Suruh TNI-Polri Tumpas KKB Papua, Bamsoet Didesak Minta Maaf

Rabu, 28/04/2021 22:54 WIB
Ketua MPR Bambang Soesatyo disesak minta maaf karena serukan penumpasan terhadap KKB Papua (Indopost)

Ketua MPR Bambang Soesatyo disesak minta maaf karena serukan penumpasan terhadap KKB Papua (Indopost)

law-justice.co - Pernyataan Ketua MPR Bambang Soesatyo atau Bamsoet soal penumpasan kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua dikecam oleh Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Papua. Mereka menilai pernyataan Bamsoet itu tidak mempertimbangkan aspek hak asasi manusia (HAM) terlebih dahulu.

"Pernyataan yang Bapak sampaikan, tidaklah mencerminkan kepribadian dan etika yang baik selaku pimpinan anggota MPR RI. Padahal secara etik, berdasarkan Keputusan MPR 2/2010 tentang Peraturan Kode Etik MPR, setiap anggota dituntut untuk juga menjunjung tinggi nilai hak asasi manusia," demikian pernyataan Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Papua, Rabu (28/4/2021).

Pernyataan ini dibuat oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Yayasan Pusaka Bentala Rakyat Jakarta, WALHI Papua, Greenpeace Indonesia, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Amnesty International Indonesia, SAFEnet, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Yayasan Satu Keadilan, Perkumpulan JUBI, Imparsial Jakarta, dan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM).

Mereka mengingatkan, dalam UUD 1945 yang jadi pedoman bernegara juga diatur soal negara harus memberi perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan HAM bagi setiap orang. Mereka meminta semua pejabat publik mengimplementasikan nilai tersebut.

Mereka menilai pernyataan Bamsoet justru memperburuk kondisi kemanusiaan di Papua dan dikhawatirkan akan dijadikan legitimasi bagi aparat keamanan di Papua untuk bertindak sewenang-wenang dan tidak manusiawi.

"Perlu Bapak ketahui, akibat dari operasi keamanan bertahun-tahun di Papua, banyak sekali tragedi hak asasi manusia yang terjadi, seperti peristiwa Wasior dan pembunuhan ketua Presidium Dewan Papua Theys Eluay pada 2001 peristiwa Wamena tahun 2003, peristiwa Paniai 2014, Pembunuhan terhadap Luther Zanambani, Apinus Zanambani dan Pendeta Yeremia pada 2020. Kemudian berbagai tragedi hak asasi manusa lainnya yang mengancam keselamatan masyarakat sipil," katanya.

Mereka menyatakan memahami warga sipil hingga aparat keamanan, termasuk Kepala BIN Papua Brigjen TNI I Gusti Putu Danny Karya Nugraha menjadi korban. Mereka meminta kasus diungkap menggunakan pendekatan criminal justice system/sistem peradilan pidana.

"Atas peristiwa tersebut, tentu kami juga mengutuk keras dan mendorong pihak kepolisian untuk segera mengungkap dan menangkap pelaku yang bertanggung jawab," katanya.

Mereka menilai pengerahan aparat keamanan dan menggunakan kekerasan tidak menjawab akar persoalan. Mereka lalu memaparkan 4 temuan kajian LIPI tentang Papua yakni marjinalisasi terhadap masyarakat Papua, kegagalan pembangunan, persoalan status politik Papua, dan pelanggaran HAM.

Menurutnya, sebaiknya Bamsoet mendorong mendorong Pemerintah untuk menindaklanjuti temuan LIPI tersebut dan mengupayakan cara-cara damai berupa pendekatan dialog untuk menyelesaikan akar permasalahan yang terjadi.

Mereka juga meminta akuntablitas dan transparansi terkait pengerahan personel TNI serta kondisi kemanusiaan di Papua. Mereka meminta masyarakat Papua yang terdampak konflik bersenjata untuk dipenuhi kebutuhan sosial, kesehatan, hingga pangan.

"Berdasarkan uraian dan penjelasan kami di atas, kami mendesak kepada Bapak H. Bambang Soesatyo, S.E., M.B.A. selaku Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia untuk menarik pernyataan Bapak tersebut, menyatakan permohonan maaf secara terbuka kepada publik dan mendorong Pemerintah menyelesaikan akar masalah di Papua dengan cara-cara damai," ungkapnya.

Sebelumnya, Bamsoet menyerukan agar seluruh anggota gerakan separatis dan teroris ditumpas habis. Dia menilai rentetan aksi brutal KKB telah menelan banyak korban termasuk Kepala BIN Daerah (Kabinda) Papua Brigjen TNI I Gusti Putu Danny Karya Nugraha yang tewas usai kontak tembak di Distrik Beoga, Kabupaten Puncak pada Minggu (25/4).

"Memangnya para separatis dan teroris itu pakai teori Hak Asasi Manusia saat membunuh rakyat dan aparat yang bertugas? Sikat habis, tumpas dan ratakan para separatis dan teroris yang tidak berprikemanusiaan itu," tegas Bamsoet di Jakarta, Selasa (27/4).

Bamsoet menyatakan dirinya siap bertanggung jawab di hadapan hukum internasional, atas aksi perlawatan terhadap anggota kelompok separatis.

"Sebagai pimpinan MPR RI, demi melindungi rakyat dan negara, saya siap menjadi orang yang bertanggung jawab di hadapan hukum internasional atau hukum manapun. Terpenting, para separatis dan teroris bisa musnah dari bumi Indonesia," ungkap bamsoet.

Dia menjelaskan dari aspek pertahanan keamanan nasional dan hukum, sangat jelas Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua bukanlah kelompok kriminal bersenjata biasa. Mereka termasuk gerakan yang memiliki motivasi politik untuk memisahkan diri dari NKRI. Sehingga gerakan KKB, lanjutnya, bersifat melawan pemerintah yang sah (makar).

"Mereka jelas tidak punya right to self determination (hak menentukan nasib sendiri). Karena ketika Papua telah menjadi bagian integral NKRI berdasarkan New York Agreement 1962, maka hak menentukan nasib sendiri serta merta batal demi hukum," urai Bamsoet.

 

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar