Tutup Masa Sidang II DPR RI, RUU Omnibus Law Turut Ubah 13 UU Lain

Jum'at, 11/12/2020 14:27 WIB
Ketua DPR RI Puan Maharani (Kabardaerah)

Ketua DPR RI Puan Maharani (Kabardaerah)

Jakarta, law-justice.co - Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) hari ini menggelar rapat Paripurna Penutupan masa sidang ke II tahun sidang 2020-2021. Rapat paripurna ini dipimpin oleh Wakil Ketua Bidang Korpolkam (Koordinator Bidang Politik dan Keamanan), Azis Syamsuddin.

Sidang paripurna ini dihadiri secara fisik dan juga secara virtual mengingat saat pelaksanaan sidang juga masih dalam masa pandemi yang harus memerhatikan protokol kesehatan. Dalam Paripurna ini sebanyak 31 anggota hadir secara visik dan 270 anggota hadir secara virtual.

Agenda dalam rapat Paripurna ini adalah Pidato penutupan masa sidang ke II tahun sidang 2020-2021 yang disampaikan oleh Ketua DPR RI Puan Maharani. Dalam pidatonya, Puan mengatakan selama tahun 2020 ini DPR telah merampungkan penyusunan 13 Undang-undang.


"Pada tahun 2020 ini tercatat DPR bersama dengan pemerintah dan dengan melibatkan DPD sesuai kewenangannya telah menetapkan sebanyak 13 RUU menjadi undang-undang. Pelaksanaan fungsi anggaran pada masa persidangan ini DPR melalui alat kelengkapan dewan terus melakukan evaluasi atas efektivitas pelaksanaan APBN tahun anggaran 2020 di Kementerian atau lembaga," kata Puan, Jumat (11/12/2020)

Selama tahun 2020, banyak RUU yang telah disahkan oleh DPR RI menjadi UU. Salah satunya adalah Undang-undang Omnibus Law yang banyak menuai penolakan yang disahkan pada (5/10/2020)

Menurut Puan, fokus pembahasan evaluasi APBN Tahun Anggaran 2020 terutama diarahkan pada penyerapan anggaran di Kementerian/Lembaga. Fokus pembahasan juga dilihat pada capaian pembangunan nasional penanganan dampak pandemi COVID-19 pada program strategis Kementerian/Lembaga serta program pemulihan ekonomi nasional.

Politisi senior PDIP itu mengatakan DPR terus melakukan pengawasan dan evaluasi untuk pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional. Diharapkan program tersebut dapat berjalan baik dan tepat sasaran

"Di tengah pertumbuhan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19 maka stimulus fiskal menjadi kunci dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan mempercepat pemulihan ekonomi Nasional. DPR terus melakukan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional agar dapat berjalan secara tepat sasaran dan tepat manfaat," ujar Puan.


Setelah Omnibus Law Cipta Kerja, kini pemerintah dan DPR telah mengajukan Rancangan Undang-Undang (UU) Omnibus Law Sektor Keuangan atawa RUU tentang Penanganan Permasalahan Perbankan, Penguatan Koordinasi, dan Penataan Ulang Kewenangan Kelembagaan Sektor Keuangan.

Dilansir dari Kontan, Dalam draf RUU Omnibus Law Sektor Keuangan, pemerintah menyebutkan latar belakang beleid ini didasari atas alasan belum optimalnya pelaksanaan peran dan fungsi lembaga sektor keuangan. Antara lain diakibatkan regulatory forbearance dalam mengambil keputusan dan menetapkan bank sebagai bank gagal. Sehingga menyebabkan langkah penyehatan bank menjadi terlambat.

Hal tersebut disebabkan karena terdapat perbedaan pandangan mengenai penyehatan dan resolusi bank antara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang kemudian berpotensi meningkatkan biaya penanganan menjadi lebih besar.

Di sisi lain, pengawasan mikroprudensial dan makro prudensial yang terpisah, khususnya perbankan mengakibatkan koordinasi antar otoritas menjadi kurang cepat dan efektif, apabila tidak diatur dalam suatu dasar hukum yang kuat.

Lebih lanjut, RUU Omnibus Law Sektor Keuangan menyisir beberapa aturan dalam 13 Undang-Undang (UU) terdahulu. Apa saja?

  1. UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan UU Nomor 10 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
  2. UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
  3. UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Penggantu Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi UU.
  4. UU Nomor 24 Tahun 2020 tentang Surat Utang Negara.
  5. UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
  6. UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
  7. UU Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penetapan Perubahan Atas UU Nomor 24 Tahun 2004 tetang Lembaga Penjamin Simpanan Menjadi UU.
  8. UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
  9. UU Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara.
  10. UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
  11. UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
  12. UU Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan
  13. UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah UU Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atai Stabilitas Sistem Keuangan.

Ketua Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Supratman Andi Agtas memastikan pihaknya sudah menerima draff RUU tentang Penanganan Permasalahan Perbankan, Penguatan Koordinasi, dan Penataan Ulang Kewenangan Kelembagaan Sektor Keuangan.

Dia bilang, RUU yang menyelaraskan 13 Undang-Undang (UU) tersebut bakal dimasukan dalam daftar program legislasi nasional (Prolegnas) 2021. Sementara, penanggung jawab pembahasannya akan ditentukan oleh Badan Musyawarah (Bamus) DPR RI setelah putusan Rapat Paripurna. “Usulan (RUU) dari pemerintah dan Komisi XI DPR,” kata Andi, Rabu (25/11/2020) lalu.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar