Soal Rencana Pembuatan Mata Uang Digital, Perlu Kajian Secara Mendalam

Selasa, 01/06/2021 11:15 WIB
Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Komarudin (Foto : Istimewa)

Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Komarudin (Foto : Istimewa)

law-justice.co - Bank Indonesia (BI) akhirnya mengungkapkan rencana pembuatan mata uang digital atau Central Bank Digital Currency (CBDC). CBDC merupakan representasi uang digital yang
menjadi simbol kedaulatan negara yang diterbitkan dan dikendalikan oleh bank sentral sebagai bagian dari kewajiban moneternya.

Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar Puteri Anetta Komarudin mengimbau agar rencana pengembangan CBDC ini dikaji secara mendalam.

“Kita tentu tidak bisa menghindar dari pesatnya arus disrupsi teknologi, tetapi kita tetap perlu merespon perubahan tersebut melalui upaya antisipasi dan mitigasi yang memadai. Sehingga, inisiatif BI untuk
mengkaji CBDC merupakan suatu langkah positif untuk menjawab tantangan perkembangan zaman. Namun, proses studinya harus dilakukan secara akurat, teliti, ilmiah, dan hati-hati agar kita mendapatkan gambaran urgensi hingga penilaian kelayakan dari rencana tersebut secara menyeluruh,”
ujar Puteri melalui keteranganya, Selasa (01/06/2021).

Puteri juga menyampaikan bahwa sampai saat ini Komisi XI DPR RI belum melakukan pembahasan secara khusus bersama BI terkait rencana tersebut.

Kendati demikian, Puteri meminta agar BI dapat mendalami rencana pembentukan CBDC dengan memperhatikan kesiapan nasional.

“Dengan begitu, kita dapat menggali potensi, manfaat, serta risikonya jika dikaitkan dengan kondisi sosial dan ekonomi di Indonesia saat ini dan kedepan. Lantaran, kondisi-kondisi ini nantinya akan mempengaruhi desain, arsitektur dan infrastruktur teknologi, serta mitigasi risiko dari penerbitan CBDC,” tutur Puteri.

Puteri juga menambahkan agar BI dapat melakukan benchmarking dengan bank sentral negara lain yang telah lebih dulu mendalami CBDC, seperti Tiongkok, Inggris, Jepang dan Uni Eropa.

“Tiongkok sendiri telah menginisiasi proyek ini sejak 2014 atau butuh sekitar 7 tahun hingga penerbitannya. Tiongkok juga melakukan serangkaian simulasi atas peredaran mata uang digital ini guna memantau dan mengukur dampaknya terhadap transmisi ke pasar uang dan perekonomian. Saya kira hal ini nantinya juga perlu menjadi bahan pertimbangan BI,” ungkap Puteri.

Selain itu, Puteri memandang perumusan CBDC perlu memperhatikan terpenuhinya aspek legalitas dengan menerbitkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang diperlukan. Lantaran, UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang menyebutkan bahwa mata uang NKRI adalah Rupiah dan macamnya terdiri atas Rupiah Kertas dan Rupiah logam.

“BI juga perlu mengkaji bentuk regulasi yang diperlukan serta mulai menginventarisir UU dan ketentuan pelaksana apa saja yang perlu dicabut, direvisi, atau diterbitkan. Hal ini perlu dilakukan untuk mendukung penerbitan CBDC ini agar memiliki dasar hukum yang sesuai dan dapat dilaksanakan. Serta, agar tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku,” tegas Puteri.

Menutup keterangannya, Wakil Sekretaris Fraksi Partai Golkar ini juga meminta agar BI dapat mulai membangun komunikasi dengan Pemerintah, OJK, dan LPS terkait rencana tersebut.

“Rencana BI untuk mengembangkan CBDC ini tentu tidak hanya sebatas pada penerbitan mata uang digital saja, melainkan juga perlu mempersiapkan ekosistem digital secara menyeluruh dan merata di seluruh Indonesia yang perlu dibangun mulai dari sekarang. Oleh karena itu, kajian ini nantinya juga
perlu melibatkan perspektif dari pemerintah, OJK, LPS, dan entitas terkait lainnya.Tentunya juga perlu memperhatikan pandangan dan persepsi masyarakat sebagai pengguna dari mata uang digital ini nantinya,” tutup Puteri.

(Givary Apriman Z\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar