Gugat Presidential Threshold, Rizal Ramli: Gila, Tarif Jadi Presiden!

Jum'at, 04/09/2020 22:13 WIB
Rizal Ramli (law-justice.co/Robinsar Nainggolan)

Rizal Ramli (law-justice.co/Robinsar Nainggolan)

Jakarta, law-justice.co - Mantan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Rizal Ramli bersama Abdulrachim Kresno dengan didampingi kuasa hukum Refly Harun, mendaftarkan uji materi UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Menurutnya, alasannya mengajukan uji materi ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) ke MK adalah terkait fenomena `nyewa partai`

Diketahui, Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengatur tentang ambang batas presiden atau syarat persentase partai atau gabungan partai yang boleh mengusung pasangan capres-cawapres, yakni 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah di level nasional.

Rizal menyebut, selama ini, PT 20 persen telah dijadikan alat untuk memaksa calon presiden membayar upeti kepada partai politik.

"Makin ke sini makin dibikin banyak aturan yang mengubah demokrasi Indonesia menjadi demokrasi kriminal. Bahasa sederhananya, kalau mau jadi bupati mesti nyewa partai, Ada yg mau jadi gubernur harus nyewa partai, Presiden tarifnya lebih gila lagi," ujarnya, dilansir dari CNNIndonesia.com, Jumat (4/9/2020).

Terkait mahar kepada parpol itu, ia sendiri mengaku pernah mengalaminya pada Pilpres 2009. Saat itu, Rizal mengaku ditawari untuk maju sebagai capres namun harus membayar mahar kepada tiga parpol.

"Saya 2009 pernah ditawarin. `Mas Rizal dari kriteria apa pun lebih unggul dibandingkan yang lain. Kita partai mau dukung, tapi kita butuh uang untuk macam-macam`. Satu partai mintanya Rp300 miliar. Tiga partai itu Rp900 miliar. Nyaris satu triliun," tutur dia.

"Itu 2009, 2020 lebih tinggi lagi. Jadi yang terjadi ini, demokrasi kriminal ini yang merusak Indonesia," imbuhnya.

Lantaran membutuhkan biaya tinggi untuk `nyalon`, seorang politikus mesti menerima bantuan dari para cukong. Akibatnya, kata dia, setelah terpilih, calon itu kemudian tidak bekerja untuk kepentingan masyarakat.

"Dia lupa cita-cita berjuang untuk kepentingan nasional. Mereka malah ngabdi sama cukong-cukongnya. Inilah yang saya sebut sebagai demokrasi kriminal," kata Rizal.

Jika ambang batas presidensial itu dibatalkan oleh MK, Rizal membuka kemungkinan untuk maju sebagai capres.

"Saya dari muda berjuang untuk demokrasi dan keadlian, supaya demokrasi itu bekerja buat rakyat, seandainya kita berhasil jebol treshold ini, baru lah kita putuskan, apakah mau maju tahap berikutnya atau tidak," jelasnya.

(Hendrik S\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar