 2015 diduga melanggar hukum sehingga negara mengalami kerugian hingga hampir Rp1 triliun. KIni kasus yang diungkapkan oleh Menko Polhukam Mahfud MD itu sudah naik ke penyidikan.

Jaksa Agung ST Burhanuddin menerangkan pihaknya akan menandatangani surat perintah penyidikan terhadap kasus satelit Kemhan ini. Penandatanganan surat perintah penyidikan dilakukan hari ini.

"Rencananya begini, untuk satelit sore nanti kita akan kumpulin teman-teman wartawan juga. Nanti sore kita akan sampaikan bahwa hari ini kita tandatangani surat perintah penyidikannya," kata Burhanuddin di Gedung Kartika Candra Kejagung, Jalan Bulungan, Jakarta Selatan, Jumat (14/1/2022).

Burhanuddin belum berbicara banyak perihal kasus satelit Kemhan ini. Dia menyebut keterangan lebih lengkap soal kasus satelit Kemhan akan disampaikan oleh Jaksa Agung Muda Pidana Khusus.

"Kemudian nanti kasus posisinya apapun ya nanti tolong tanyakan ke Jaksa Agung Muda Pidana Khusus nanti sore," ungkapnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md mengungkapkan adanya dugaan pelanggaran hukum di balik proyek yang ada di Kementerian Pertahanan (Kemhan) pada 2015. Buntut urusan itu membuat negara rugi.

"Tentang adanya dugaan pelanggaran hukum yang menyebabkan kerugian negara atau berpotensi menyebabkan kerugian negara karena oleh pengadilan ini kemudian diwajibkan membayar uang yang sangat besar padahal kewajiban itu lahir dari sesuatu yang secara prosedural salah dan melanggar hukum, yaitu Kementerian Pertahanan pada 2015, sudah lama, melakukan kontrak dengan Avanti untuk melakukan sesuatu, padahal anggarannya belum ada," ujar Mahfud dalam konferensi pers di kantornya, Kamis (13/1)

Kontrak itu berkaitan dengan penyalahgunaan kewenangan dalam pengelolaan Satelit untuk Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur yang terjadi sejak 2015 sampai saat ini. Singkatnya, Kemhan meneken kontrak dengan Avanti, Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat meskipun belum tersedia anggaran.
Akhirnya Avanti dan Navayo pun menggugat pemerintah Indonesia. Mahfud menyebut sejauh ini negara diwajibkan membayar kepada dua perusahaan itu dengan nilai ratusan miliar rupiah.

"Kemudian Avanti menggugat pemerintah di London Court of International Arbitration karena Kemhan tidak membayar sewa satelit sesuai dengan nilai kontrak yang telah ditandatangani sehingga pada 9 Juni 2019 Pengadilan Arbitrase di Inggris menjatuhkan putusan yang berakibat negara membayar untuk sewa satelit Artemis ditambah dengan biaya arbitrase, biaya konsultan, dan biaya filling sebesar Rp 515 miliar. Jadi negara membayar Rp 515 miliar untuk kontrak yang tidak ada dasarnya," kata Mahfud.

"Nah, selain dengan Avanti, pemerintah baru saja diputus oleh arbitrase di Singapura untuk membayar lagi nilainya sampai sekarang itu 20.901.209 dolar (USD) kepada Navayo, harus bayar menurut arbitrase. Ini yang 20 juta ini nilainya Rp 304 (miliar)," imbuhnya.

 

(Nikolaus Tolen\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar