Mari Mengenal Leuit, Warisan Budaya dari Tanah Sunda yang Luhur

Sabtu, 25/09/2021 18:02 WIB
Ilustrasi Leuit (Dok.Pikiran Rakyat)

Ilustrasi Leuit (Dok.Pikiran Rakyat)

Jakarta, law-justice.co - Bagi masyarakat sunda buhun atau sunda wiwitan, istilah Leuit sudah sangat lekat dalam kehidupan sehari hari. Bahkan Leuit menjadi warisan budaya yang sakral dalam kehidupan masyarakat Sunda.

Setiap daerah memiliki warisan budaya dengan bentuk yang bermacam-macam. Ada tarian, benda, upacara, lagu, dan lain-lain. Salah satu warisan budaya yang dimiliki Jawa Barat adalah leuit, tempat menyimpan padi dari hasil panen warga.

Dikutip dari buku Penetapan Warisan Budaya Tak Benda Indonesia Tahun 2017 yang diterbitkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau Kemendikbud, Leuit bila dipandang sekilas memiliki rupa seperti rumah.

Dikatakan mirip rumah karena lumbung padi itu beratap dan memiliki pintu. Namun, pintu pada leuit tak cukup menjadi akses masuk bagi manusia, letaknya pun di atas, dekat dengan atap. Pintu itu digunakan masyarakat untuk memasukkan dan mengambil padi.

Bangunan yang terdiri dari kayu, bambu, ijuk, dan daun kiray yang berasal dari pohon sagu ini pada dasarnya digunakan untuk membantu warga menyimpan cadangan makanan hingga masa panen padi berikutnya. Bahkan leuit diketahui mampu menyimpan padi dalam jangka waktu yang lebih lama, yaitu sampai 20 tahun.

Tidak diketahui daerah pertama di Jawa Barat yang menciptakan lumbung padi ini. Namun, daerah penyebarannya antara lain Tasikmalaya, Ciamis, Garut, Bogor, Sukabumi, Banten dan wilayah lainnya.

Di Kabupaten Sukabumi sendiri, leuit terbagi menjadi tiga yaitu leuit olot, leuit si jimat, dan leuit masyarakat.

Leuit olot dikenal sebagai leuit pemimpin kasepuhan, yang artinya digunakan untuk kepentingan sang pemimpin.

Sementara itu, leuit si jimat adalah leuit milik kasepuhan bersama yang padinya dapat dikeluarkan kala terdapat kekurangan pangan serta upacara tradisional berskala besar.

Terakhir, yaitu leuit masyarakat adalah leuit yang dimiliki oleh masing-masing warga kasepuhan atau keluarga. Setiap kepala keluarga umumnya memiliki satu sampai tiga leuit.

Satu leuit masyarakat mampu menyimpan padi sebanyak 1.000 pocong atau ikat padi kering yang beratnya sekitar 2,5 hingga 3 ton. Kapasitas ini tergantung dari kepemilikan sawah warga. Ada beberapa aturan yang mengharuskan sebagian kecil hasil panen warga dihibahkan ke leuit si jimat, untuk kepentingan bersama.

Hal penting yang perlu diketahui, padi di dalam leuit tidak bisa asal diambil. Proses memasukkan dan mengeluarkan padi dari leuit memerlukan beberapa tahap upacara yang tidak boleh terlewatkan seperti perhitungan waktu yang tepat.

(Tim Liputan News\Yudi Rachman)

Share:




Berita Terkait

Komentar