BPK Sebut Pemerintah Berencana Tutup Defisit Rp 852,9 T Pakai Utang

Senin, 11/05/2020 09:07 WIB
Menkeu Sri Mulyani dan Presiden Jokowi (berkabar.id)

Menkeu Sri Mulyani dan Presiden Jokowi (berkabar.id)

Jakarta, law-justice.co - Anggota Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK periode 2019-2024, Achsanul Qosasi menyebut belanja negara tahun 2020 mengalami penurunan yang cukup besar.

Target pendapatan negara turun sebesar Rp473 triliun dari Rp2.233 trilun menjadi Rp1.760 triliun.

Sementara target belanja negara membengkak dari Rp2.540 triliun menjadi Rp2.613 triliun atau naik sebesar Rp73 triliun.

“Pendapatan Negara turun dr Rp2.233 T mjd Rp1.760 T, smtr Belanja Negara Naik dr Rp2.540 T mjd Rp2.613 T,” kata Achsanul melalui akun Twitternya, Sabtu (9/5).

Kondisi itu menyebabkan kenaikan defisit anggaran negara tahun 2020 dari Rp307,2 triliun menjadi Rp852,9 triliun.

“Utk menutup defisit (Rp852,9 T) tsb Pemerintah berencana menganggarkan melalui hutang,” kata mantan anggota DPR RI itu.

Mantan Sekretaris BUMN, Said Didu memprediksi negara akan berutang lagi Rp1.000 triliun jika belanja negara tetap dipertahankan.

“Perkiraan saya penerimaan lebih rendah dari rencana tersebut, sehingga jika belanja tetap dipertahankan maka perkiraan saya tahun 2020 butuh tambahan hutang minimal Rp1.000 trilyun,” cuit Said Didu di akun Twitternya, Minggu (10/5/2020).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tak menampik negara akan kembali menerbitkan surat utang untuk menutupi defisit anggaran.

Menurut Sri Mulyani, surat utang berupa surat berharga negara (SBN) yang perlu diterbitkan sepanjang Mei hingga Desember 2020 sebesar Rp 697,3 triliun.

“Ini yang akan kami penuhi melalui lelang di pasar domestik, di SBN ritel, private placement dan penerbitan SBN valas,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi video, Kamis, 8 Mei 2020.

Sri Mulyani mengatakan kebutuhan pembiayaan utang bruto Indonesia pada tahun ini mencapai Rp 1.439,8 triliun.

Angka tersebut adalah akumulasi dari sejumlah kebutuhan pembiayaan, antara lain pembiayaan defisit Rp 852,9 triliun, pembiayaan investasi net Rp 153,5 triliun, serta utang jatuh tempo Rp 433,4 triliun.

“Ini termasuk di dalamnya adalah untuk pemulihan ekonomi nasional yang sudah diatur dalam Perpu nomor 1 tahun 2020 dan juga ada di dalam Perpres nomor 54 Tahun 2020,” kata Sri Mulyani.

Seperti diketahui, Bank Indonesia (BI) mencatat pertumbuhan utang luar negeri (ULN) Indonesia pada Februari 2020 sebesar US$ 407,5 miliar atau setara dengan Rp 6.316 triliun (kurs Rp 15.500).

Utang luar negeri ini terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar US$ 203,3 miliar atau Rp 3.151 triliun atau swasta termasuk BUMN US$ 204,2 miliar Rp 3.165 triliun. (pojoksatu.id).

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar