Penyegelan Pemakaman Keluarga Sunda Wiwitan di Kuningan Dikecam

Rabu, 29/07/2020 12:30 WIB
Sunda Wiwitan merupakan keyakinan masyarakat Sunda yang sudah menjadi budaya masyarakat Cigugur, Kuningan. Jawa Barat.  Sunda Wiwitan sudah ada jauh sebelum Islam dan agama lain yang resmi masuk di Indonesia. Robinsar Nainggolan

Sunda Wiwitan merupakan keyakinan masyarakat Sunda yang sudah menjadi budaya masyarakat Cigugur, Kuningan. Jawa Barat. Sunda Wiwitan sudah ada jauh sebelum Islam dan agama lain yang resmi masuk di Indonesia. Robinsar Nainggolan

Jakarta, law-justice.co - Koalisi masyarakat sipil mengecam penyegelan inkonstitusional terhadap bakal Pasarean (Pemakaman Keluarga) Sunda Wiwitan di Curug Goong, Kuningan, Jawa Barat.

Penyegelan bakal pemakaman keluarga atau pasarean sesepuh Adat Karuhun Urang (AKUR) Sunda Wiwitan di lahan milik pribadi di Curug Goong, Desa Cisantana, Cigugur, Kuningan, oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) pada Senin, 20 Juli 2020, adalah tindakan melanggar hukum.

Sebab, pembangunan bakal makam sesepuh masyarakat AKUR Sunda Wiwitan adalah bagian dari ekspresi atau pengamalan beragama dan berkepercayaan atau berkeyakinan yang dilindungi oleh Konstitusi Republik Indonesia.

Dalam siaran pers koalisi masyarakat sipil, akksi pelanggaran atas hak beragama atau berkepercayaan warga AKUR Sunda Wiwitan berupa penyegelan tersebut dilakukan jajaran aparat pemerintah Kabupaten Kuningan berdasarkan Surat Satpol PP Pemerintah Kabupaten Kuningan tertanggal 17 Juli 2020 atas nama Kepala Satpol PP Indra Purwantoro, S.AP.

Dasar tindakan penyegelan adalah surat teguran ketiga Satpol PP terhadap Sdr. Gumirat Barna Alam selaku pemilik bangunan bakal pasarean dengan alasan tidak
memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28E ayat (1) menyatakan, Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, ayat (2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya. Sedangkan, Pasal 29 ayat (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Atas dasar itulah Bupati Kuningan Acep Purnama dan seluruh jajarannya berkewajiban memfasilitasi warga AKUR Sunda Wiwitan untuk membangun bakal pesarean sesepuhnya.
Pengurusan IMB pembangunan bakal pemakaman adalah bentuk bentuk diskriminasi yang sangat nyata.

Maka, penyegelan bakal pesarean adalah tindakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang sangat serius, karena terkait dengan pengamalan kepercayaan atau keyakinan penghayat Sunda Wiwitan.

(Tim Liputan News\Yudi Rachman)

Share:




Berita Terkait

Komentar