Presiden Jokowi Minta MK Tolak Permohonan Uji Formil UU Cipta Kerja

Jum'at, 18/06/2021 10:37 WIB
Mahkamah Konstitusi (Foto: Detik)

Mahkamah Konstitusi (Foto: Detik)

Jakarta, law-justice.co - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang terkait pengujian formil UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja terhadap UUD 1945 secara virtual, Kamis (10/6/2021).

Agenda hari ini adalah mendengar keterangan dari DPR RI dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait beleid tersebut.

Sebagai perwakilan Presiden, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyampaikan keterangan pendahuluan atas permohonan pengujian UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja terhadap UUD 1945.

Permohonan ditujukan untuk perkara nomor 91, 103, 105 serta 107/PUU-XVIII/2020 dan nomor 4 serta 6/PUU-XIX/2021.

Airlangga mengungkapkan, pembukaan UUD 1945 mengamanatkan tujuan pembentukan negara RI adalah mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang merata baik material maupun spiritual.

Hal itu sejalan dengan tujuan tersebut Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 yang menentukan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan layak bagi kemanusian.

"Oleh karena itu, negara wajib menetapkan kebijakan dan melakukan tindakan untuk memenuhi hak-hak warga negara untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak," ujar Airlangga.

Menurut dia, pemenuhan hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak pada prisnsipnya salah satu aspek penting dalam pembangunan nasional yang dilakukan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.

Oleh karena itu, kata Airlangga, negara harus hadir dalam setiap kondisi dan memastikan perlindungan terhadap rakyatnya, termasuk perlindungan untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan layak baik dalam kondisi normal maupun kondisi tidak normal.

Terkait legal standing para pemohon, Airlangga bilang pemerintah memahami penilaian atas legal standing merupakan kewenangan mahkamah.

Namun demikian, memperhatikan dalil-dalil para pemohon yang merasa dilanggar hak konstitusionalnya dengan UU Cipta Kerja ini, Airlangga menyampaikan bahwa penerbitan UU Cipta Kerja justru dimaksudkan untuk memberikan perlindungan kepastian hukum dan pemenuhan hak-hak warga negara untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak berserikat dan berkumpul sebagaimana dijamin dalam ketentuan pasal 27 ayat 2, pasal 28, pasal 28 C, pasal 28 D ayat 1 dan ayat 2 UUD 1945.

"Bahwa para pemohon sama sekali tidak terhalang-halangi dalam melaksanakan aktivitas maupun kegiatannya yang diakibatkan oleh berlakunya UU Cipta Kerja. UU Cipta Kerja ini justru akan menyerap tenaga kerja Indonesia seluas-luasnya di tengah persaingan yang semakin kompetitif dan tuntutan globalisasi ekonomi serta meningkatkan perlindungan serta kesejahteraan pekerja. Sehingga hak-hak konstitusional para pemohon sama sekali tidak dikurangi, dihilangkan, dibatasi, dipersulit, maupun dirugikan oleh karenanya berlaku UU Cipta Kerja," kata Airlangga.

Pembentukan UU Cipta Kerja, menurut dia, telah melalui prosedur dan tahapan sesuai ketentuan. Hak-hak partisipasi publik dalam pembentukan UU Cipta Kerja telah terpenuhi dengan adanya partisipasi publik.

Airlangga lantas memaparkan landasan UU Cipta Kerja adalah upaya pemerintah untuk penciptaan dan perluasan lapangan kerja sekaligus mempertahankan dan meningkatkan kualitas lapangan kerja.

Tujuannya dalam rangka peningkatan kesejahteraan pekerja dan masyarakat yang tidak mudah lantaran menghadapi berbagai banyak tantangan.

"Pada saat RUU Cipta Kerja disusun, kita menghadapi beberapa tantangan yang menjadi hambatan kita dalam melakukan transformasi ekonomi sehingga belum optimal dalam menciptakan lapangan kerja," ujar Airlangga.

Berdasarkan data BPS per Agustus 2019, dari jumlah 133,56 juta angkatan kerja, 89,96 juta orang bekerja penuh, sedangkan 28,41 juta orang bekerja paruh waktu, 8,14 juta orang setengah penganggur, dan 7,05 juta orang pengangguran.

Dengan demikian terdapat 43,5 juta orang yang tidak bekerja penuh atau 32,6% dari angkatan kerja. Sedangkan jumlah penduduk yang bekerja pada kegiatan informal sebanyak 70,49 juta orang atau 55,72% dari total penduduk yang bekerja.

Airlangga juga mengungkapkan pemerintah telah menyerahkan 148 alat bukti yang telah diserahkan. Oleh karena itu, pemerintah memohon kepada yang mulia majelis hakim MK untuk dapat memberikan putusan sebagai berikut:

a. Menerima keterangan presiden secara keseluruhan

b. Menyatakan pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum atau legal standing

c. Menolak permohonan pengujian formil UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja para pemohon untuk seluruhnya

d. Menyatakan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Ciptaker tidak bertentnagan dengan UUD RI 1945

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar