Ungkap Kejanggalan Penangkapan Ust Maaher, IPW: Kenapa Jemput Paksa?

Jum'at, 04/12/2020 09:16 WIB
Ustaz Maaher ditangkap polisi terkait kasus SARA (Tribunnews)

Ustaz Maaher ditangkap polisi terkait kasus SARA (Tribunnews)

Jakarta, law-justice.co - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane memuji gerak cepat Polri menangkap kasus ujaran kebencian yang dilakukan pendakwah Soni Ernata atau dikenal Ustaz Maaher At-Thuwailibi.

Meski begitu, dia meminta Mabes Polri harus menjelaskan proses penangkapan terhadap Ustaz Maaher tersebut.

Apalagi kata dia, penangkapan yang bersangkutan tanpa adanya surat pemanggilan terlebih dulu dilayangkan oleh polri.

“Polri sendiri harus menjelaskan secara terang benderang kenapa Maheer ditangkap dan dijemput paksa ke rumahnya,” kata Neta seperti melansir pojoksatu.id, Kamis 3 Desember 2020.

Menurutnya, polri juga harus menjelaskan ke publik apakah penangkapan Ustaz Maaher itu sudah sesuai dengan SOP yang ada di Polri.

“Apakah karena sudah dua kali panggilan yang bersangkutan tidak mengindahkannya dan tidak memenuhi panggilan polisi atau ada hal lain,” ujar Neta.

Karena itu mengungkapkan, kasus ujaran kebencian yang dilakukan Maaher itu sebenarnya tak terbilang berat. Bahkan kasus tersebut bisa diselesaikan dengan kekeluargaan.

“Yang jelas kasus Maaher ini tetap bisa diselesaikan damai secara kekeluargaan. Artinya Maaher atau keluarganya mendatangi pelapor dan minta maaf atas kesalahan yang dilakukannya,” ungkapnya.

Sebelumnya, Mabes Polri meringkus pendakwah Soni Ernata atau dikenal Ustaz Maaher At-Thuwailibi pada Ia ditangkap di Bogor, Jawa Barat terkait kasus ujaran kebencian.

Dalam surat yang beredar bernomor SP.Kap/184/XII/2020/Ditipidsiber Maaher langsung ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penangkapan tersebut. Dia ditangkap atas laporan seseorang bernama Waluyo Wasis Nugroho pada 27 November 2020 lalu.

Maaher dipersangkakan atas dugaan penyebaran informasi yang ditujukan untuk menimbulkan kebencian atau permusuhan individu/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) melalui media sosial sebagaimana dimaksud dengan Pasal 45A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) UU ITE.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar