Rizal Ramli Bongkar Luhut Inisiator UU Ciptaker: Labrak Kiri Kanan!

Senin, 29/11/2021 18:40 WIB
Kolase Rizal Ramli dan Luhut Binsar Pandjaitan. (Net)

Kolase Rizal Ramli dan Luhut Binsar Pandjaitan. (Net)

Jakarta, law-justice.co - Mantan Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli menyebut bahwa UU tersebut dinilai inkonsistusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Rizal Ramli dalam hal ini menyindir sosok yang mengaku sebagai inisiator dari UU Cipta Kerja. Lewat sebuah cuitan yang diunggah di akun Twitternya pada Minggu (28/11/2021)

Ia juga mengaku baru tahu jika inisiator UU tersebut adalah kawannya sendiri, yaitu Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

"Lho baru tahu, ternyata kawan saya yang mencetuskan UU yang dinilai MK itu inkonstitutional. Wajah sedikit senyum Labrak common-sense (mau sederhanakan kok UU 1000 halaman ?) dan labrak proses. Memang doyannya labrak kiri-kanan," tulis Rizal Ramli dalam cuitannya, dikutip, Senin (29/11/2021).

Cuitan Rizal Ramli itu ditulis sebagai respons terhadap sebuah artikel berita Luhut Binsar Pandjaitan sebagai orang yang mencetuskan (inisiator) Omnibus Law atau UU Cipta Kerja.

Judul artikel tersebut menjelaskan bahwa Luhut mengaku sebagai inisiator atau pencetus UU Cipta Kerja `Luhut: sayalah yang mencetuskan Omnibus Law UU Cipta Kerja`.

Belum diketahui secara pasti apa maksud Rizal Ramli menyebut Luhut melabrak nilai kewajaran atau common-sense hingga labrak kiri dan kanan.


Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan terkait gugatan UU Cipta Kerja yang dilakukan oleh serikat pekerja. MK memutuskan bahwa UU itu inkonstitusional dan harus direvisi.

MK memerintahkan DPR dan pemerintah memperbaiki UU Cipta Kerja dalam jangka waktu 2 tahun ke depan. Sebelum diperbaiki UU Cipta Kerja saat ini masih berlaku.

"Menyatakan pembentukan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, tidak dilakukan perbaikan dalam waktu dua tahun sejak putusan ini diucapkan," kata Ketua MK Anwar Usman.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar