Sebagai Presiden RI, Salim Said: Jokowi Tidak Sepenuhnya Berkuasa!

Senin, 24/08/2020 07:08 WIB
Presiden Jokowi kenakan pakaian adat TTS, NTT saat HUT RI ke-75 (kompas)

Presiden Jokowi kenakan pakaian adat TTS, NTT saat HUT RI ke-75 (kompas)

Jakarta, law-justice.co - Masyarakat Indonesia disebut tidak bisa berharap banyak kepada Presiden Joko Widodo.

Hal itu diungkapkan oleh Guru Besar Ilmu Politik Universitas Pertahanan (Unhan), Prof Salim Said.

Kata dia, hal itu dikarenakan tuntutan terhadap Presiden Jokowi untuk menyelesaikan berbagai persoalan di bangsa ini sulit terpenuhi, bahkan di periode keduanya.

Pasalnya menurut dia, karena Jokowi tidak memiliki kekuasaan penuh memegang pimpinan tertinggi di republik ini. Karena posisi Jokowi bukanlah pemimpin partai.

“Kita tidak bisa berharap banyak kepada Jokowi. Itu bukan karena dia jahat, tetapi karena dia tidak punya kekuasaan,” kata Prof Salim dalam kanal YouTube Hersubeno Point, Minggu 23 Agustus 2020.

Prof Salim menambahkan bahwa Presiden Jokowi tidak bisa leluasa memegang kekuasaan seperti layaknya Presiden Soeharto. Karena, Presiden Soeharto adalah sesungguh-sungguhnya presiden – dalam artian memegang kekuasaan sepenuhnya, sementara Jokowi tersandera oleh kepentingan di sekelilingnya.

Sehingga keduanya juga tidak layak disandingkan.

Karena itu, Jokowi juga tidak akan bisa dengan mudah menyelesaikan persoalan krisis keuangan, pandemi Covid-19, persoalan buruh, hukum dan masalah-masalah lainnya secara murni tanpa embel-embel kepentingan oligarki pendukungnya.

“Sulit kita mengetahui mana kebijakan murni Jokowi,” ujarnya.

Mantan wali kota Solo tersebut tidak punya kekuasaan penuh dengan posisinya yang bukan ketua umum parpol. Karenanya dia menilai Jokowi dalam posisi yang sulit di periode kedua jabatannya ini.

“Kita tidak tahu undang-undang mana yang dia usulkan dan diperjuangkan untuk kepentingan rakyat. Dan, mana yang terpaksa diajukan karena meladeni kepentingan oligarki-oligarki yang lain,” katanya.

Prof Salim melanjutkan, atas dasar hal itu maka publik tak perlu heran jika ada Undang-Undang yang tidak penting dibahas lebih cepat sementara yang diperlukan masyarakat justru telat.

“Sementara yang diinginkan mereka (oligarki) adalah kebijakan-kebijakan yang menguntungkan mereka sendiri. Itu tercermin dari bermacam-macam usulan RUU yang dibahas di DPR,” tegasnya.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar