PDIP Ubah RUU HIP Jadi RUU PIP, Demokrat: Ada Apa, Kok Ngotot Banget?

Jum'at, 03/07/2020 12:13 WIB
Aksi Penolakan RUU HIP. (pikiran rakyat)

Aksi Penolakan RUU HIP. (pikiran rakyat)

Jakarta, law-justice.co - Anggota Badan Legislasi DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Bambang Purwanto ikut berkomentar soal penggantian nama Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP), dengan meminta nama rancangan regulasi itu diubah menjadi RUU Pembinaan Ideologi Pancasila.

Dia mempertanyakan alasan pihak yang berkukuh melanjutkan pembahasan rancangan undang-undang tersebut.

Kata dia, usulan perubahan nama tersebut tidak sesuai dengan desakan publik yang meminta RUU HIP dibatalkan.

"Bukannya merespons pemilik mandat, malah ada wacana mengganti nomenklaturnya dengan RUU PIP, tentu sama saja hanya ganti baju. Ada apa, kok ngotot banget?" katanya seperti melansir cnnindonesia.com, Jumat 3 Juli 2020.

Kata dia, DPR dan presiden seharusnya mendengarkan keluhan masyarakat yang meminta agar RUU HIP dibatalkan.

Menurut dia, berdasarkan ketentuan regulasi yang berlaku saat ini dinyatakan bahwa pembatalan atau penarikan RUU HIP masih bisa dilakukan karena belum dibahas oleh pemerintah dan DPR secara bersama.

"Sesuai amanat UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan bahwa pada Pasal 70 ayat (1) dinyatakan bahwa RUU dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh DPR dan presiden," ujarnya.

Sebelumnya, Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah menyatakan sejak awal PDI Perjuangan hanya menginginkan hadirnya suatu undang-undang yang berfungsi sebagai payung hukum yang dapat mengatur wewenang, tugas, dan fungsi BPIP dalam melakukan pembinaan ideologi bangsa. Karena itu, Basarah mengusulkan RUU HIP diubah nama dan dilakukan penyesuaian terhadap sejumlah hal.

"Oleh karena itu, kami juga menginginkan agar nama RUU HIP dikembalikan sesuai nomenklatur awal dengan nama RUU Pembinaan Ideologi Pancasila (RUU-PIP) dan materi muatan hukumnya hanya mengatur tentang tugas, fungsi, wewenang, dan struktur kelembagaan tentang pembinaan ideologi Pancasila serta tidak membuat pasal-pasal yang menafsir falsafah sila-sila Pancasila menjadi norma hukum undang-undang," katanya.

Langkah Basarah ini tetap ditolak oleh sejumlah pihak. Salah satunya dari Muhammadiyah.

Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah, Dadang Kahmad mengatakan, keputusan itu dinilai tidak menjawab tuntutan masyarakat yang meminta RUU itu dicabut dan tidak dibahas di DPR.

Dia tetap mendesak, agar RUU HIP dibatalkan, bukannya dilanjutkan dengan menganti nama menjadi RUU PIP.

"Kalau substansi masih tetap sama itu kan sama saja dengan membohongi rakyat karena Pancasila itu sudah final. Tidak usah diotak-atik lagi, sekarang fokus saja pada masalah bagaimana pelaksanaan dari Pancasila itu dalam berbangsa dan bernegara," katanya.

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu`ti menyatakan, Pancasila memiliki kedudukan hukum yang kuat yang diatur mulai dari Undang-Undang Dasar 1945 dan turunannya.

Kenapa RUU HIP perlu dibatalkan? Karena banyak penjelasan dalam RUU tersebut yang bermasalah, kata Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu`ti.

Tidak hanya tentang upaya mereduksi lima sila di Pancasila menjadi satu sila yang tercantum dalam Pasal 7, dan tidak dimasukannya TAP MPRS No XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran PKI sebagai konsiderans "mengingat", namun juga bagian tentang penjelasan dari Pancasila dan tujuan RUU tersebut.

"Seharusnya DPR khususnya PDIP memahami situasi kebatinan bangsa Indonesia dan hendaknya tidak memaksakan kehendaknya dengan terus mengusulkan RUU yang saya menduga berpotensi sangat kuat mendapatkan reaksi keras dari masyarakat," kata Mu`ti.

(Ade Irmansyah\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar