Gawat! Risiko Gagal Bayar Surat Utang Bayangi Perusahaan di Tahun 2022

Senin, 20/12/2021 12:54 WIB
Risiko gagal bayar bayangi perusahaan di 2022 (pasardana)

Risiko gagal bayar bayangi perusahaan di 2022 (pasardana)

Jakarta, law-justice.co - Risiko gagal bayar atau default membayangi perusahaan penerbit obligasi dan sukuk yang mengalami kerugian saat jatuh tempo pembayaran. Hal itu disampaikan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI).

Direktur Pengembangan BEI Hasan Fawzi mendorong investor untuk mencermati segala tawaran penerbitan surat utang ini baik soal kelayakan penerbit, tingkat bunga, dan faktor lainnya.

"Kalau di obligasi memang yang paling besar adalah risiko default dan pada saat prospektus rating oleh Pefindo atau oleh agensi lain juga diberikan indikasi awal bahwa misalnya rating dari perusahaan tersebut ada di tingkat kelayakan pengembalian bunga utangnya," kata Hasan dalam wawancaranya dengan MPI.

Menurut Hasan, potensi default ini berkaitan dengan kondisi perusahaan dalam merespons pandemi Covid-19 yang membuat usaha mereka jatuh-bangun. "Pada ujungnya ada beberapa yang kami catat mengalami kerugian pada saat jatuh tempo pembayaran bunganya ataupun mungkin juga sudah jatuh tempo pembayaran pokoknya," ujaranya.

Berkaca dari tahun sebelumnya, BEI telah memberikan peringatan sekaligus sanksi bagi perusahaan yang mengalami default. Langkah tersebut dilakukan sesuai ketentuan seperti melakukan suspensi apabila perusahaan tersebut tercatat di bursa dan meminta untuk melaporkan kondisi perusahaan di keterbukaan informasi kepada publik.

Menurut Hasan, hal ini perlu dilakukan bursa agar investor bisa mengetahui kondisi pemulihan perusahaan apabila mengalami default. Data PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) mencatat terdapat Rp150,9 triliun surat utang yang akan jatuh tempo pada 2022.

Adapun surat utang yang jatuh tempo tersebut paling banyak akan terjadi pada kuartal tiga 2022 dengan total Rp45,6 triliun. Surat utang yang jatuh tempo pada tahun depan didominasi oleh surat utang dari sektor perbankan sebesar 16,9%, multifinance 15,57%, lembaga keuangan khusus 10,12%, telekomunikasi 8,92%, dan konstruksi 7,35%.

 

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar