Kisah Tobat John Kei Sebelum Ditangkap Lagi: Berkhotbah dan Membatik

Senin, 22/06/2020 12:32 WIB
John Refra Kei menjadi pengkhotbah di Lapas Nusakambangan. [Ratnaningsih Dasahasta/Kantor Staf Presiden]. (suara)

John Refra Kei menjadi pengkhotbah di Lapas Nusakambangan. [Ratnaningsih Dasahasta/Kantor Staf Presiden]. (suara)

law-justice.co - Sosok John Kei dikabarkan pernah bertobat dengan menjadi pengkhotbah hingga belajar membatik sebelum diduga terlibat dalam kasus penganiayaan di Cengkareng dan penembakan di Green Lake City Cipondoh Tangerang.

Sebelumnya, kasus penembakan di Green Lake City Cipondoh dan penganiayaan di Cengkareng Jakarta Barat ini diduga melibatkan seorang mantan narapidana John Kei yang dikenal memiliki anggota dalam menjalankan aksi kriminal.

Akhirnya Direktorat Kriminal Umum Polda Metro Jaya menangkap 25 orang diduga kelompok bersenjata yang melakukan penyerangan di Tangerang dan Jakarta Barat. Salah satunya adalah John Kei.

John Kei merupakan mantan narapidana Lapas Nusakambangan atas kasus pembunuhan berencana terhadap seorang pengusaha bernama Ayung. Disini lah John Kei ternyata pernah membuka jalan tobatnya.

Seperti melansir suar.com, seorang Tenaga Ahli Kedeputian V Kantor Staf Presiden, Ratnaningsih Dasahasta menceritakan soal pertemuannya dengan John Kei di Lapas Nusakambangan pada tahun 2018 lalu.

Saat itu, John Kei dijatuhi hukuman 16 tahun penjara. Namun belum sampai ia menjalani seluruh hukuman, John Kei dinyatakan bebas bersyarat pada 26 Desember 2019 lalu.

Enam bulan kemudian, John Kei kembali ditangkap oleh aparat kepolisian Polda Metro Jaya atas dugaan keterlibatannya dalam aksi penembakan di Green Lake City Tangerang dan penganiayaan di Cengkareng, Jawa Barat.

Belajar membatik

“Saya Ratna, Bang… dari Kantor Staf Presiden,” begitu salam yang kusampaikan sembari menyodorkan tanganku kepada lelaki berperawakan degap itu.

Senyum tersungging di bibirnya yang menghitam sembari menggenggam hangat telapak tanganku. Nama lelaki itu John Refra Kei.

Badannya penuh tato, lengan kekar berotot, tapi pada jemari kanannya tergenggam canting. Sementara jemari kirinya menjadi wadah penahan kain putih agar menyerap tinta yang baru diulasnya. John Kei sedang membatik.

Begitulah penampilan John Kei. Lelaki yang dulu dikenal garang dan menakutkan itu, aku temui pada pekan pertama bulan November 2018, di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.

Kami sempat berbincang tak lebih 30 menit. Namun, dalam waktu pendek itulah aku melihat banyak perbedaan dari John Kei—yang dulu dikenal sebagai Godfather of Jakarta.

Aku tidak pernah menyangka lelaki yang sekarang di hadapanku ini telah berubah sejak menjalani hukuman lima tahun terakhir.

Pada sela-sela kesibukannya membatik, John Kei menghabiskan waktu untuk membaca dan beribadah.

“Saya dulu tidak pernah ada waktu untuk ibadah. Tapi Nusakambangan membawa Tuhan hadir di diri saya,” kata John Kei kepadaku.

Kehadiran Sang Pencipta itu dirasakannya bersamaan saat dia nyaris mengambil keputusan untuk mengakhiri hidupnya.

Tapi kemudian dia berupaya berbicara kepada Tuhan. “Kalau saya mati, saya mau masuk surga. Bukan masuk neraka kerena bunuh diri,” katanya.

Dia meminta bantuan untuk dapat bertahan pada masa penghukuman. Dia menyesali masa lalu. Dia memohon maaf. Dia ingin menghapus pengalaman hidupnya dulu.

Kesadaran John Kei muncul saat menempati penjara super-maximum. Dia menempati sel yang hanya selebar dua meter dan panjang lima meter.

Semua aktifitasnya, mulai dari tidur, mandi, membaca buku, marah, menangis, di lakukan dalam sel tersebut.

Bahkan, dia hanya bisa berbicara dengan tembok. Dia sendirian. “Tidak ada yang mampu bertahan di lapas super maksimum, sehebat apa pun dia.” katanya.

John Kei merupakan salah satu hasil pembinaan di penjara super maksimum ini. Meski baru menyelesaikan kurang dari sepertiga masa tahanannya, kini John Kei sudah banyak berubah.

Dia menjadi pengkhotbah. Pengalamannya memberikan pencerahan bagi narapidana lain.

“Saya ingin menjadi manusia baru ketika saya keluar dari penjara. Saya menyerahkan hidup saya pada Tuhan,” katanya menutup perbincangan kami.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar