Survei KedaiKOPI: 61,9 Persen Publik Tak Setuju Pemindahan Ibu Kota

Kamis, 06/01/2022 06:28 WIB
Presiden Jokowi akan membangun Istana Negara di dataran paling tinggi di ibu kota baru di Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Presiden Jokowi akan membangun Istana Negara di dataran paling tinggi di ibu kota baru di Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Jakarta, law-justice.co - Hasil survei terbaru lembaga survei Kedai Kopi membahas soal ibu kota baru. Ternyata, Ada 61,9 persen masyarakat yang tak ingin pindah ibu kota.

Direktur Eksekutif Lembaga Survei Kedai Kopi, Kunto Adi Wibowo memberi tanggapan terkait studi banding Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) ke Kazakhstan.

Ada pun studi banding yang diikuti juga oleh Bappenas dan anggota DPR tersebut untuk mempelajari negara-negara yang pernah memindahkan ibu kota agar bisa diterapkan di Indonesia.

“Kalau dari hasil survei yang kami lakukan pada November kemarin, yang tidak setuju pemindahan ibu kota baru itu ada 61,9 persen,” ujar Kunto Adi seperti melansir genpi.

Menurutnya, para responden tidak menyetujui pemindahan ibu kota ke tempat baru. Hal tersebut dikarenakan keuangan negara yang dirasa belum memumpuni untuk melakukan pemindahan.

“Yang tidak setuju ini beralasan bawa pemindahan ibu kota ini menjadi pemborosan anggaran. Jadi, hal ini bisa merusak sentimen publik terjadap pemerintah kalau dipaksakan,” katanya.

Tidak hanya terkait legislasi, namun menurut Kunto, rusaknya sentimen masyarakat juga sudah masuk sejak perencanannya dimulai. Sebab, anggaran negara dianggap tak boleh disia-siakan.

“Jadi, menurut saya, ini adalah bentuk ketidaksensitifan pemerintah terhadap krisis yang sudah diarasakan oleh warga terutama krisis terkait pandemi Covid-19,” ujar Kunto.

Di sisi lain, Direktur Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie pemindahan ibu kota memang baik untuk Indonesia ke depannya.

Dirinya juga mengaku sempat mendorong adanya pemisahan kota pemerintahan dengan kota yang memegang kendali perekonomian.

Contohnya seperti New York dan Washington DC di Amerika Serikat.

“Memang Jakarta sudah tak layak khususnya karena polusi, banjir, dan kepadatan penduduk. Jadi ini bisa jadi grand design untuk pemerintahan yang akan datang,” tandasnya.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar