#BersihkanIndonesia

Soal Krisis Iklim, Beda Sikap Jokowi di Luar dan Dalam Negeri

Kamis, 18/11/2021 20:10 WIB
Presiden Jokowi dan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia saat menandatangani nota kesepahaman tentang proyek gasifikasi batubara (Foto: Instagram @ bkpm_id)

Presiden Jokowi dan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia saat menandatangani nota kesepahaman tentang proyek gasifikasi batubara (Foto: Instagram @ bkpm_id)

law-justice.co - Presiden Joko Widodo baru saja menghadiri konferensi COP26 terkait dengan isu penanggulangan krisis iklim dunia. Pada saat yang sama, pemerintah Indonesia baru saja membuat nota kesepahaman tentang proyek gasifikasi batubara. Gerakan masyarakat sipil menilai, komitmen Presiden Jokowi tentang krisis iklim saling bertolak belakang.

Nota kesepahaman proyek gasifikasi batubara ini ditandatangani Menteri Investasi merangkap Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Bahlil Lahadalia, dengan disaksikan langsung oleh Presiden Jokowi. Nota kesepahaman ini terkait dengan investasi megaproyek industri gasifikasi batubara dan turunannya senilai 15 miliar dolar Amerika atau setara 210 triliun rupiah.

Beberapa organisasi pemerhati lingkungan yang tergabung dalam Gerakan #BersihkanIndonesia menilai, langkah tersebut bertolak belakang dengan apa yang disampaikan Presiden Joko Widodo dalam COP26 dan dalam pertemuan terbatas dengan PM Inggris untuk segera bebas dari batubara pada 2040.

Peneliti Trend Asia Andri Prasetiyo menilai, penandatanganan nota kesepahaman ini adalah suatu ironi yang menunjukkan bahwa Presiden Jokowi tidak memiliki komitmen yang nyata dalam menganggulangi krisis iklim.

"Di satu sisi kepada komunitas internasional menyatakan serius mengatasi krisis iklim, tapi di dalam negeri Presiden Jokowi terus mengambil kebijakan berbahaya dengan terus bergantung pada energi kotor batubara,” kata Andri dalam keterangannya yang diterima redaksi.

Gasifikasi batubara merupakan proyek strategis nasional yang diklaim mampu meningkatkan nilai tambah komoditas batubara. Namun kelompok masyarakat sipil justru menilai proyek ini memiliki banyak masalah, bukan hanya dari aspek lingkungan, namun juga dari sisi nilai ekonomi.

Andri mengatakan, pada awalnya proyek ini diklaim akan meringankan subsidi atas LPG, tapi dalam perkembangannya proyek gasifikasi batubara terus meminta kepastian subsidi agar produk akhirnya tetap dapat bersaing di pasaran.

“Proyek gasifikasi batubara berpotensi besar menjadi sebuah investasi bodong bagi pemerintah. Alih-alih menghasilkan nilai tambah, proyek ini justru akan membuat pemerintah menanggung nilai investasi besar yang tidak menguntungkan dan akan menguras kas negara akibat mengeluarkan subsidi yang tak perlu,” ujarnya.

Merujuk data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral tahun 2020, proyek gasifikasi batubara akan menggunakan batubara dengan total sebesar 103,3 juta ton per tahunnya. Jumlah tersebut hampir setara dengan besarnya konsumsi batubara untuk kebutuhan pembangkit listrik Indonesia yang mencapai 104,8 juta ton pada 2020.

Adila Isfandiari dari Greenpeace Indonesia mengatakan, proyek gasifikasi ini semakin menunjukkan bahwa para pemain bisnis batubara masih sangat dominan dalam setiap kebijakan politik energi pemerintah Indonesia.

“Ekstraksi batubara yang menjadi salah satu faktor terbesar deforestasi di Indonesia akan membuat proyek gasifikasi batubara ini tidak bisa dikatakan sebagai alternatif energi baru yang layak dipilih, melainkan hanya solusi semu bagi upaya penurunan emisi gas rumah kaca,” ujar Dila.

Sementara itu, Koordinator JATAM Nasional Merah Johansyah mengungkapkan bahwa proyek gasifikasi batubara ini telah menggusur lahan masyarakat adat Dayak Basap di Desa Keraitan dan Desa Tebangan Lembak di Kecamatan Bengalon, Kutai Timur.

“Proyek ini berdiri di atas lahan 1000 hektar di pesisir dan bentang alam karst yang mengancam sumber air warga di sana. Proyek Air Products and Chemical Inc., ini telah menggusur puluhan warga dan menginjak hak asasi mereka. Ada derita rakyat yang jelas diabaikan oleh Presiden Jokowi, Menteri Investasi dan Pemerintah Dubai,” terang Merah.

 

(Januardi Husin\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar