Busyro Tanya ke MPR: Apa Benar Amandemen UUD Jawaban Persoalan Rakyat?

Senin, 13/09/2021 22:25 WIB
Mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas (pinterest)

Mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas (pinterest)

Jakarta, law-justice.co - Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum, Busyro Muqoddas, meminta MPR berpikir jernih sebelum memutuskan melanjutkan wacana amandemen UUD untuk memasukkan Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN). Dia pun mempertanyakan apakah amandemen UUD 1945 menjadi solusi terbaik dari permasalahan masyarakat saat ini.


"Mohon bertanya kepada kata hati nurani Bapak Ibu anggota MPR RI, apakah agenda amandemen itu sungguh-sungguh jawaban atas berbagai problem kerakyatan dan demokrasi?" kata Busyro dalam diskusi virtual yang juga dihadiri Ketua MPR Bambang Soesatyo, Senin (13/9/2021).


"Itu kami bersama Muhammadiyah, bersama elemen masyarakat sipil serius penuh pengharapan kita berseru, bersama untuk terus menjaga marwah lembaga MPR RI," lanjutnya.


Apalagi, Busyro mengatakan Indonesia mengalami pengalaman sejumlah RUU dibahas begitu singkat oleh DPR dan pemerintah seperti RUU KPK, RUU Cipta Kerja hingga RUU Minerba. Hal ini, kata dia, perlu diantisipasi agar tak terulang dalam wacana amandemen.


"Kita belajar dari sejarah banyak contoh di antaranya bagaimana proses RUU KPK, bagaimana UU Cipta Kerja, UU Minerba, revisi UU MK cukup hanya waktu satu minggu itu. Itu fakta-fakta bahwa teman-teman politisi itu sebagian besar. Itu cukup beralasan jika kita masyarakat sipil mengkhawatiri akan terjadi pengulangan pada amandemen yang akan datang," kata dia.


Dia juga mengatakan Presiden Jokowi sebaiknya menyampaikan pernyataan tegas menolak segala wacana perpanjangan masa jabatan presiden. "Mari kita secara jujur, secara tulus dan ikhlas benar-benar dan demi untuk kehormatan keluarga Presiden, maka Presiden perlu segera mungkin dimohon dengan hormat untuk menyatakan secara tegas, lugas kepada masyarakat untuk tidak membuka peluang amandemen sebatas mengenai upaya-upaya perpanjangan jabatan presiden, periode berapa pun juga kecuali yang hanya dua periode itu, sudah cukup," kata dia.


Dia berpandangan kekhawatiran masyarakat saat ini cukup beralasan karena bisa saja terdapat penumpang gelap yang masuk dalam wacana amandemen UUD 1945. "Sehingga penumpang-penumpang gelap itu bukan khayalan, bukan ketakutan tapi adalah kekhawatiran yang cukup beralasan. Masyarakat milenial kita butuh suasana segar dalam arti moralitas, teknologi, pembangunan yang betul-betul jujur, merakyat, demokratis, dan itu butuh angin segar. Ini jangan ditutup dengan amandemen apalagi itu nanti ada tumpangan atau agenda gelap," tandasnya.

 

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar