Soal Selisih Anggaran PEN 147 T,DPR Panggil Menkeu Setelah Bertemu BPK

Kamis, 09/09/2021 15:56 WIB
Ilustrasi Program PEN RI

Ilustrasi Program PEN RI

Jakarta, law-justice.co - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan selisih hingga Rp147 triliun dalam anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang bersumber dari APBN 2020. Selisih didapat dari perhitungan BPK yang menyebut total anggaran PEN sebesar Rp841,89 triliun, sedangkan Kementerian Keuangan menyebut Rp 695,2 triliun.

Menanggapi hal itu, Anggota Komisi XI, Achmad Hafisz Tohir mengaku sangat prihatin dengan temuan selisih Rp147 triliun tersebut. "Bukan angka yang sedikit selisih Rp147 triliun. BPK harus segera kami undang ke DPR menyampaikan secara detail bagian mana saja yang tidak kredibel tersebut. Ini persoalan serius karena menyangkut uang rakyat," kata Hafisz, di gedung DPR, Jakarta, Kamis, 9 September 2021.

Dari ikhtisar hasil pemeriksaan BPK semester II 2020, lanjut Hafisz, ada biaya program PEN di luar skema sebesar Rp27,32 triliun dalam APBN 2020 dan sudah dibelanjakan sebesar Rp23,59 triliun.

Selain itu, Hafisz mengungkapkan ada alokasi kas Badan Layanan Umum (BLU) Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) kepada BLU-BLU Rumpun Kesehatan sebesar Rp1,11 triliun. "Ada relaksasi PNBP K/L sebesar Rp79 miliar yang berasal dari insentif penundaan pembayaran PNBP," beber politisi PAN tersebut.

Hafisz memaparkan, temuan BPK juga mencakup fasilitas perpajakan yang diatur dalam PMK Nomor 28 Tahun 2020 selain PPN ditanggung Pemerintah dan PP Nomor 29 Tahun 2020 yang belum masuk ke dalam penghitungan alokasi program PEN dengan nilai yang belum bisa diestimasi.

Secara terpisah LSM Prodem meminta pertanggungjawaban Menteri Keuangan Sri Mulyani atas selisih dana PEN yang sangat besar tersebut. Kalau Menkeu tidak bisa mempertanggungjawabkannya berarti terjadi penggelapan anggaran.

Patut dipertanyakan ada apa sampai Menkeu tidak melaporkan adanya selisih anggaran yang sangat besar itu. Publik pasti bertanya-tanya, kok bisa ada selisih dana anggaran sampai sebesar itu, tambah Prodem.

Karena itu Prodem menilai, DPR harus segera panggil dan periksa Sri Mulyani setelah mendapat laporan dari hasil pemeriksaan BPK.

(Farid Fathur\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar