Sofyan Djalil Disebut jadi Batu Sandungan Janji Politik Joko Widodo

Selasa, 09/11/2021 07:13 WIB
Sofyan Djalil, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) (indonesiainside.id)

Sofyan Djalil, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) (indonesiainside.id)

Jakarta, law-justice.co - Mantan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Beathor Suryadi menyebut Menteri Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan Djalil menjadi ganjalan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menunaikan janji politiknya terkait penuntasan mafia tanah.

Kata dia, sudah tujuh tahun Sofyan duduk di Kabinet Jokowi, namun sangat minim bahkan bisa dikatakan tidak ada trobosan gagasan darinya sebagai pembantu Presiden untuk menyelesaikan janji Politik Jokowi saat kampanye yakni reformasi agraria.

Dia kemudian merujuk pernyataan Sofyan Djalil terkait dengan mafia tanah yang tidak bisa diselesaikan bahkan merajalela dikarenakan luasnya jaringan mafia tanah yang tersebar di semua lini.

Namun disisi lain, tambah Beathor, Menteri Sofyan seolah pasrah dengan mengatakan bahwa Kementrian ATR/BPN yang besar tak bisa dipungkiri jika ada yang terlibat dalam jaringan mafia tanah.

Terkait pernyataan Sofyan bahwa tak memungkiri pagawai ATR/BPN jadi bagian dari mafia tanah, menurut Beathor hanyalah otokritik yang basa basi dan pemanis mulut.

“Basa basi pemanis mulut semata ketimbang memperbaiki kinerja. Seperti contohnya pada kasus kasus HGB yang seharusnya Sofyan telah berhasil menyelesaikannya, seperti kasus Bu Ani Cahyani warkahnya hilang di Kantor BPN Tangerang, Kasus Robert Sujasmin SHM nya hilang di KaKantah DKI Utara dan kasus PTSL Warga Mauk Teluk Naga, usulan Warga ke kantor BPN Tangerang kenapa terbit atas nama 3 pelaku Mafia. Koq jadi aneh?” ungkap Beathor seperti melansir rmol.id.

Selain itu, menurut dia, hingga saat ini yang belum dijelaskan Sofyan adalah kelembagaan birokrasi pertanahan, BUMN dan Kehutanan dalam bekerja sesuai misi visi Presiden Jokowi yang Pro Rakyat di bidang Agraria yang faktanya justru menyebabkan suburnya praktek-praktek mafia tanah.

Hal itu misalnya seperti pemalsuan kuasa pengurusan hak konversi tanah, menunda-nunda SK Pelepasan menteri BUMN terhadap ex HGU perkebunan, tidak menjalankan Keputusan MA no 121 PK/2020 tentang keterbukaan informasi dan lain sebagainya.

“Nah, mengapa ini tidak disampaikan oleh Menteri Sofyan? Karena menteri Sofyan bisa jadi lebih ingin melindungi pengusaha mafia tanah ketimbang melindungi bawahannya,” sesal Beathor.

Disisi lain, Beathor berpandangan, ada kesan Menteri Sofyan tidak paham kinerja anak buah di kantornya, akibat ketidakpahaman tersebut berakibat merepotkan instansi dan lembaga lain.

Misalnya, kesalahan ukur lokasi, lalu muncul 2 SHM, kehilangan warkah dan SHM di kantor BPN, kenapa melibatkan Polisi, bahkan Pengadilan hingga PK di Mahkamah Agung.

“Mana Kecerdasanmu Sofyan?” pungkas Beathor.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar