Tips Aman Komplen Produk Tanpa Takut Terjerat UU ITE

Jum'at, 30/04/2021 11:49 WIB
Ilustrasi UU ITE (The Indonesian Institute)

Ilustrasi UU ITE (The Indonesian Institute)

law-justice.co - Pengamat Hukum dari Universitas Indonesia (UI) Edmon Makarim mengatakan masyarakat harus berhati-hati dalam menyampaikan keluhan terhadap pelayanan maupun produk perusahaan. Apabila tidak, masyarakat justru bisa terjerat pelanggaran UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) atau UU ITE khususnya Pasal 27 Ayat 3 tentang pencemaran nama baik.

Pasal itu menyebutkan setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Menurut Edmon, pelanggan hendaknya menyampaikan keluhan alias komplain secara langsung kepada pihak pemberi jasa atau penjual. "Harusnya gunakan (hak) komplain dulu. Ternyata kalau hak saya tidak digubris, baru bisa kita eksploitasi dia," ujarnya dalam diskusi virtual Ngabuburit Consumer Talks, Jumat (23/4).

Menurutnya, konsumen sebaiknya menjelaskan kerugian yang dialaminya secara langsung kepada pihak bersangkutan. Penyampaian komplain, lanjutnya, sebaiknya disampaikan dengan baik. "Jadi, lebih baik kita sebagai konsumen ada kewajibannya selesaikan secara patut," terangnya.

Dekan Fakultas Hukum UI itu mengatakan apabila keluhan sudah disampaikan kepada pihak terkait, maka konsumen bisa menceritakan keluhannya kepada pihak lain. Namun, ia menegaskan sebaiknya keluhan kepada pihak lain itu tidak disampaikan di ruang publik seperti media sosial.

"Jadi, menurut saya hati-hati di sana dan kalau ngomongin orang lain jangan langsung tembak nama, cukup dengan inisial," jelasnya. Informasi itu disampaikan untuk menanggapi kasus konsumen yang terjerat UU ITE bernama Stella Monica. Ia menjadi tersangka kasus UU ITE usai mengunggah tangkapan layar yang berisi perbincangan dengan teman-temannya soal kualitas pengobatan dan perawatan sebuah klinik kecantikan via media sosial, Instagram.

Stella sendiri merupakan mantan pasien di klinik kecantikan berinisial LV tersebut. Sayangnya, kondisi mukanya memburuk ketika berhenti sementara menggunakan obat dan krim muka dari klinik tersebut.

"Terdakwa telah mendistribusikan atau mentransmisikan atau membuat dapat diakses dokumen elektronik dengan cara mengunggah screenshot (unggahan) percakapan direct message dengan saksi T, saksi M dan saksi A yang mengarah kepada kegagalan klinik LV dalam menangani pasiennya," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU), Farida Hariani saat membacakan dakwaan, di Ruang Sidang Kartika I Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

(Farid Fathur\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar