Sejarah! Kejari Mimika Beri Restorasi Justice, Mus Mulyadi Bebas

Rabu, 30/09/2020 12:19 WIB
Mus Mulyadi bebas usai dapat restorasi justice dari Kejari Mimika, Papua (Suarapapua)

Mus Mulyadi bebas usai dapat restorasi justice dari Kejari Mimika, Papua (Suarapapua)

Papua, law-justice.co - Kejaksaan Negeri (Kejari) Mimika, Papua membuat sejarah dengan memberikan restorasi justice (RJ) atau restorasi keadilan untuk pertama kalinya di Papua kepada tersangka Mus Mulyadi.

Restoratif Keadilan sendiri adalah sebuah pendekatan yang ingin mengurangi kejahatan dengan menggelar pertemuan antara korban dan terdakwa, dan kadang-kadang juga melibatkan para perwakilan masyarakat secara umum.

Menurut Kepala Kejaksaan Negeri Mimika M. Ridhosan mengatakan, RJ ini merupakan penghentian penuntutan sebelum disidangkan. Namun untuk mendapatkan RJ, harus ada beberapa syarat, seperti perdamaian antara tersangka dengan korban, sanksi pidana dibawah lima tahun, dan baru pertama kali melakukan tindak pidana.

“Bapak sekarang sudah dapat penghentian penuntutan sehingga bebas. Karenanya, saya minta untuk tidak mengulang tindak pidana yang sama. Kalau melakukan, pasti masuk penjara. Oleh karena itu, emosinya ditahan jangan terbawa emosi,” kata M Ridhosan kepada Mus Mulyadi di Kantor Kejaksaan Negeri Mimika, Selasa (29/9/2020).

“Restoratice Justice ini baru pertama kali di Papua, khususnya di Mimika,” ujarnya.

“Alhamdulillah, karena saya sudah 45 tahun baru melakukan pelanggaran atau tindakan kriminal. Sekarang sudah dibebaskan, karenanya saya sangat bersyukur dan tidak mengulangi lagi,” tuturnya.

Sementara Murni, istri Mus Mulyadi, merasa senang dan gembira terhadap kebijakan yang diberikan Kejaksaan Negeri Mimika terhadap suaminya.

“Saya sangat senang mas, karena suami saya sudah bisa kembali ke rumah. Saya juga mengucapkan terima kasih ke kejaksaan tidak melanjutkan ke pengadilan. Semoga hal ini tidak terulang lagi,” tuturnya.

Kepala Seksi Barang Bukti yang juga Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Mimika Arthur Fritz Gerald mengatakan, pelaksanaan Restorasi Justice ini berdasarkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia nomor 15 tahun 2020, penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.

Ia menjelaskan, untuk mendapatkan Restorasi Justice atau keadilan restoratif, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yakni sanksi tindak pidana dibawah lima tahun, tersangka belum pernah melakukan tindak pidana atau baru pertama kali, dan antara pelaku dengan tersangka sudah ada perdamaian.

Apabila syarat ini sudah dipenuhi, maka JPU melaporkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri, dalam hal ini Kajari Mimika. Selanjutnya, Kajari Mimika menindaklanjuti dengan mengirimkan surat permohonan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) di tingkat provinsi.

“Kemudian, apabila surat permohonannya dikabulkan atau disetujui terkait penghentian penuntutan tersebut, maka dari Kepala Kejari Mimika mengirimkan surat penghentian penuntutan ke JPU, seperti yang hari ini kami lakukan,” jelasnya.

Ia menjelaskan, sebenarnya Kajari Mimika mengajukan surat permohonan ke Kajati Papua ada dua kasus. Namun yang disetujui adalah satu kasus, yakni dengan tersangka Mus Mulyadi.

Dimana Mus Mulyadi memiliki ancaman hukuman di bawah lima tahun, baru pertama kali melakukan tindak pidana, dan sudah ada perdamaian antara tersangka dan korban.

“Satu kasus yang tidak disetujui, kemungkinan ada pertimbangan tersendiri dari Kejati Papua,” katanya.

Karena Mus Mulyadi mendapatkan Restorasi Justice, maka JPU tidak melimpahkan perkara ini ke Pengadilan Negeri Timika. Oleh itu, Kejaksaan mengeluarkan surat penetapan penghentian penuntutan.

Ia menambahkan, dengan adanya Resorasi Justice ini, pihaknya tidak menghimbau kepada masyarakat untuk tidak melakukan tindak pidana atau kejahatan. Karena untuk mendapatkan pengampunan tersebut, harus memenuhi syarat.

“Itupun harus diajukan dulu, sehingga tidak serta merta bisa dapat RJ, karena ada pertimbangan-pertimbangan yang ada,” tuturnya.

Perlu diketahui, Mus Mulyadi diamankan atau ditahan oleh kepolisian karena tindak pidana penganiayaan yang terjadi pada 3 Mei 2020 lalu, sekitar pukul 11.30 WIT di daerah Nawaripi, Mimika, Papua.

Dimana, pada saat kejadian Mus Mulyadi melakukan pemukulan terhadap Alexander Simba (korban) sebanyak satu kali ke arah kepala korban dengan menggunakan kursi plastik

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar