BPOM Temukan Masalah Proses Uji Klinis Obat Covid-19, Ini Respon Unair

Kamis, 20/08/2020 22:59 WIB
ilustrasi obat (Tribunnews)

ilustrasi obat (Tribunnews)

Jakarta, law-justice.co - BPOM menemukan sejumlah masalah dalam uji klinis obat yang dikembangkan untuk menyembuhkan pasien positif Covid-19 oleh Universitas Airlangga (Unair) bersama TNI AD dan BIN. Untuk itu, Unair pun langsung ambil langkah cepat dengan melakukan evaluasi terhadap obat yang tengah dikembangkan tersebut.

Rektor Unair Prof Moh Nasih mengatakan, tim peneliti akan mengevaluasi dan segera menyempurnakan uji klinis obat tersebut setelah pihaknya mempelajari semua masukan BPOM.

"Sebagaimana masukan dari BPOM. Untuk selanjutnya, tim peneliti juga menunggu dan akan mempelajari semua masukan tertulis dari BPOM," ujar Nasih, dilansir dari CNNIndonesia.com, Kamis (20/8/2020).

Nasih menuturkan, para ilmuwan yang ada dalam tim sangat terbuka menerima segala masukan. Hal itu tentu demi penyempurnaan obat tersebut.

"Harapan utamanya agar hasil dari kombinasi obat tersebut segera bisa membantu mereka para pasien yang saat ini sangat membutuhkan penanganan," katanya.

Nasih menjelaskan, niatan tim peneliti semata-mata didasari rasa kemanusiaan untuk menolong pasien Covid-19 yang sangat membutuhkan perawatan dan pengobatan. Menurutnya, ikhtiar yang dilakukan bersama dengan banyak pihak tersebut bisa memberi jalan keluar bagi bangsa Indonesia untuk bersama-sama menghadapi pandemi Covid-19.

"Dengan masukan BPOM maka Tim Peneliti Unair segera mengambil langkah cepat untuk segera menyempurnakan uji klinis sesuai masukan BPOM," jelasnya.

Sebelumnya, BPOM menemukan sejumlah masalah dalam uji klinis obat yang dikembangkan untuk menyembuhkan pasien positif Covid-19 oleh Universitas Airlangga (Unair) bersama TNI AD dan BIN.

Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito mengatakan dalam inspeksi pertama pihaknya, pada proses uji klinis obat tersebut tak sesuai dengan prosedur uji klinis obat pada umumnya.

"Inspeksi pertama kita 28 Juli, menemukan critical finding dalam hal randomisation. Suatu riset kan harus acak supaya merepresentasikan masyarakat Indonesia, jadi subjek uji klinis harus acak," kata Penny, Rabu (19/8/2020).

(Hendrik S\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar