Nasib Ma`ruf Amin di MUI Ditentukan tanggal 25-27 November

Senin, 23/11/2020 20:56 WIB
Nasib Ma`ruf Amin akan ditentukan saat Munas MUI ke-10 (rakyatberita)

Nasib Ma`ruf Amin akan ditentukan saat Munas MUI ke-10 (rakyatberita)

Jakarta, law-justice.co - Nasib Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma`ruf Amin akan ditentukan pada tanggal 25-27 November 2020. Pasalnya, pada saat itu MUI menggelar Musyawarah Nasional (Munas), dimana salah satunya untuk menentukan ketua umum.

Waketum MUI Zainut Tauhid Sa`adi menyatakan munas merupakan permusyawaratan tertinggi organisasi yang memiliki tugas dan wewenang mulai dari menilai pertanggungjawaban pengurus MUI periode 2015-2020, menyusun garis-garis besar program kerja nasional 2020-2025, menetapkan perubahan pedoman dasar dan pedoman rumah tangga MUI, menetapkan fatwa dan rekomendasi, dan memilih pengurus MUI untuk masa bakti 2020-2025.

"Ada hal yang berbeda pada penyelenggaraan munas kali ini, yakni diselenggarakan pada saat pandemi COVID-19 masih belum melandai. Untuk hal tersebut teknis penyelenggaraan dilakukan secara blended system, yaitu online dan offline serta dilaksanakan dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat, misalnya semua peserta offline harus dites swab, menggunakan masker, masing-masing peserta disiapkan 1 mic, dan tempat persidangan yang berjarak 1-1,5 meter," kata Zainut dalam keterangannya, Senin (23/11/2020).

Munas MUI akan membahas sejumlah rekomendasi dan fatwa. Salah satunya membahas penggunaan masker saat berihram haji dan umroh.

"Terkait human diploid cell pada vaksin, penggunaan masker saat berihram haji dan umrah, pendaftaran haji melalui utang, dan pembiayaan dan pendaftaran haji pada usia dini," ucap Zainut.

Agenda penting Munas MUI ke-10 selanjutnya yakni pemilihan ketua umum (ketum) baru. Ketum MUI saat ini dijabat Wapres Ma`ruf Amin.

"Munas juga akan memilih Ketua Umum MUI pengganti Bapak KH Ma`ruf Amin yang sekarang menjabat sebagai Wakil Presiden RI. Dari aspirasi yang kami serap dari berbagai daerah untuk Ketua Umum MUI diharapkan dijabat oleh seorang ulama yang memiliki kriteria sebagai berikut; memiliki kedalaman ilmu agama (mutafaqqih fiddin), dapat menjaga muru`ah atau harga dirinya (mutawarri`), memiliki kemampuan menggerakkan organiasi (muharrik), tertib dalam memimpin organisasi (munadzdzim), aspiratif dan diterima oleh semua kalangan serta bisa bekerja sama dengan semua pihak," ucap Zainut.

Zainut menyatakan MUI akan terus memantapkan peran dan fungsinya dalam melaksanakan tugas amar ma`ruf nahi mungkar atau mengajak ke jalan kebaikan dan mencegah hal-hal yang dilarang oleh agama ke depannya.

Orang sering memahami tugas mulia tersebut secara keliru, seakan-akan kalau mengajak kebaikan itu dengan cara yang lemah lembut sedangkan kalau mencegah kemungkaran itu harus dengan cara yang keras dan kasar. Pemahaman seperi itu adalah keliru dan tidak dibenarkan menurut agama. Baik amar ma`ruf maupun nahi munkar harus dilaksanakan dengan cara-cara yang baik, santun, berakhlak mulia dan tidak melanggar hukum dan norma susila," tegas Zainut.

"Tidak boleh atas nama mencegah kemungkaran (nahi munkar) dengan kata-kata yang kasar, menebarkan ujaran kebencian, hoax, fitnah, ghibah, namimah dan teror atau membuat ketakutan pihak lain. Dalam Al-Qur`an umat Islam diperintahkan untuk mengajak atau berdakwah dengan penuh kebijaksanaan (bilhikmah), contoh yang baik (mau`idhotil hasanah) dan berdiskusi dengan cara yang baik (wajadilhum billati hia ahsan)," imbuh Wamenag RI ini.

Untuk hal tersebut, Munas MUI ke-10 diharapkan dapat merumuskan panduan etika dakwah yang dapat dijadikan panduan oleh para dai, mubalig, dan tokoh masyarakat dalam menunaikan tugas mulia

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar