Sejumlah Pegawai KPK Tolak Pelatihan Bela Negara di Kemenhan

Senin, 19/07/2021 16:29 WIB
Sejumlah pegawai KPK tolak pelatihan bela negara di Kemenhan (Antara).

Sejumlah pegawai KPK tolak pelatihan bela negara di Kemenhan (Antara).

Jakarta, law-justice.co - Pelatihan bela negara dan wawasan kebangsaan yang dilaksanakan di Kementerian Pertahanan ditolak oleh sejumlah pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Dasar hukum hingga sikap tertutup KPK atas hasil TWK menjadi alasan para pegawai enggan mengikuti pelatihan.

"Pelatihan ini disebut sebagai bagian dari proses alih status tapi dasar hukum dalam proses alih status di PP 41/2020 hanya dikenal pelatihan orientasi ASN, tidak dikenal pelatihan bela negara. Dan pelatihan orientasi ASN dilakukan setelah penetapan dan pelantikan jadi ASN. Terus apa dasar hukum dari pelatihan ini?" ujar Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Antikorupsi KPK nonaktif, Hotman Tambunan seperti dilansir dari cnnindonesia, Senin (19/7/2021).

Hotman sangat menyesalkan KPK sampai saat ini enggan memberikan data dan informasi yang diminta pegawai terkait hasil TWK. Ia mengkritik nilai transparansi yang selama ini dijadikan `barang dagang` lembaga antirasuah.

"Coba bayangkan untuk mendapatkan hasil tes pegawai internal saja harus ngotot-ngototan hampir 2 bulan lebih tak ada hasil, padahal UU memperbolehkannya. Terus model transparansi apa sih yang ada di benak pimpinan saat ini," imbuhnya.

Ia menambahkan, pelatihan di Kemenhan semestinya menjadi bagian dari peningkatan kompetensi pegawai bukan sebagai proses seleksi. Dalam hal ini ia menyoroti persyaratan bersedia diberhentikan jika tidak lulus pelatihan.

24 pegawai tersebut diwajibkan menandatangani kesediaan mengikuti pendidikan pelatihan. Dokumen itu merupakan berita acara rapat koordinasi tindak lanjut hasil asesmen TWK dalam rangka pengalihan status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) tertanggal 25 Mei 2021.

Ditandatangani oleh lima pimpinan KPK, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H. Laoly, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Tjahjo Kumolo, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana, Ketua Lembaga Administrasi Negara (LAN) Adi Suryanto, dan Ketua Komisi ASN Agus Pramusinto.

"Ini kan bentuk pemaksaan dan pengambilalihan hak secara paksa tanpa dasar. Padahal, saat TWK pun kita sama sekali tak diberi informasi secara utuh bahkan kami merasa cenderung dibohongi," ujarnya.

Penyidik Utama KPK nonaktif, Budi Agung Nugroho, juga memutuskan menolak mengikuti pelatihan bela negara dan wawasan kebangsaan. Ia menganggap tujuan pelatihan tersebut tidak jelas karena tidak diberi tahu indikator bermasalah dalam tes yang sebelumnya ia ikuti.

"Alasannya, karena permintaan saya atas hasil TWK untuk mengetahui penyebab saya tidak lulus itu tidak dipenuhi sama KPK sehingga saya tidak tahu wawasan kebangsaan saya yang mana yang harus dibenahi melalui pelatihan ini," kata Budi.

"Itu membuat pelatihan menjadi tidak jelas tujuannya," lanjut dia.

Spesialis Hubungan Masyarakat Muda KPK nonaktif, Ita Khoiriyah alias Tata, menyatakan surat pernyataan kesediaan justru menempatkan 24 pegawai sebagai orang asing. Padahal, terang dia, para pegawai sedianya hanya menjalankan proses peralihan saja.

Menurut dia, surat kesediaan sebagai syarat mengikuti pelatihan justru membuat pihaknya terluka untuk kali kedua.

"Apakah surat kesediaan adalah bentuk jebakan baru? Seolah-olah pimpinan memberi kesempatan dengan memberi pembinaan. Tapi, ujung-ujungnya diharuskan tes lagi dan bersedia tidak diangkat jadi ASN,"ujarnya.

Tata menegaskan hanya mau mempertimbangkan ikut pembinaan apabila informasi asesmen TWK dibuka seterang-terangnya.

 

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar