Proyek Tol Sumatera, Ambisi Besar, Uang Tak Punya

Rabu, 11/08/2021 13:30 WIB
Mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan

Mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan

Jakarta, law-justice.co - Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan mengomentari terkait pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera. Ia menyebut soal ambisi besar pemerintah lantaran proyek tersebut membutuhkan anggaran yang sangat besar.

Kendati demikian, Dahlan berharap agar melalui pembangunan tol itu bisa menopang pertumbuhan ekonomi kawasan Sumatera.

Seperti dilansir dari website disway.id pada Rabu (11/8/2021), dalam sebuah proyek, kata dia, orang keuangan akan sangat hati-hati memperhatikan visibilitas proyek.

Menurut Dahlan, segala sesuatu harus diperhitungkan dengan matang, dan perencanaan dibuat sangat hati-hati. Masalah biaya proyek pun jangan sampai besar pasak daripada tiang.

Lantas ia pun menilai, ide pembuatan Jalan Tol Trans Sumatera itu, dari Lampung sampai Aceh, tidak akan mungkin ide seperti lahir dari orang keuangan.

Dahlan menegaskan, sebetulnya orang keuangan pasti akan menolak mentah-mentah ide soal tol Trans Sumatera itu lantaran tidak visibel, tidak ada uang, pemborosan, tingkat lalu lintasnya rendah, dan lain sebagainya.

Tetapi, ia juga mengakui bahwa orang keuangan tidak akan menolak untuk ikut memikirkan proyek ini. Apalagi kalau yang meminta proyek ini berjalan adalah presiden. Maka orang keuangan wajib ikut mencari solusi agar tol ini bisa digarap.

"Termasuk kalau pun jalan tol sepanjang lebih dari 3.000 km itu harus selesai pada 2024. Itulah keputusan politiknya. Maka inilah pelajaran `pemikiran keuangan` untuk mencapai ambisi besar," katanya.

Dahlan pun memperkirakan anggaran dari proyek tol Sumatera memiliki target pembangunan sepanjang 1.100 km itu. Perkiraannya, proyek tersebut menghabiskan dana sebesar Rp 130 triliun. Namun, dana yang dikucurkan untuk Hutama Karya selaku yang bertugas membangun tol ini cuma ada Rp 25 triliun.

"Sampai hari ini `orang keuangan` baru keluarkan dana Rp 25 triliun," ujar Dahlan.

Dengan demikian, proyek masih butuh Rp 105 triliun lagi. Dahlan mengatakan, Hutama Karya juga sudah berkorban untuk berutang sekitar Rp 42 triliun dengan sistem pinjaman komersial.

Bahkan, jelas dia, dengan tambahan dana PMN pun menurutnya, Hutama Karya juga masih kekurangan Rp 45 triliun.

"Masih kurang dana Rp 70 triliun. Tahun ini Hutama Karya dapat janji PMN baru, Rp 25 triliun. Masih kurang lagi Rp 45 triliun. Belum tahu akan dapat dari mana," ucapnya.

Boro-boro menutup kekurangan proyek, Dahlan mengatakan, justru Hutama Karya akan kelimpungan membayar utang Rp 42 triliun. Apalagi pendapatan jalan tol Sumatera tak bisa diharapkan sampai beberapa tahun ke depan.

Soal kekurangan dana proyek juga makin sulit didapat, apalagi masih ada pandemi Covid-19. Dahlan menyebut sumber-sumber keuangan sedang kering di mana-mana.

Ia menuturkan, satu-satunya harapan, yaitu meminjam ke bank pemerintah, tapi hal itu juga sulit dilakukan. Bank pemerintah menurutnya harus pasti dapat untung.

"Mengharap dari bank-bank tersebut (bank pemerintah) tidak mungkin lagi. Mereka punya ideologi sendiri: uang harus melahirkan uang," tuturnya.

Ujungnya, kekurangan anggaran akan ditutup pakai PMN kata Dahlan. Apalagi, ada namanya Sisa Lebih Penggunaan Anggaran alias SILPA, yang jumlahnya bisa sampai Rp 254 triliun di 2020.

"Politikus akan langsung melihat itu, namanya saja sisa anggaran. Lebih baik dipakai daripada jadi sisa," kata Dahlan.

Tapi SILPA juga sudah diikat ke APBN tahun 2021, uangnya jadi bukan uang `nganggur`. Ada hambatan untuk penggunaannya. Maka dari itu harapan mendapatkan dana segar adalah dari Indonesia Investment Authority (INA), lembaga Sovereign Wealfh Fund alias dana abadi yang baru dibentuk.

Tapi lagi-lagi, SWF tetap lah `binatang keuangan` bagi Dahlan. Jadi tak mudah begitu saja untuk mendapatkan bantuan, bantuan membeli tol yang sudah jadi misalnya.

"Hitung-hitungan bisnisnya harus masuk akal, akal mereka," kata Dahlan.

Misalnya saja, Dahlan menyebutkan Hutama Karya sudah menawarkan lima ruas jalan tolnya ke INA. Tapi belum tentu proyek itu akan dilirik. Apalagi kalau IRR-nya di bawah 12-13, standar lembaga keuangan di manapun ada di level tersebut menurut Dahlan.

"IRR lima ruas tol itu masih rendah, yang tertinggi mungkin 10-11 saja. Bahkan ada ruas yang IRR-nya 7, tidak mustahil ada yang 5," terang Dahlan.

Dahlan memaparkan kini Jalan Tol Sumatera sudah terbangun dan beroperasi 530 km. Mulai dari ruas Bakauheni-Palembang, Medan-Binjai, Medan-Tebing Tinggi, hingga Pekanbaru-Dumai.

Meski sedikit pesimis, Dahlan mengaku masih punya secercah harapan untuk tol Trans Sumatera. Apalagi Pulau Sumatera memiliki tanda-tanda untuk menjadi wilayah pertumbuhan ekonomi baru.

Jumlah penduduk, sumber daya alamnya, hingga letak geografisnya yang dekat dengan negara tetangga jadi syarat pertumbuhan baru.

"Memang sekarang masih besar pasak daripada tiang. Tapi, tiang di situ ibarat pohon, kian lama kian besar dan akan melebihi pasaknya," pungkasnya.

 

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar