Menteri Jokowi Dinilai Kerap Blunder dan Jalan Sendiri-sendiri

Jum'at, 08/05/2020 19:45 WIB
Kabinet Indonesia Maju (joglosemarnews.com)

Kabinet Indonesia Maju (joglosemarnews.com)

Jakarta, law-justice.co - Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo mengkritik para menteri atau pembantu presiden yang tak satu komando dalam mengimplementasikan perintah presiden. Termasuk soal penanganan virus corona (Covid-19).

Menurut Karyono, setiap pemerintahan dalam suatu negara seharusnya bersatu dan kompak dalam menghadapi Covid-19.

"Namun hal ini ternyata tidak terjadi di Indonesia. Hal itu ditandai sejumlah perbedaan kebijakan dan silang pendapat yang membuat blunder dan menambah kebingungan masyarakat," kata Karyono melalui keterangan tertulis, Jumat (8/5/2020).

Menurut Karyono, sejumlah kebijakan terlihat paradoks dengan keinginan Presiden Jokowi yang menghendaki penanganan pandemi Covid-19 ini dilakukan dengan cepat dan tepat. Bahkan, yang muncul justru ego sektoral, kebijakan yang dinilai bertolak belakang dan menimbulkan polemik.

Karyono menganggap, silang pendapat memang sudah nampak sejak awal pandemi Covid-19 masuk ke Indonesia. Desakan pemerintah daerah dan masyarakat menggema sangat kuat agar pemerintah pusat segera menetapkan kebijakan lockdown.

"Sementara pemerintah pusat masih menimbang kebijakan yang tepat sebelum akhirnya memutuskan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)," ucapnya.

Lebih lanjut, Karyono mengatakan, silang pendapat soal ekspor masker juga menjadi sorotan publik. Airlangga Hartarto sebagai Menko Ekonomi menyebut pemerintah akan membatasi ekspor masker ke luar negeri karena di dalam negeri masih membutuhkan masker dalam jumlah besar.

Berbeda dengan Menteri Perdagangan Agus Suparmanto yang menegaskan pemerintah tidak akan membatasi ekspor masker.

Karyono mengatakan, perselisihan kebijakan di lingkungan pemerintah belum berhenti sampai di situ.

Silang pendapat kembali terjadi saat Plt Menteri Perhubungan (Menhub) Luhut Binsar Pandjaitan mengeluarkan kebijakan transportasi online tetap diperbolehkan mengangkut penumpang.

Kebijakan ini dinilai bertolak belakang dengan aturan Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto.

Situasi tambah runyam, kata Karyono, saat Belva Devara dan Andi Taufan dua staf khusus milenial membuat langkah blunder. Langkah dua staf khusus presiden tersebut membuat publik marah.

Akhirnya Belva Devara mundur dari stafsus presiden karena keterlibatan perusahaan platform Ruangguru yang dikelolanya dalam program Kartu Prakerja dengan anggaran Rp5,6 triliun dipersoalkan.

Mundurnya Belva disusul Andi Taufan koleganya sesama Stafsus Presiden Jokowi. Pasalnya, CEO Amartha ini mengirim surat atas nama staf khusus kepada seluruh camat di Indonesia agar bekerja sama dengan perusahaan Amartha.

Selain itu, kebijalan baru yang menimbulkan kontroversi adalah kebijakam Kemenhub yang membuka peluang mengizinkan semua moda transportasi beroperasi kembali di tengah pandemi Covid-19.

Karyono menganggap, kebijakan ini dinilai tidak konsisten. Betapa tidak, di satu sisi pemerintah melarang mudik dan menganjurkan masyarakat untuk tinggal di rumah selama musim pandemi, tapi di sisi lain ada kebijakan baru yang membuka seluruh moda transportasi beroperasi lagi.

Di samping itu, Karyono menilai, kebijakan ini juga bertolak belakang dengan 5 kepala daerah yang mengajukan permohonan penghentian kereta api karena wilayahnya menjadi zona merah.

Dengan kebijakan baru di bidang transportasi ini bisa memupus harapan 5 kepala daerah.

"Tak pelak, kebijakan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi yang baru saja dinyatakan sembuh dari COVID-19 ini justru menimbulkan kepanikan baru di tengah masyarakat," ucapnya.

Oleh karenanya, kata Karyono, untuk mengakhiri pandemi ini secepatnya sesuai dengan keinginan Presiden, maka diperlukan kebijakan yang konsisten dan kepemimpinan satu komando. Selain itu, perlu memperbaiki pola koordinasi dan sistem komunikasi yang sinergis.

"Hal yang tak kalah penting adalah menyingkirkan ego sektoral yang menjadikan bencana Corona sebagai komoditas politik maupun komoditas bisnis dan ekonomi yang memanfaatkan situasi," tutupnya. (Tribunnews)

 

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar