Pdt. Gomar Gultom, M.Th, Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI)

Rayakan Natal dengan Kesederhanaan & Evaluasi 7 Tahun Presiden Jokowi

Jum'at, 24/12/2021 00:00 WIB
Ketua Umum PGI,  Gomar Gultom (Foto: PGI)

Ketua Umum PGI, Gomar Gultom (Foto: PGI)

Jakarta, law-justice.co - Gomar Gultom merupakan seorang Pendeta di Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) yang sudah malang melintang bertugas melayani jemaat di berbagai daerah. Ia merupakan putra dari Teodesus Gultom yang pernah menjadi pegawai di Departemen Agama RI dan Ibunya bernama Ramean Siregar.

Gomar lahir di Tarutung, sebuah daerah di Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara, tanggal 8 Januari 1959. Semasa kecilnya ia menghabiskan hidupnya di berbagai penjuru daerah Indonesia karena mengikuti kepindahan orang tuanya bekerja sebagai pegawai pemerintah. 
 
Saat Sekolah Dasar, ia bersekolah di Kota Medan kemudian saat masuk SMP ia melanjutkan di Sekolah Kristen daerah Salatiga, sampai mengenyam pendidikan SMA dan kuliah di Jakarta.
 
Di kampus Sekolah Tinggi Theologia (STT) Jakarta ini, ia mengambil studi Teologi sebelum mempersiapkan diri menjadi seorang pendeta. Sampai akhirnya Ia ditahbiskan menjadi seorang pendeta di HKBP pada tahun 1986.
 
HKBP merupakan organisasi keagamaan terbesar ketiga di Indonesia setelah NU dan Muhammadiyah serta gereja protestan dengan jemaat terbanyak di Asia Tenggara hingga tahun 2021. Anggota jemaat HKBP yang tersebar di seluruh dunia mencapai 6,5 juta jiwa dan Gereja HKBP juga ada di Amerika, Eropa, Asia Timur, Australia dan Afrika Selatan.

Kemudian, setelah itu ia melanjutkan kariernya menjadi Dosen STT HKBP, Pematangsiantar. Ia juga pernah menjabat sebagai Sekretaris Biro Pembinaan HKBP pada tahun 1991-1996. Pada tahun 1996, ia menjabat sebagai Direktor Lembaga Pengembangan SDM “Jetro” (1996-1999). Lalu, dari taun 1999 sampai 2000, ia menjadi Direktur Program JK-LPK.
 
Ia juga sempat menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan HKBP (2000-2005), dan selanjutnya sebagai Sekretaris Eksekutif Bidang Diakonia PGI (2005-2009). Pada 2009, ia terpilih sebagai Sekretaris Umum PGI untuk periode 2009-2014. Pada tahun 2014, ia terpilih kembali sebagai Sekretaris Umum PGI untuk periode 2014-2019. Dia di pilih menjadi ketua PGI tahun 2019-2024.
 
"Sebelum menjadi Ketua Umum PGI, saya sempat menjadi Sekretaris Umum PGI pada 2009 sampai Tahun 2019," kata Gomar kepada Law-Justice. Menjabat sebagai Sekretaris Umum PGI selama sepuluh tahun mengantarkan dirinya terpilih menjadi Ketua Umum PGI pada Tahun 2019. 
 
Saat Terjadi Krisis di Gereja HKBP
 
Gomar adalah salah satu saksi hidup saat terjadi Krisis HKBP pada tahun 1992-1998 merupakan masa terkelam dalam sejarah perkembangan Gereja HKBP. Saat itu tahun 1992 terjadi konflik saat pemilihan calon Ephorus, pimpinan tertinggi Gereja HKBP. Pemerintah dan aparat keamanan yang seharusnya tidak boleh ikut campur dalam urusan internal Gereja, justru menjadi pelaku aktif yang memilih Ephorus yang dinilai lebih dekat dengan penguasa.
 
Akibatnya Gomar dan mayoritas pendeta HKBP yang pro aturan Gereja HKBP dan tergabung dalam gerakan Setia Sampai Akhir (SSA) melakukan perlawanan dan menolak Ephorus hasil pilihan penguasa saat itu Presiden Soeharto. Mereka tetap mendukung Ephorus yang mendapat mandat penuh dari jemaat dan sinode godang yang sah, yakni Pendeta Dr. SAE Nababan.  
 
Selama krisis HKBP, Gomar mulai aktif di berbagai LSM pelayanan Kasih seperti KSPPM dan lembaga kajian selain tetap aktif. mengajar. Lepas dari HKBP Gomar lebih banyak aktif di PGI. Sebagai pimpinan tertinggi Gereja Protestan Indonesia, tentu ia memiliki visi yang besar untuk menggerakkan semangat toleransi dan kemajemukan bangsa. Ia bergerak terus melakukan tugas yang disebutnya sebagai pengabdian sepanjang hidup bagi Tuhan dan Negara. 
 
Konflik di tubuh HKBP selama hampir 6 tahun itu, membuat jemaat HKBP terbelah dua dan jemaat juga tercerai berai. Akibatnya banyak jemaat HKBP yang mencari ketenangan dan kedamaian, akhirnya pindah ke gereja lain.
 
Konflik internal HKBP yang diintervensi oleh pemerintah ini adalah potret buruk dari permainan tangan-tangan kotor rejim saat itu. Gomar berharap tidak ada lagi gereja yang berkonflik karena itu jelas melanggar firman Tuhan.
 
Bagi Gomar, jelas berbeda dalam mengurus HKBP dan mengurus PGI sebagai payung dari berbagai organisasi gereja Protestan yang menaungi sekitar 80-an Sinode denominasi Gereja. Di PGI itu banyak tantangan dan membuka alam baru yang lebih luas bagi cakrawala pikiran dan literasi tentang perlunya semangat pluralisme dan Gereja harus hadir dan memberi solusi kongkret bagi masyarakat yang termarginalkan. Mulai dari soal kemiskinan, ketidakadilan, diskriminasi, penegakan hukum, korupsi, pemberdayaan masyarakat kecil, dll, tegas Gomar.
 
Gomar merasakan sekali suasana yang saling menghargai yang menjadi esensi konstitusi tentang kebebasan beragama.  "Implementasinya adalah menghargai orang yang berbeda agama. Yang harus dilakukan para pemimpin umat adalah membina umatnya sendiri supaya tidak tergoda dengan ajaran yang berbeda," ujarnya.
 
Awal Mula Tertarik Menjadi Pendeta
 
Ketum PGI itu menuturkan bila ilham yang membuat dia tertarik menjadi pendeta adalah seorang Komponis Alfred Simanjuntak, pencipta lagu Bangun Pemuda-Pemudi, ketika Alfred menjadi pengajar untuk para guru Sekolah Minggu. 
 
Ketika itu Gomar juga menjadi salah seorang tenaga pengajar dan ia menyebut bila Alfred tidak saja menggugah batin dirinya ketika itu. Gomar menyatakan Alfred juga memberi semangat dan kemampuan bagi Gomar yang telah memutuskan untuk menjadi seorang Hamba Tuhan.

Ia juga takkan lupa pada orang-orang yang telah turut mengantarnya sampai di puncak karirnya sekarang ini sebagai pengelola dari sekian banyak gereja dengan sekian banyak denominasi Gereja di seluruh negeri ini. 
 
“Melalui pengajaran, Simanjuntak mendorong saya untuk masuk sekolah teologi. Saya juga banyak dipengaruhi oleh pendeta Sahat Rajagukguk, seorang pendeta Gereja Kristen Protestan Indonesia, yang adalah juga salah seorang pengurus PGI. Beliau jugalah yang mendorong saya untuk terjun dalam gerakan oikumene," tuturnya.
 
Gomar menyebut salah satu peran yang paling besar kepada dirinya adalah peran sang Ayah Teodesus Gultom hingga berada pada pencapaian saat ini. "Tentu yang tidak kalah besar pengaruhnya adalah ayah saya. Ayah saya dulu bekerja di Departemen Agama, dan duduk sebagai vorhanger di HKBP Pulo Asem,” ungkapnya. 
 
Gomar menyatakan kalau Gereja harus menjadi terang bagi kehidupan banyak orang serta bisa memberikan arti kehidupan untuk banyak orang. “Tuhan itu baik untuk semua orang dan Kita harus mampu mengimplementasikan bahwa Tuhan baik kepada semua orang, tidak hanya kepada PGI saja," urainya.
 
Imbau Rayakan Natal di Rumah dengan Penuh Kesederhanaan dan Taat Prokes
 
Gomar menyadari libur natal dan tahun baru akan membuat mobilitas masyarakat menjadi tinggi. Sebab, banyak dari warga yang akan pergi berlibur, mudik, atau ke pusat perbelanjaan.

Dengan mobilitas yang tinggi, masyarakat rentan terpapar COVID-19 hingga menyebabkan terjadinya klaster baru, bahkan lonjakan kasus seperti sebelumnya. Pihak yang akan dirugikan, kata dia, pastinya masyarakat sendiri.

Gomar menegaskan bila masyarakat perlu sadar, sabar, dan menahan diri, untuk menekan mobilitas selama natal dan akhir tahun 2021. Ditambah ada varian covid baru yakni Omicron perlu untuk diantisipasi.

"Saya mendorong setiap warga untuk merayakan natal bersama keluarga inti saja di rumah masing-masing," tegasnya. Ia menyatakan sangat mendukung upaya dan kerja keras pemerintah dalam menghadapi masa sulit melawan pandemi Covid-19. 
 
Ia pun mengimbau gereja-gereja agar turut serta mengantisipasi terjadinya gelombang ketiga saat Nataru. “Bersama-sama pemerintah dan masyarakat kita pasti bisa melewati masa ini. Saya harap tahun ini tidak ada gereja yang memasang tenda untuk ibadah di Jumat malam (tanggal 24 Desember),” tuturnya.

Diperkirakan bahwa pada malam jelang Hari Natal, tepatnya Jumat, 24 Desember, itu akan menjadi sangat krusial.  PGI juga telah mengirimkan surat imbauan kepada tiap-tiap gereja dan meminta supaya lebih banyak aktivitas gereja dicurahkan ke arah virtual.

“Kalau ada aktivitas ibadah Jumat malam nanti untuk menyambut Hari Natal pun agar dibuat sejak sore sehingga bisa dibagi beberapa sesi. Kita imbau gereja-gereja untuk bisa mengantisipasi ini,” ungkapnya.

Gomar pun meminta supaya kegiatan-kegiatan ibadah dan lainnya difokuskan melalui virtual/daring dan berharap semua umat Kristen terus disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan untuk dapat menekan angka Covid-19. 
 
Ia pun menyampaikan agar Gereja Kristen merayakan Natal dengan semangat untuk memberi dan membantu orang lain yang sedang mengalami kesulitan. "Natal adalah spirit kekeluargaan dan kesederhanaan. Sehingga, merayakan Natal dan menyambut tahun baru bersama keluarga dalam suasana kesederhanaan itu menjadi yang terpenting dalam masa pandemi ini," tukasnya.
 
Evaluasi 7 Tahun Pemerintahan Jokowi
 
Presiden Jokowi kini sudah masuk Tahun ke 7 dalam menjalani roda pemerintahan. Tentu ada beberapa catatan dan pencapaian yang disoroti secara bersama. Gomar turut berkomentar mengenai perjalanan pemerintahan Jokowi yang hampir berjalan selama sewindu.
 
Salah satunya yang paling disoroti oleh Gomar adalah pendekatan kultural yang dilakukan oleh Presiden Jokowi untuk Papua masih banyak pekerjaan rumah. Gomar mengatakan komitmen Presiden Jokowi selama 7 Tahun menjabat masih sekedar janji politis saja saat di awal jabatan dan belum terealisasi.
 
"Saya kira itu harus (pendekatan kultural), Presiden Jokowi sudah mengatakan beberapa kali untuk melakukan pendekatan kultural, tapi yang terjadi sudah tujuh tahun Jokowi menjadi presiden yang namanya pendekatan kultural itu belum terlihat," ungkapnya. Yang terjadi tetap pendekatan keamanan, lanjutnya.
 
Rohaniwan berusia 62 tahun tersebut mengatakan selama ini pemerintahan Jokowi masih cenderung menggunakan cara kekerasan. Menurutnya, langkah yang dilakukan tersebut tidak akan pernah benar-benar menyelesaikan permasalahan serta memperpanjang siklus kekerasan di Papua.
 
Pendekatan kultural, kata Gomar bisa dimulai dengan melakukan dialog secara langsung kepada masyarakat yang berada di Papua. Saat ini Pemerintah masih jarang melakukan pendekatan tersebut.
 
"Apabila pemerintah benar-benar serius ingin melakukan pendekatan dialog, maka yang pertama kali yang harus dilakukan ialah belajar mendengar aspirasi dari masyarakat setempat. Hal yang menurutnya masih jarang dilakukan," katanya.
 
Gomar menyatakan bila pemerintah perlu banyak mendengar terlebih dahulu aspirasi dari masyarakat Papua. Dari situ akan terlihat inti masalah yang ada di Papua, sehingga terjadilah pendekatan dialog.

Gomar juga menyebut bila pemerintah seharusnya dapat mengikuti saran dan rekomendasi dari berbagai kajian akademis yang ada terkait persoalan di Papua. Salah satunya rekomendasi kajian Papua Road Map yang diterbitkan LIPI pada 2009.

"Itu saja dipedomani saya kira sudah cukup, di situ cukup jelas dan gamblang apa permasalahan dan bagaimana menghadapinya. Cuma kelihatannya banyak pihak khususnya dari pemerintah pusat yang tidak terlalu menghargai karya LIPI itu," tegasnya. 
 
Fakta menyatakan bahwa korban akibat konflik berkepanjangan di Papua terus bertambah, baik dari rakyat Papua, OPM dan aparat sendiri. Sampai kapan korban berjatuhan ini terus dibiarkan.
 
Presiden Jokowi sebagai pemegang komando keamanan dan pertahanan tertinggi, seharusnya tegas untuk menindak siapa saja yang terus membuat bara api konflik Papua terus terjadi. Kalau aparatnya di lapangan tidak patuh terhadap pendekatan kultural yang sudah ditegaskan Presiden, ya berarti ada subordinasi dan itu sangat berbahaya ada aparat yang berani melawan supremasi Presiden sebagai pengambil kebijakan tertinggi, tegas Gomar mengakhiri sesi interview ini.

(Givary Apriman Z\Roy T Pakpahan)

Share:




Berita Terkait

Komentar